Dibalik Pintu Kost Mahasiswi: Dikeroyok Lima Teman, Dua Diduga Anak Anggota DPRD
D'On, Palembang — Malam yang seharusnya menjadi waktu istirahat bagi Kerren Julinda (19), mahasiswi asal Pagar Alam yang tengah menimba ilmu di Palembang, berubah menjadi mimpi buruk. Di balik dinding tipis kamar indekosnya di kawasan Demang Lebar Daun, Jumat malam (2/5/2025), Kerren menjadi korban pengeroyokan brutal yang diduga dilakukan oleh lima orang temannya sendiri. Ironisnya, dua di antaranya disebut sebagai anak dari anggota DPRD Kota Pagar Alam.
Menurut kesaksian Kerren, insiden ini berawal dari persoalan pribadi yang awalnya dianggap sepele: ia diduga membahas hubungan asmara salah satu terlapor berinisial S dengan sang kekasih. Meski telah menyampaikan permintaan maaf, niat baik Kerren justru dibalas dengan amarah yang memuncak.
"Aku cuma diam saat dia marah karena merasa bersalah," ucap Kerren dengan suara bergetar saat melaporkan kejadian ke Polrestabes Palembang, Sabtu (3/5/2025). "Tapi malah ditampar, didorong, dan kepalaku dihantam ke tembok."
Serangan fisik itu tak berhenti di situ. Di kamar kost yang sempit itu, Kerren mengaku dijambak, dicakar, dan dikeroyok secara bersamaan oleh kelima pelaku. Akibatnya, ia menderita luka memar di dahi dan hidung, lecet di tangan, serta bibir pecah. Kondisi fisiknya yang mengenaskan menjadi bukti nyata atas kekejaman yang dialaminya.
Yang lebih memilukan, para pelaku merekam aksi kekerasan itu dan dengan enteng mengunggahnya ke media sosial, seolah menjadikannya tontonan umum. Tak hanya rekaman, unggahan itu juga disertai dengan nada ancaman untuk melanjutkan kekerasan terhadap korban. “Saya masih takut. Mereka masih mengancam. Saya benar-benar trauma,” ujar Kerren sambil menahan tangis.
Di tengah trauma dan rasa takut, Kerren tetap berani melaporkan peristiwa itu ke pihak berwajib. Laporan diterima oleh SPKT Polrestabes Palembang dan akan diproses di bawah Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan.
“Laporan korban sudah diterima dan akan segera kami limpahkan ke satuan Reskrim untuk ditindaklanjuti,” ujar Panit III SPKT saat dikonfirmasi wartawan.
Sementara itu, publik mulai bereaksi atas kabar bahwa dua dari lima pelaku disebut sebagai anak anggota DPRD Pagar Alam. Jika benar, ini bukan hanya perkara kekerasan fisik, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan etika publik. Desakan agar kasus ini ditangani secara adil dan transparan mulai bermunculan, terutama agar tidak ada upaya perlindungan hukum karena status sosial para pelaku.
Kini, Kerren hanya menginginkan satu hal: keadilan. “Saya tidak ingin kejadian ini terulang, apalagi kepada orang lain. Saya hanya berharap hukum bisa melindungi saya,” tutupnya.
(Mond)
#Peristiwa #Pengeroyokan #Kriminal