Polemik Pendidikan Gratis SD-SMP: Wamendagri Akui Beratnya Beban APBD, Akan Bahas Putusan MK dengan Kemendikdasmen
Wamendagri Bima Arya di Kantor Kemendagri
D'On, Jakarta – Sebuah gebrakan besar kembali datang dari Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan terbarunya, MK menegaskan bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan dasar secara gratis tak hanya di sekolah negeri, tapi juga menjangkau sekolah swasta, dari jenjang SD hingga SMP. Namun di balik keputusan progresif ini, tantangan besar telah menanti di lapangan: dari mana anggaran sebesar itu akan diambil?
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyatakan pihaknya akan segera bergerak untuk menanggapi putusan tersebut. Dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (30/5), Bima mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan komunikasi awal dengan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen). Rencananya, pembahasan lanjutan akan digelar dalam waktu dekat, tepatnya pada minggu depan.
“Saya sudah komunikasi dengan Wamendikdasmen, dan kami sepakat untuk duduk bersama minggu depan membahas ini. Karena ini bukan keputusan kecil. Ini akan berdampak besar terhadap sistem pembiayaan pendidikan di Indonesia,” ujar Bima.
APBD Tak Siap Menanggung Beban
Lebih lanjut, Bima secara terbuka mengakui bahwa pelaksanaan putusan MK itu bukan perkara mudah. Pasalnya, anggaran pendidikan yang harus disiapkan untuk menggratiskan pendidikan dasar, terutama di sekolah swasta, akan membengkak secara signifikan. Dan jika beban itu sepenuhnya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagian besar daerah akan kesulitan, bahkan terancam lumpuh secara fiskal.
“Pasti akan menyedot anggaran besar. Kalau semua dibebankan ke APBD, ya jujur saja, itu akan sangat berat. Belum mungkin diterapkan tahun ini,” ungkapnya.
Menurut Bima, keuangan daerah saat ini belum memiliki kapasitas untuk langsung mengakomodasi kebijakan yang bersifat nasional dan berdampak masif tersebut. Oleh karena itu, koordinasi dan sinergi dengan kementerian terkait menjadi sangat krusial untuk mencari jalan keluar.
Menyisir Pos Dana, Mencari Solusi
Sebagai langkah awal, Kementerian Dalam Negeri akan bekerja sama dengan Kemendikdasmen untuk melakukan pemetaan anggaran. Fokus utama dalam pembahasan itu adalah menyisir pos-pos dana yang memungkinkan untuk dialihkan atau dimanfaatkan demi mendukung pelaksanaan putusan MK secara bertahap dan berkeadilan.
“Kita akan cari celah-celah anggaran. Tidak hanya dari APBD, mungkin juga dari pusat. Kita ingin putusan ini bisa diterjemahkan secara realistis dan terukur, bukan sekadar formalitas,” ujar Bima.
Ia menekankan bahwa meskipun putusan MK merupakan amanat konstitusional yang harus dihormati, implementasinya tidak bisa instan. Diperlukan strategi fiskal yang matang agar tujuan pendidikan gratis tidak justru membebani daerah, atau menciptakan ketimpangan baru antarwilayah.
Sekolah Swasta Masih Bisa Tarik Biaya, Tapi…
Dalam amar putusannya, MK memang menyebutkan bahwa sekolah swasta tetap dapat memungut biaya dari peserta didik. Namun, ada syarat penting yang harus dipenuhi: pungutan itu harus disertai dengan bentuk kemudahan akses bagi masyarakat.
Artinya, sekolah swasta tak lagi bebas menetapkan biaya semena-mena. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu membangun mekanisme pengawasan agar pungutan itu tetap dalam koridor keadilan sosial dan tidak menghambat hak anak untuk mengenyam pendidikan dasar.
Sinyal Awal Reformasi Pendidikan?
Putusan MK ini bisa dilihat sebagai sinyal kuat untuk reformasi pendidikan yang lebih inklusif di Indonesia. Namun, tanpa kesiapan anggaran, komitmen politik, dan desain kebijakan yang komprehensif, niat baik tersebut bisa terhambat di tataran implementasi.
Bagi Bima Arya dan jajaran Kemendagri, pekan depan akan menjadi titik awal pembicaraan serius untuk menjawab tantangan ini. Rakyat menanti, dan masa depan jutaan anak Indonesia ada di garis depan keputusan ini.
(Mond)
#Pendidikan #SekolahGratis #Nasional #Kemendagri #Kemendikdasmen #PutusanMK