Breaking News

"Kami Minta Hukuman Mati, Tidak Ada yang Lain": Tangis dan Ketegasan Keluarga Polisi Korban Penembakan Kopda Bazarsah di Persidangan

Ilustrasi Persidangan 

D'On, Palembang
 — Di tengah suasana ruang sidang yang dipenuhi isak tangis dan aura ketegangan, suara lantang penuh duka dan kemarahan terdengar jelas dari mulut seorang istri yang kehilangan suami tercinta karena peluru tajam di tangan rekan sesama aparat. Nia, istri mendiang Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusiyanto, tak kuasa menahan emosi setelah mengikuti sidang dakwaan terhadap Kopral Dua (Kopda) Bazarsah, terdakwa dalam kasus penembakan tiga polisi saat penggerebekan arena sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Kami minta hukuman mati, tidak ada yang lain,” ujar Nia dengan suara yang bergetar namun tegas. Kalimat singkat itu bukan hanya pernyataan tuntutan hukum, melainkan juga teriakan hati dari seorang ibu yang kini harus membesarkan anak-anaknya tanpa sosok ayah.

Tragedi Berdarah di Balik Penggerebekan

Kasus ini mencuat ke publik usai peristiwa memilukan yang terjadi dalam sebuah operasi penggerebekan arena sabung ayam ilegal yang disebut-sebut dimiliki oleh sang prajurit, Kopda Bazarsah. Alih-alih bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam menegakkan hukum, Bazarsah justru mengangkat senjata dan melepaskan tembakan mematikan yang menewaskan tiga anggota Polri:

  • AKP Anumerta Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin
  • Aipda Anumerta Petrus Aprianto
  • Briptu Anumerta M. Ghalib Surya Nanta

Mereka gugur dalam tugas, mengemban amanah negara yang justru direnggut oleh tangan sesama aparat.

Dakwaan Berlapis dan Dugaan Pembunuhan Berencana

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer I-04 Palembang, oditur militer menyampaikan dakwaan berlapis kepada Kopda Bazarsah. Di antara pasal-pasal yang disematkan, yang paling menonjol adalah Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, menunjukkan adanya unsur niat dan persiapan sebelum peristiwa terjadi.

Putri Maya Rumanti, kuasa hukum keluarga korban, menegaskan bahwa dakwaan tersebut tepat dan proporsional. Ia menyebut bahwa Bazarsah sudah mempersiapkan senjata api laras panjang sebelum tim gabungan melakukan penggerebekan, yang mengindikasikan adanya intensi untuk menghabisi nyawa orang lain.

“Ini bukan spontanitas, ini jelas direncanakan. Persiapan senjata sebelum operasi adalah bukti kuat bahwa ia memang berniat membunuh,” ungkap Putri di hadapan awak media.

Bantahan Keras soal Dugaan Suap Polisi

Menariknya, dalam dakwaan juga terungkap adanya dugaan aliran dana dari praktik sabung ayam kepada oknum anggota polisi. Namun, isu ini langsung dibantah keras oleh pihak keluarga korban. Menurut Putri, menyandingkan dugaan itu dengan peristiwa pembunuhan ini adalah bentuk pengalihan fokus dari substansi utama perkara.

“Jangan lempar isu murahan untuk mengaburkan kejahatan utama. Masa iya seorang Kapolsek mau kompromi demi Rp100 ribu? Kami tidak akan membiarkan marwah almarhum dicemarkan dengan tuduhan tak berdasar,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan saksi tambahan untuk menunjukkan bahwa AKP Lusiyanto tidak berada di lokasi saat terjadi dugaan permintaan izin sabung ayam. “Kami akan hadirkan saksi yang bisa memastikan bahwa Kapolsek tidak ada di tempat saat itu,” tambahnya.

Harapan untuk Keadilan Sejati

Sidang lanjutan akan digelar pada Senin, 16 Juni 2025, dengan agenda pemeriksaan terhadap 12 saksi dari pihak terdakwa. Publik, terutama keluarga korban, menaruh harapan besar pada majelis hakim agar vonis yang dijatuhkan benar-benar mencerminkan rasa keadilan atas kehilangan yang tak tergantikan.

Di luar gedung pengadilan, terlihat puluhan rekan seprofesi ketiga korban mengenakan pita hitam di lengan sebagai bentuk solidaritas dan penghormatan terakhir. Tangisan pecah saat foto-foto ketiga almarhum dibawa ke hadapan media. Mereka bukan sekadar angka statistik korban—mereka adalah suami, ayah, dan anak yang pulang dalam peti mati berselimut bendera.

“Jangan biarkan peluru dari seorang prajurit pembela negara menjadi simbol pengkhianatan tanpa ganjaran setimpal,” ucap seorang perwira polisi yang enggan disebutkan namanya.

Keadilan kini diuji. Di meja hijau, bukan hanya seorang terdakwa yang duduk menghadapi hukum, tetapi juga nurani aparat penegak hukum itu sendiri.

(Mond)

#Hukum #TNITembakPolisi #Penembakan #TNI #Polri