6 Fakta Baru tentang Aturan Uang Makan, Saku, dan Perjalanan Dinas ASN: Efisiensi atau Pengetatan?
6 Fakta Aturan Baru Uang Makan, Saku hingga Perjalanan Dinas ASN . (Foto: Freepik)
D'On, Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan serangkaian kebijakan baru terkait tunjangan dan biaya operasional kegiatan kedinasan para pejabat negara dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Mulai dari uang makan hingga perjalanan dinas, semuanya kini diatur lebih ketat dengan prinsip efisiensi yang ditegaskan dalam Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2026.
Di tengah upaya pengetatan anggaran dan efisiensi belanja barang, perubahan ini menyasar langsung pada elemen-elemen keseharian birokrasi: rapat, perjalanan dinas, konsumsi, dan akomodasi. Berikut ini adalah enam poin penting yang merinci perubahan signifikan yang akan berlaku mulai 2026:
1. Uang Saku ASN Dihapus untuk Rapat Sehari Penuh: Akhir Era “Full-Day Meeting” Berbonus
Salah satu perubahan paling mencolok adalah penghapusan uang saku untuk kegiatan rapat sehari penuh (full-day meeting) di luar kantor. Kebijakan ini mulai berlaku tahun anggaran 2026 dan melanjutkan tren pemangkasan yang dimulai pada 2025, di mana uang saku untuk rapat setengah hari (half-day) telah lebih dulu dihapus.
Menurut Direktur Sistem Penganggaran DJA Kemenkeu, Lisbon Sirait, uang saku sebesar Rp130.000 per hari hanya akan diberikan untuk rapat yang berlangsung lebih dari satu hari dan disertai dengan akomodasi (fullboard). “Kami ingin mendorong efisiensi sekaligus mengubah kultur birokrasi yang selama ini terlalu longgar terhadap penggunaan anggaran rapat,” ujarnya.
2. Hanya Rapat dengan Akomodasi yang Dapat Uang Saku: Fokus pada Substansi, Bukan Konsumsi
Kebijakan SBM 2026 mengatur bahwa uang saku hanya diberikan untuk kegiatan yang berlangsung lebih dari satu hari dan disertai dengan penginapan. Artinya, jika rapat hanya berlangsung sehari meskipun seharian penuh ASN tidak akan menerima tambahan uang saku.
Langkah ini tidak hanya soal pemotongan, tapi juga upaya mengubah mindset birokrasi, agar penyelenggaraan rapat lebih berorientasi pada hasil dan bukan insentif. “Kita ingin akuntabilitas belanja negara tetap terjaga, sehingga kegiatan rapat tidak lagi dijadikan ladang tambahan penghasilan,” kata Lisbon.
3. Biaya Rapat di Hotel Diatur Berdasarkan Harga Pasar Nyata
Untuk kegiatan rapat yang tetap memerlukan penginapan dan fasilitas khusus, biaya hotel masih bisa digunakan. Namun, harganya tidak bisa lagi dipatok sembarangan. Pemerintah bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai perguruan tinggi untuk melakukan survei harga layanan hotel secara tahunan.
“Anggaran untuk penginapan, konsumsi, dan ruang rapat akan disesuaikan dengan hasil survei lokal. Jadi, angkanya mencerminkan kondisi riil di masing-masing daerah, tidak terlalu tinggi, tidak pula terlalu rendah,” terang Lisbon. Hal ini dilakukan untuk mencegah pemborosan dan mendorong transparansi dalam penggunaan fasilitas hotel.
4. Batas Maksimal Uang Makan & Snack Pejabat Negara: Tak Lagi Mewah
Uang makan kini ditetapkan maksimal Rp118.000, sedangkan snack hanya Rp53.000. Namun nilai tersebut masih harus dipotong pajak 11%, yang membuat realisasi uang makan hanya sekitar Rp87.000. Lisbon menegaskan bahwa nominal ini bukan angka berlebihan, terutama di kota besar seperti Jakarta.
Menariknya, uang makan hanya diberikan jika rapat berlangsung minimal dua jam. Rapat di bawah durasi itu hanya disediakan snack. Kebijakan ini mencerminkan pendekatan yang lebih disiplin terhadap pengeluaran dan waktu.
“Kalau rapat cuma satu jam, tidak perlu disediakan makan besar. Ini soal efisiensi dan logika penggunaan anggaran,” kata Lisbon. Pemerintah juga menyebut ini sebagai bagian dari langkah rasionalisasi anggaran, bukan sekadar pemotongan.
5. Uang Perjalanan Dinas: Disesuaikan Wilayah dan Jabatan
Pemerintah menetapkan besaran uang harian perjalanan dinas berdasarkan tingkat jabatan dan wilayah tujuan. Misalnya:
- Ke DKI Jakarta: Rp530.000 per orang per hari
- Ke Aceh: Rp360.000 per orang per hari
Untuk pejabat:
- Menteri/Wakil Menteri: Rp250.000
- Eselon I: Rp200.000
- Eselon II: Rp150.000
Sedangkan untuk perjalanan ke luar negeri, uang harian bagi pejabat tinggi negara kini berkisar antara USD347 hingga USD792, naik dari sebelumnya yang berada pada rentang USD296 hingga USD792.
Kenaikan ini dilakukan untuk mencerminkan fluktuasi biaya hidup di luar negeri, terutama bagi negara-negara tujuan strategis seperti AS, Jepang, dan negara Eropa.
6. Biaya Penginapan: Bervariasi hingga Mencapai Rp9,3 Juta per Malam
Biaya penginapan pejabat juga mengalami penyesuaian berdasarkan lokasi dan jenjang jabatan. Untuk pejabat tinggi seperti menteri dan eselon I, batas atas hotel di:
- Jakarta bisa mencapai Rp9,33 juta per malam
- Aceh mencapai Rp5,11 juta per malam
Meski nominalnya tampak besar, pemerintah menegaskan bahwa ini adalah batas atas, bukan jumlah yang harus dikeluarkan. Anggaran ini juga diharapkan memberikan kepastian dan menghindari markup biaya perjalanan dinas oleh instansi.
Lisbon bahkan mendorong penggunaan teknologi digital untuk menggantikan pertemuan fisik yang tidak esensial. “Kalau rapat bisa dilakukan via daring, kenapa harus keluar kota dan menginap?” tegasnya.
Arah Baru Kebijakan: Pemerintah Lebih Hemat, ASN Lebih Efisien
Kebijakan ini menjadi bagian dari reformasi birokrasi gelombang baru, di mana efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi kata kunci. Di satu sisi, pemerintah berharap bisa memangkas pemborosan; di sisi lain, ASN diharapkan lebih fokus pada kinerja dan hasil kerja, bukan pada keuntungan dari tunjangan.
Pemerintah pun menekankan bahwa ini bukan sekadar penghematan, melainkan penataan ulang perilaku birokrasi. Rapat bukan lagi ajang ‘pesta’, tapi forum untuk menghasilkan kebijakan yang lebih baik.
(Mond)
#ASN #UangSaku #Nasional #KementerianKeuangan