Breaking News

Dugaan Pemerasan Rp 53 Miliar di Kemenaker: Jejak Panjang Skandal Izin TKA yang Dibongkar KPK

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

D'On, Jakarta
– Gelombang baru dalam pemberantasan korupsi kembali mengguncang salah satu kementerian strategis di negeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mengusut praktik pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang diduga dilakukan oleh oknum di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Tidak tanggung-tanggung, nilai uang yang mengalir dari praktik ini mencapai angka fantastis: Rp 53 miliar. Skema korupsi ini diduga telah berlangsung senyap selama hampir lima tahun, sejak 2019.

Penyelidikan KPK mengungkap bahwa modus utama dari skandal ini berkisar pada pengurusan dokumen dan izin penggunaan TKA. Sejumlah pihak dalam kementerian ditengarai menjadikan proses administratif ini sebagai ladang pungutan liar yang sistematis dan terstruktur.

Pemeriksaan Bergulir: Satu per Satu Pegawai Dipanggil

Rabu, 28 Mei 2025 menjadi babak baru dalam upaya pembongkaran kasus ini. Tiga pegawai aktif Kemenaker diperiksa intensif oleh penyidik KPK sebagai saksi. Mereka adalah:

  • M Ariswan Fauzi (MAF) – Staf Tata Usaha Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) periode 2016–2025
  • Adhitya Narrotama (ADN) – Pengantar Kerja Ahli Muda
  • Angga Erlatna (AE) – Pengantar Kerja Ahli Muda

Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, ketiga saksi diperiksa untuk mendalami aliran uang yang diduga berasal dari agen-agen TKA, serta prosedur verifikasi dokumen yang digunakan untuk mengeluarkan izin kerja bagi tenaga kerja asing. “Semua saksi hadir dan kooperatif. Pemeriksaan difokuskan pada aliran dana dari agen TKA serta bagaimana verifikasi dokumen dilakukan apakah sesuai prosedur atau justru menjadi celah pemerasan,” ujar Budi.

Pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari agenda serupa pada Jumat, 23 Mei 2025, ketika KPK memanggil sejumlah pejabat tinggi, termasuk:

  • Hariyanto (H) – Staf Ahli Menteri dan eks Dirjen Binapenta
  • Suhartono (S) – Eks Dirjen Binapenta dan PKK
  • Wisnu Pramono – Direktur PPTKA periode 2017–2019
  • Devi Angraeni – Direktur PPTKA 2024–2025

Penelusuran berlanjut pada Senin dan Selasa (26–27 Mei 2025), di mana KPK memeriksa sejumlah staf teknis, analis, hingga mantan pegawai negeri sipil di lingkungan Kemenaker, termasuk Putri Citra Wahyoe, Gatot Widiartono, dan Berry Trimadya.

Rp 53 Miliar Dana Ilegal: Skema Pemerasan yang Sistematis

KPK menduga skema pemerasan ini melibatkan berbagai level birokrasi di Kemenaker. Sejak 2019, aliran dana yang dihasilkan dari 'pemungutan liar terselubung' tersebut telah mencapai setidaknya Rp 53 miliar. Jumlah ini diperkirakan masih bisa bertambah seiring penyidikan mendalam atas berbagai aset dan transaksi mencurigakan.

Modus utamanya adalah 'pemulusan' proses perizinan tenaga kerja asing, di mana agen-agen penyedia TKA diduga dipaksa membayar sejumlah uang demi mempercepat atau meloloskan dokumen-dokumen yang diajukan. Praktik ini tak hanya melanggar hukum, tapi juga mencoreng integritas lembaga dan merugikan iklim investasi yang sehat.

Delapan Tersangka dan Jejak Aset Mewah

Meski KPK telah menetapkan delapan orang tersangka, hingga kini identitas mereka belum diungkap secara resmi. KPK hanya menyampaikan bahwa mereka berasal dari berbagai posisi dalam struktur birokrasi Kemenaker, baik aktif maupun nonaktif.

Sebagai bagian dari pengusutan, KPK juga melakukan penggeledahan besar-besaran di delapan lokasi antara 20–23 Mei 2025. Dari penggeledahan ini, penyidik menyita 13 kendaraan mewah yang diduga dibeli dari hasil tindak pidana tersebut—terdiri dari 11 mobil dan 2 sepeda motor. Seluruh kendaraan disita dari kantor Kemenaker dan tujuh rumah milik pihak-pihak yang terlibat.

Langkah penyitaan ini menjadi awal dari proses penelusuran aset yang lebih luas, termasuk indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkelindan dengan kasus ini.

Berawal dari Laporan Masyarakat, Kini Jadi Kasus Besar

KPK menyebutkan bahwa penyelidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang masuk pada Juni 2024. Laporan tersebut kemudian dikembangkan hingga KPK menemukan pola sistemik dugaan korupsi dalam pengurusan izin TKA periode 2020–2023.

Dalam waktu kurang dari setahun, KPK mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menaikkan status kasus ke tahap penyidikan. Pada Mei 2025, penetapan tersangka diumumkan secara resmi meski identitas belum dibuka demi kepentingan penyidikan lanjutan.

KPK Imbau Kerja Sama, Proses Hukum Akan Terus Bergulir

Juru bicara KPK menyatakan bahwa lembaga antirasuah ini akan terus menggali aliran dana dan membongkar seluruh jejaring korupsi dalam kasus ini. "Kami mengimbau para pihak yang dipanggil, baik sebagai saksi maupun tersangka, untuk bersikap kooperatif. Penegakan hukum ini adalah bagian dari upaya memulihkan integritas sistem ketenagakerjaan nasional,” tegas Budi.

Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap praktik penyimpangan yang bisa terjadi bahkan dalam lembaga negara sekalipun. Bila terbukti, maka akan menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di sektor ketenagakerjaan yang pernah diungkap oleh KPK.

(Mond)

#KPK #Pemerasan #TKA #Korupsi