Gelombang Mundur Massal Pengurus PSI Buleleng: Akhir Perjalanan Panjang di Tengah Ketidakpastian
Ketua DPD PSI Buleleng, I Komang Subrata Jaya.
D'On, Buleleng – Sebuah gelombang besar tengah mengguncang tubuh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Kabupaten Buleleng, Bali. Pada Kamis, 24 April 2025, para pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Buleleng bersama jajaran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dari berbagai kecamatan secara serentak menyatakan pengunduran diri mereka dari kepengurusan partai. Langkah dramatis ini menyusul mundurnya Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto, yang lebih dulu angkat kaki dari partai.
Satu pekan kemudian, tepatnya Kamis (1/5), Ketua DPD PSI Buleleng, I Komang Subrata Yasa, akhirnya angkat bicara mengenai keputusan yang ia sebut sebagai langkah berat, namun sudah lama dipertimbangkan. "Sejak 2019 saya sudah punya keinginan untuk berhenti. Tapi baru sekarang saya bisa benar-benar mengambil langkah ini," ujar Subrata dalam pernyataan terbuka yang penuh refleksi.
Menurut Subrata, keputusan ini bukan sekadar bentuk kekecewaan personal, tapi juga merupakan respons terhadap realitas politik yang semakin kompleks dan penuh tekanan. Ia menyoroti kerasnya persaingan antarpartai yang membuat medan politik menjadi ladang tempur yang melelahkan, ditambah lagi dengan minimnya dukungan dari pengurus pusat PSI yang selama ini, menurutnya, abai terhadap perjuangan di tingkat akar rumput.
"Politik itu pekerjaan yang menuntut tenaga, waktu, dan emosi. Saya merasa sudah waktunya kembali ke kehidupan pribadi mengurus keluarga dan bisnis yang selama ini saya kesampingkan," ungkapnya.
Subrata merupakan sosok sentral dalam perjalanan PSI di Buleleng. Ia adalah pendiri sekaligus arsitek awal yang membangun pondasi partai sejak 2015, ketika nama PSI belum sepopuler sekarang. Ia merekrut satu per satu kader, membentuk kepengurusan tingkat kecamatan, hingga menghidupkan kegiatan partai dengan keterbatasan sumber daya.
Namun, pengabdian selama satu dekade itu rupanya tak cukup untuk mendapatkan perhatian serius dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI. Ia menyebut bahwa selama ini tidak pernah ada dukungan anggaran operasional, apalagi fasilitas kantor. Semua aktivitas partai dibiayai secara swadaya oleh pengurus daerah.
“Kantor pun kami siapkan sendiri. Dari pusat tidak pernah ada anggaran, bahkan untuk kegiatan kecil pun tidak ada support. Kami merasa tidak dianggap,” ujar Subrata dengan nada getir.
Karena itu, ia pun tidak terlalu terkejut ketika sebagian besar pengurus DPC ikut mengundurkan diri setelah ia menyampaikan niatnya. Meski tidak sempat menggelar rapat koordinasi karena keterbatasan waktu, Subrata menghubungi para pengurus satu per satu lewat telepon. Respons mereka, katanya, cukup menggugah banyak yang menyatakan rasa terima kasih dan memilih ikut mundur sebagai bentuk solidaritas.
Sekretaris, bendahara, hingga pengurus kecamatan lainnya semuanya menyatakan mundur. “Saya merasa bangga bisa membentuk keluarga besar PSI Buleleng dari nol. Tapi saya juga kecewa karena perjuangan kami tidak direspons dengan layak oleh pusat,” katanya.
Menariknya, pasca pengunduran diri ini, Subrata mengaku sudah mulai dilirik oleh sejumlah partai politik lain. Namun, ia menegaskan belum tertarik untuk bergabung dengan partai manapun. Ia justru menyiratkan kemungkinan membangun partai baru, bila suatu saat kembali ke arena politik.
“Kalau pun harus kembali, saya ingin membangun dari awal lagi. Mungkin dengan semangat baru, visi baru, dan partai yang benar-benar berpihak pada daerah,” pungkasnya.
Gelombang pengunduran diri massal ini menjadi sinyal peringatan keras bagi PSI secara nasional. Ketika idealisme di daerah tidak lagi mendapatkan ruang dan dukungan, bukan tidak mungkin eksodus serupa terjadi di tempat lain. Apakah ini awal dari retaknya fondasi PSI? Atau hanya sebuah episode dari dinamika politik lokal? Waktu yang akan menjawab.
(KS)
#PSI #Politik #Bali