Realisasi Progul 100 Hari Fadly–Maigus "Cidera": Nyawa Warga Padang Melayang Diduga Akibat Penolakan RSUD Dr Rasidin
![]() |
Desi Erianti (Almh) Meninggal Dunia Diduga Ditolak saat Berobat ke RSUD Rasidin Padang |
D'On, Padang — Dini hari yang dingin di Kota Padang berubah menjadi duka mendalam bagi keluarga Desi Erianti (alm), seorang ibu rumah tangga berusia 40-an tahun asal Jalan Pilakuik, Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji. Ia menghembuskan napas terakhir setelah mengalami sesak napas akut yang tidak tertangani secara medis, sebuah insiden tragis yang memunculkan dugaan bahwa nyawanya tak terselamatkan akibat penolakan layanan darurat oleh rumah sakit pemerintah, RSUD Dr. Rasidin.
Tragedi ini tidak hanya menyisakan luka bagi keluarga korban, tetapi juga mencederai kredibilitas program unggulan 100 hari kerja Wali Kota Padang, Fadly Amran, dan Wakil Wali Kota Maigus Nasir. Pasalnya, Desi adalah pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) simbol akses terhadap layanan kesehatan gratis bagi warga tidak mampu. Ia juga termasuk dalam sasaran penerima program BPJS Kesehatan Gratis yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Padang sejak 5 Maret 2025 lalu.
Ironi di Tengah Janji “Padang Melayani”
Program BPJS Kesehatan Gratis yang menjadi tonggak utama visi “Padang Melayani” merupakan janji manis yang diluncurkan hanya tiga bulan lalu. Pemerintah Kota Padang menyebut program ini sebagai wujud nyata pelayanan kesehatan yang merata dan manusiawi. Bahkan, dalam peraturannya, disebutkan bahwa rumah sakit di Kota Padang dilarang menolak pasien dengan KTP Padang yang masuk dalam skema program ini. Hingga akhir Mei 2025, tercatat sekitar 14.000 warga telah memanfaatkannya.
Namun, peristiwa yang menimpa Desi justru menjadi antitesis dari semangat itu. Menurut informasi yang dihimpun dari keluarga korban, Desi mulai merasakan sesak napas parah sejak tengah malam. Dalam kondisi darurat, keluarganya membawanya ke RSUD Dr. Rasidin rumah sakit milik Pemko Padang yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam program layanan kesehatan gratis ini.
Namun, setibanya di rumah sakit, keluarga korban mengaku mengalami penolakan oleh oknum petugas rumah sakit. Desi disebut-sebut tidak segera mendapat penanganan medis darurat dengan alasan yang hingga kini masih belum dijelaskan secara resmi. Kondisi korban terus memburuk, hingga akhirnya ia mengembuskan napas terakhir tak lama setelah kembali dibawa pulang.
Penolakan yang Fatal dan Mencoreng Amanah Publik
Penolakan pasien dalam kondisi gawat darurat jelas bertentangan dengan prinsip dasar pelayanan kesehatan, bahkan melanggar etika medis. Lebih dari itu, dugaan kelalaian ini telah menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap program strategis kepala daerah yang digadang-gadang menjadi tonggak perubahan wajah pelayanan publik di Padang.
Jika benar RSUD Dr. Rasidin sebagai rumah sakit pemerintah menolak pasien pemegang KIS yang seharusnya dilayani secara gratis dan cepat, maka hal ini bukan sekadar keteledoran birokrasi, tapi pelanggaran atas hak hidup seorang warga negara. Apalagi program ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang artinya uang rakyat digunakan untuk menjamin keselamatan rakyat pula.
Desakan Pengusutan Tuntas dan Evaluasi Sistem
Insiden ini harus menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kota Padang. Apalah arti program kesehatan gratis bila pelaksana di lapangan masih “pilih kasih” dan enggan menjalankan kewajiban moral serta administratifnya?
Masyarakat dan pengamat kebijakan publik kini mendesak agar kasus ini diusut tuntas. Wali Kota Fadly Amran dan Wakil Wali Kota Maigus Nasir diminta bertindak tegas terhadap oknum yang diduga melanggar aturan. Jangan sampai program yang dibanggakan sebagai langkah revolusioner dalam pelayanan publik ini justru berubah menjadi simbol kegagalan dan ketidakpekaan terhadap nasib rakyat kecil.
Tragedi ini segera menyedot perhatian publik dan media, terutama dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat merespons cepat dengan menyampaikan duka cita sekaligus keprihatinan mendalam. Dalam pernyataan resminya, Kepala Ombudsman Sumbar Adel Wahidi menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap standar pelayanan di RSUD Rasidin, terutama terkait prosedur penanganan pasien di Instalasi Gawat Darurat.
“Kami akan melakukan investigasi independen terhadap dugaan penolakan pasien. Pemeriksaan akan difokuskan pada kesesuaian tindakan petugas medis dengan SOP serta akuntabilitas internal rumah sakit,” tegas Adel, Sabtu (31/5/2025).
Program Mulia yang Harus Dikawal Ketat
Selain BPJS Kesehatan Gratis, Pemko Padang di bawah kepemimpinan Fadly–Maigus juga menggagas Program Dokter Warga yang bertujuan menjangkau masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. Namun insiden ini mengungkap satu kenyataan pahit: tanpa pengawasan dan penguatan sistem, program sebaik apa pun bisa runtuh di tangan pelaksana yang lalai atau tidak berkomitmen.
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Wali Kota Padang Nomor 160 Tahun 2025, program BPJS Gratis ini harus menjamin bahwa tidak ada satu pun warga Kota Padang yang ditolak atau tidak mendapat layanan medis hanya karena status sosial atau administratif. Kini, publik menanti langkah konkret Pemko Padang: akankah kejadian ini menjadi momentum pembenahan serius, atau hanya berakhir dengan permintaan maaf tanpa konsekuensi?
Catatan: Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak RSUD Dr. Rasidin maupun Pemerintah Kota Padang terkait insiden ini.
(Mond)
#Peristiwa #RSUDRasidin #Padang #PasienDitolakRS