“Kami Tidak Lagi Hanya Angka”: Lebih dari 310 Staf UNRWA Tewas di Gaza, Dunia Didesak Bangkit
Asap dari bangunan yang hancur di Jalur Gaza terlihat dari Israel selatan, Senin, 26 Mei 2025. (AP/AP)
D'On, Gaza – Dalam bayang-bayang kehancuran yang nyaris total, dunia kini dihadapkan pada tragedi kemanusiaan yang semakin dalam: lebih dari 310 staf Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah gugur dalam serangan militer Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Angka ini bukan sekadar statistik melainkan cerita kehilangan, dedikasi, dan seruan pilu untuk keadilan.
“Tim UNRWA seharusnya tidak menjadi sasaran serangan,” tegas Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Rabu, 28 Mei 2025. Seruan ini muncul di tengah meningkatnya jumlah korban jiwa dari kalangan tenaga kemanusiaan, yang selama ini berdiri di garis depan menyelamatkan nyawa di tengah konflik brutal.
Kisah Kamal: Relawan yang Hilang, Ditemukan di Kuburan Massal
Salah satu kisah paling mengguncang adalah tentang Kamal, seorang staf senior UNRWA yang telah mendedikasikan lebih dari dua dekade hidupnya untuk melayani para pengungsi Palestina. Ia dinyatakan hilang selama berhari-hari, hingga akhirnya ditemukan pada 30 Maret 2025 tidak bernyawa, terkubur dalam kuburan massal bersama relawan dari Palang Merah Bulan Sabit Palestina (PRCS).
Hasil investigasi awal menunjukkan bahwa Kamal mengalami satu atau beberapa pukulan keras di bagian belakang kepala sebelum tubuhnya dikubur secara massal. “Nyawa Kamal terlalu berharga untuk diabaikan. Ia bukan hanya staf ia adalah simbol kemanusiaan dalam kegelapan perang,” kata Lazzarini, dengan nada duka dan marah yang tak tersamarkan.
Israel Bungkam, Dunia Bertanya
Meski UNRWA telah mengajukan permintaan resmi untuk klarifikasi kepada pemerintah Israel, hingga kini belum ada satu pun tanggapan. Diamnya Israel atas pembunuhan Kamal dan ratusan staf lainnya, menurut Lazzarini, menjadi cerminan dari kekebalan hukum yang dinikmati militer Israel dalam konflik ini.
“Kekebalan semacam ini hanya menyuburkan kekejaman lebih lanjut. Ini bukan hanya soal hukum ini soal kemanusiaan yang diinjak-injak,” ujarnya. UNRWA, bersama berbagai organisasi internasional, kini menyerukan investigasi independen dan transparan atas serangkaian kematian staf kemanusiaan yang terjadi dalam konteks konflik.
UNRWA: Target di Tengah Bencana
UNRWA, yang berdiri sejak 1949, bukan hanya sekadar lembaga bantuan. Bagi lebih dari 5,9 juta pengungsi Palestina di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Suriah, dan Lebanon, badan ini adalah satu-satunya harapan untuk hidup yang layak. Namun, sejak Oktober 2023, ketika operasi militer Israel mencapai puncaknya, fasilitas UNRWA kerap menjadi sasaran, bahkan ketika mereka berada di zona aman dan teridentifikasi jelas sebagai pusat kemanusiaan.
Menurut Bank Dunia, hampir 2,4 juta penduduk Gaza kini sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan bantuan yang perlahan mengering akibat kehancuran infrastruktur dan hilangnya para pekerja kemanusiaan.
54.000 Warga Sipil Gugur, Dunia Masih Bungkam
Dalam rentang delapan bulan terakhir, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina, mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, hingga penampungan darurat telah berubah menjadi puing-puing. Di tengah reruntuhan itu, staf UNRWA tetap bertahan hingga nyawa mereka pun ikut hilang.
Awan Gelap di Langit Diplomasi Internasional
Upaya internasional untuk menghentikan kekerasan belum menampakkan hasil. Meski pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, operasi militer Israel tetap berlangsung tanpa henti.
Di sisi lain, Mahkamah Internasional (ICJ) juga tengah menangani gugatan genosida terhadap Israel, menambah dimensi hukum atas konflik yang semakin membara ini.
Lebih dari Sekadar Angka
Kematian Kamal dan ratusan staf UNRWA lainnya bukan sekadar tragedi personal mereka adalah simbol dari sebuah sistem yang gagal melindungi nyawa yang paling rentan. Mereka adalah saksi bisu atas dunia yang membiarkan kemanusiaan dikorbankan atas nama politik dan kekuasaan.
“Setiap nama dalam daftar korban adalah seseorang yang memiliki keluarga, mimpi, dan pengabdian. Kami menolak menjadi statistik. Kami adalah manusia. Kami layak untuk hidup,” tutup Lazzarini dengan suara yang nyaris pecah oleh emosi.
Catatan: Krisis kemanusiaan di Gaza kini memasuki fase paling gelapnya. Sementara dunia internasional terus berdebat, para pekerja kemanusiaan membayar harga tertinggi dengan nyawa mereka. Pertanyaannya: Berapa banyak lagi yang harus gugur agar dunia benar-benar peduli?
(Mond)
#Internasional #Gaza #AgresiIsrael #UNRWA