Breaking News

Iran Tolak Gencatan Senjata: “Tak Ada Negara Bernama Israel”

Dubes Iran untuk Indonesia Mohammad Boroujerdi/Foto: Danandaya Arya putra-Okezone

D'On, Jakarta
 — Krisis geopolitik di Timur Tengah kembali membara. Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai titik didih setelah serangkaian serangan militer saling balas yang menewaskan sejumlah tokoh penting dan mengguncang kawasan. Namun yang mengejutkan, bukan hanya dentuman rudal dan jet tempur yang menggelegar di langit Teheran dan Tel Aviv, tetapi juga pernyataan keras dari Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi.

Dalam sebuah konferensi pers eksklusif di kediaman resminya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Boroujerdi secara gamblang menolak kemungkinan perundingan damai atau gencatan senjata dengan Israel. Alasan penolakannya pun bukan sekadar strategi militer atau diplomasi, melainkan ideologis.

“Kami tidak mengenal negara yang bernama Israel,” ujar Boroujerdi, mantap. “Yang kami kenal hanyalah sebuah rezim pendudukan sejumlah pasukan bersenjata yang merebut dan menduduki tanah yang bukan milik mereka.”

Pernyataan ini menjadi sinyal keras bahwa Iran tidak hanya menolak gencatan senjata, tetapi juga menegaskan tidak adanya pengakuan terhadap eksistensi negara Israel. Sikap ini mencerminkan posisi politik Iran selama puluhan tahun, yang menganggap Israel sebagai entitas ilegal hasil kolonialisme modern, dan bukan sebagai negara berdaulat.

Awal Konflik: Langit Teheran Dihujani Bom

Konflik terbaru pecah secara dramatis pada Jumat, 13 Juni 2025, ketika Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke sejumlah target strategis di Iran. Dalam waktu kurang dari tiga jam, sekitar 200 jet tempur Angkatan Udara Israel membombardir lebih dari 100 lokasi penting, termasuk fasilitas nuklir Natanz dan Fordow, pusat pengembangan rudal balistik, serta beberapa markas militer elite Iran.

Serangan itu tak hanya menghancurkan infrastruktur vital, tetapi juga menewaskan sejumlah jenderal tinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) serta beberapa ilmuwan nuklir utama Iran. Bahkan, wilayah permukiman sipil di pinggiran Teheran turut menjadi korban—menambah panjang daftar warga sipil yang terdampak.

Iran Membalas: 270 Rudal Meluncur ke Jantung Israel

Tiga hari setelahnya, pada 16 Juni 2025, Iran membalas dengan kekuatan penuh. Lebih dari 270 rudal balistik dan pesawat nirawak (drone) ditembakkan dari berbagai titik di Iran dan Suriah, mengarah langsung ke wilayah terpadat Israel Tel Aviv, Haifa, Bat Yam, dan beberapa lokasi strategis lainnya.

Sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome, memang berhasil menangkis sebagian besar ancaman, tetapi puluhan rudal tetap menembus sistem pertahanan dan menghantam infrastruktur penting seperti jaringan listrik, rumah sakit, dan fasilitas militer. Media lokal melaporkan puluhan korban jiwa dan ratusan luka-luka akibat serangan tersebut.

Diplomasi Tertutup, Jalan Damai Menyempit

Di tengah eskalasi tersebut, banyak pihak internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan membuka ruang diplomasi. Namun bagi Iran, gencatan senjata bukanlah solusi. Menurut Dubes Boroujerdi, tidak ada yang perlu dinegosiasikan jika Israel menghentikan agresinya.

“Ini sangat sederhana. Jika tidak ada penyerangan, maka tidak ada pembelaan. Kami tidak memulai konflik ini. Tapi kami juga tidak akan tinggal diam saat diserang,” tegasnya.

Boroujerdi menambahkan bahwa sikap Iran adalah refleksi dari perjuangan rakyat yang “terjajah” dan “tertindas”, bukan semata kebijakan negara. Ia menuding Israel melakukan agresi bukan hanya terhadap Iran, tetapi juga terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan internasional.

Konflik yang Melampaui Batas Negara

Bagi banyak pengamat, konflik ini bukan sekadar perang dua negara. Ini adalah bentrokan ideologis yang telah berakar sejak lama: antara Teheran yang memandang dirinya sebagai benteng perlawanan anti-zionis, dan Tel Aviv yang merasa berhak mempertahankan eksistensinya di tengah ancaman regional.

Meskipun para analis memperingatkan bahwa konflik ini berpotensi menyulut perang regional yang lebih luas, sejauh ini belum ada tanda-tanda penurunan eskalasi. Justru, kedua pihak tampak siap mengorbankan lebih banyak sumber daya dan nyawa demi mempertahankan posisi mereka.

Dunia Menonton, Timur Tengah Bergejolak

Sementara dunia menahan napas menyaksikan drama ini bergulir, kekhawatiran terbesar kini adalah efek domino yang bisa menjalar ke negara-negara tetangga: Lebanon, Suriah, Irak, bahkan Arab Saudi. Jika perang ini meluas, dampaknya bukan hanya di kawasan, tapi global mempengaruhi harga minyak, stabilitas ekonomi dunia, dan membuka kembali luka lama yang belum sembuh sejak Perang Teluk dan konflik Suriah.

Iran, dengan pernyataannya yang tegas hari ini, telah mengunci pintu diplomasi. Dan dunia pun bertanya-tanya: jika gencatan senjata tak mungkin, akankah ini menjadi awal dari perang yang lebih besar?

(Mond)

#Internasional #Perang #Iran #Israel