Breaking News

Tragedi di Balik Tembok Sekolah: Skandal Asusila Mengguncang SMA Negeri 1 Sungai Geringging

Oknum TU SMA di Padang Pariaman Tersangka Kasus Asusila Siswi – Dok. Polres Padang Pariaman Via sumbarkita.id

D'On, Padang Pariaman, Sumatera Barat
Sebuah tragedi memilukan kembali mengoyak dunia pendidikan di Padang Pariaman. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada SMA Negeri 1 Sungai Geringging, setelah seorang staf Tata Usaha (TU) bernama Agusri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang siswi. Kasus ini tak hanya mengguncang sekolah tersebut, tapi juga menyingkap praktik dugaan penghalangan hukum dan upaya pembungkaman terhadap korban.

Peristiwa di Balik Ruang TU

Menurut hasil penyelidikan yang diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rio Ramadhani, aksi bejat itu terjadi pada 2 Oktober 2024, di dalam ruang Tata Usaha sekolah. Saat itu, Agusri memanggil korban dengan dalih menitipkan uang untuk membeli minuman di kantin. Korban datang ditemani temannya, namun secara mencurigakan, temannya diminta menunggu di luar dengan alasan akan ada “tugas khusus” bagi korban.

Begitu korban sendirian di dalam ruangan, dugaan tindakan asusila pun terjadi. Tanpa ampun, pelaku melakukan perbuatan tak senonoh yang kemudian meninggalkan luka psikologis mendalam bagi sang korban—luka yang tak terlihat, namun menghancurkan dari dalam.

“Korban mengalami trauma berat, bahkan butuh waktu lama hingga akhirnya berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarganya,” ungkap Iptu Rio.

Penyerahan Diri dan Penetapan Tersangka

Setelah laporan resmi disampaikan oleh keluarga korban, Agusri akhirnya menyerahkan diri. Ia langsung ditahan oleh pihak kepolisian yang kini tengah mendalami lebih jauh apakah ada aktor lain yang terlibat, atau pihak-pihak yang mencoba menghalangi jalannya proses hukum.

“Kami mendalami kemungkinan adanya pihak sekolah yang berupaya menutupi kasus ini. Tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru,” tegas Rio.

Skandal Surat Damai Sepihak

Kasus ini kian memicu amarah publik setelah terungkapnya sebuah surat perdamaian bertanggal 15 April 2025, yang disusun tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarga besar korban. Surat tersebut, menurut Suhardi, paman korban, muncul tiba-tiba dan seperti menjadi alat untuk “menyelesaikan” perkara secara diam-diam.

“Waktu itu, ayah korban sedang terbaring sakit karena stroke, ibunya juga tidak sehat. Tapi entah bagaimana, muncul surat damai seakan semua sudah selesai. Padahal keluarga tidak pernah merasa sepakat atau menandatangani apa pun,” ujarnya dengan suara bergetar.

Yang lebih menyedihkan, setelah laporan kasus ini mencuat, korban malah dikeluarkan dari sekolah. Tak ada penjelasan resmi. Tanpa pembelaan. Gadis muda itu kini harus bersekolah jauh dari rumahnya demi bisa melanjutkan pendidikan dalam suasana yang lebih aman.

Polisi Tegas: Tak Ada Tempat untuk Pelaku dan Pelindungnya

Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka tak hanya membidik pelaku utama, tetapi juga siapa pun yang mencoba menutup-nutupi kejahatan ini. Termasuk, jika terbukti, pihak sekolah yang menyusun surat damai sepihak dan memaksa korban bungkam.

“Kalau ada yang terbukti menghalangi proses hukum, mereka akan kami proses secara pidana. Tidak ada toleransi,” kata Iptu Rio.

Jerat Hukum dan Harapan untuk Keadilan

Agusri kini dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 UU Perlindungan Anak, yang mengancamnya dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Namun bagi keluarga korban, keadilan bukan hanya soal vonis. Ini tentang harga diri yang direnggut, luka batin yang tak mudah pulih, dan masa depan seorang anak yang terganggu hanya karena merasa tak aman di tempat yang seharusnya menjadi ruang belajar dan tumbuh.

Kini, masyarakat Padang Pariaman menanti: akankah kasus ini menjadi pelajaran penting untuk sistem pendidikan yang lebih aman? Ataukah hanya akan menjadi satu dari sekian banyak kasus yang tenggelam di balik tembok birokrasi dan diamnya institusi?

(Mond)

#PelecehanSeksual #Asusila #SMA1SungaiGeringging #PadangPariaman