Breaking News

DPR Desak KPK Usut Dugaan Penyimpangan di Kemendikbudristek

Nadiem Makarim Menteri Pendidikan 

D'On, Jakarta,-
Suasana rapat kerja Komisi X DPR bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memanas pada Rabu (5/6/2024). Emosi memuncak ketika anggota Komisi X dari Fraksi Demokrat, Anita Jacoba Gah, meluapkan kekesalannya terkait berbagai masalah di Kemendikbudristek.

Dalam rapat tersebut, Anita dengan tegas meminta Komisi X DPR untuk merekomendasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memeriksa penggunaan anggaran di Kemendikbudristek. "Saya minta Bapak Ibu pimpinan kita berikan rekomendasi kepada KPK untuk memeriksa APBN yang ada di Kemendikbudristek, karena ini banyak persoalan. PIP, KIP, dana BOS banyak yang bermasalah," ujarnya dengan nada tinggi.

Anggaran yang Dipertanyakan

Ketegangan meningkat saat Nadiem mengumumkan bahwa alokasi anggaran indikatif Kemendikbudristek untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 83 triliun, turun sekitar Rp 15 triliun dari anggaran tahun 2024. Nadiem mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 25 triliun untuk memenuhi kebutuhan operasional kementerian.

Anita tidak tinggal diam. Ia mengkritik penurunan anggaran ini dan mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran sebelumnya. "Pak Menteri dan jajaran yang saya hormati, kita semua mengetahui ada kekurangan anggaran sebesar Rp 15 triliun. Namun, mari kita koreksi diri. Apakah anggaran yang sudah diberikan begitu banyak pada 2024 sudah digunakan dengan baik atau tidak," tegasnya, merujuk pada berbagai ketimpangan dalam alokasi anggaran yang berdampak pada pendidikan di daerah-daerah.

Masalah Infrastruktur dan Guru

Anita juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap penyelesaian proyek infrastruktur sekolah. "Di Kabupaten Kupang, NTT, ada 17 sekolah yang dari 2021 sampai sekarang tidak terselesaikan. Ini sangat mengecewakan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Anita mengkritik penanganan masalah guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang belum menerima surat keputusan (SK) meskipun sudah lulus seleksi. "Provinsi NTT, mereka belum terima SK. Kedua, guru-guru daerah terpencil masih banyak yang belum terima juga tunjangannya," keluhnya, menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh para guru di daerah terpencil.

Proses Verifikasi yang Bermasalah

Kemudian, Anita menyentil masalah proses verifikasi dan validasi data dalam dunia pendidikan yang menurutnya tidak berjalan dengan baik. "Loh, Anda sebagai kementerian mau tidak dilakukan verifikasi oleh dinas? Jangan suruh dinas apa yang kita usulkan dilakukan, harus dilakukan verifikasi oleh dinas. Kita ini lembaga tinggi negara, wakil rakyat. Kita yang menentukan anggaran di Indonesia ini," katanya dengan emosi yang semakin meningkat.

Ketidakmerataan Pendidikan

Isu ketidakadilan sosial dalam pendidikan menjadi puncak kritik Anita. Ia menuding kementerian gagal menciptakan pemerataan akses pendidikan di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). "Daerah-daerah yang sudah ada internetnya diberikan terus, tetapi daerah 3T yang tidak ada internetnya dibiarkan begitu saja. Mana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Pak Menteri?" tanyanya retorik, menuntut penjelasan mengenai ketidakmerataan akses pendidikan.

Tuntutan Tindakan Konkret

Rapat berakhir tanpa jawaban yang memuaskan dari Nadiem Makarim, yang terlihat terkejut dengan ledakan emosi dari Anita. Kekhawatiran mengenai penggunaan anggaran dan ketidakmerataan akses pendidikan masih menjadi perhatian utama Komisi X DPR.

Kritik tajam yang dilontarkan Anita menggarisbawahi urgensi reformasi di Kemendikbudristek untuk memastikan transparansi anggaran dan pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia, khususnya di daerah-daerah terpencil yang masih tertinggal.

(*)

#NadiemMakarim #Kemendikbudristek #DPR #KPK