Viral Video Panggul Beras di Lokasi Banjir, Zulhas: “Saya Sudah Terbiasa Sejak Kecil”

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengunjungi lokasi banjir bandang di Padang, Minggu (1/12/2025). (Dok Kemenko Pangan)
D'On, Jakarta – Video Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang tampak memanggul karung beras saat meninjau korban banjir di Sumatra, mendadak viral di media sosial. Aksi tersebut menuai beragam respons publik—mulai dari pujian hingga sindiran. Menanggapi hal itu, pria yang akrab disapa Zulhas menegaskan bahwa tindakannya sama sekali bukan pencitraan, melainkan bagian dari kebiasaan hidup yang telah ia jalani sejak masa kanak-kanak.
Dalam acara Arah Bisnis 2026: Menuju Kedaulatan Ekonomi di Jakarta, Senin (8/12/2025), Zulhas membuka kisah personal tentang nilai berbagi yang diwariskan langsung oleh ibunya sejak ia masih kecil.
“Saya itu diperintah almarhum ibu saya, setiap hari harus memberi bantuan kepada orang lain. Itu sudah jadi kewajiban sejak kecil,” ujar Zulhas di hadapan peserta acara.
Menurutnya, pesan sang ibu bukan sekadar nasihat moral, melainkan laku hidup yang benar-benar ia jalani hingga kini. Bagi Zulhas, ukuran keberhasilan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh jabatan atau kekuasaan, tetapi oleh sejauh mana ia bisa bermanfaat bagi sesama, baik saat berada dalam kondisi lapang maupun sulit.
Berbagi Sejak Usia Enam Tahun, Jauh Sebelum Terjun ke Politik
Zulhas mengungkapkan bahwa kebiasaan berbagi itu telah ia jalani sejak usia enam tahun, jauh sebelum dirinya mengenal dunia politik, apalagi pemerintahan. Tradisi itu, menurutnya, terus ia pertahankan hingga sekarang.
Setiap kali melakukan kunjungan kerja ke daerah, ia hampir selalu membawa beras kemasan 5 kilogram untuk dibagikan langsung kepada warga. Jumlahnya pun tidak sedikit.
“Bisa 500, bisa 1.000 karung. Isinya 5 kilogram. Saya gotong sendiri, itu biasa,” katanya.
Tak hanya beras, Zulhas juga mengaku selalu membawa uang tunai di dalam tasnya, yang hampir pasti habis dibagikan setiap kali ia turun ke lapangan. Ia bahkan pernah viral dan dihujat karena membagikan uang secara langsung kepada warga.
“Saya pernah dihujat karena bagi uang. Waktu itu sampai masuk acara Najwa Shihab,” katanya sambil tersenyum.
Bagi Zulhas, semua kritik itu adalah bagian dari risiko berada di ruang publik. Namun, ia menegaskan niatnya tetap sama: membantu masyarakat secara langsung, terutama mereka yang sedang tertimpa musibah.
Menanggapi Hujatan dengan Humor dan Ajakan Solidaritas
Terkait hujatan yang kembali muncul akibat video panggul beras tersebut, Zulhas memilih untuk menanggapinya dengan santai. Ia mengaku tidak pernah mempersoalkan ejekan yang datang, bahkan kerap menjadikannya bahan candaan.
Ia bercerita tentang pengalamannya saat disapa dua ibu-ibu ketika sedang berolahraga. Mereka menggoda dirinya karena tidak sedang memanggul beras seperti yang viral di media sosial.
“Saya jawab, saya lagi olahraga karena capek gotong beras. Ketawa semua,” tuturnya.
Zulhas menegaskan bahwa ia sama sekali tidak keberatan jika dirinya dicemooh. Yang terpenting baginya adalah kepedulian terhadap masyarakat korban bencana.
“Mau ngatain saya, enggak ada masalah. Saya maafkan. Tapi tolong, bantulah saudara-saudara kita di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara,” ujarnya dengan nada serius.
Swasembada Pangan Disebut Kunci Kedaulatan Bangsa
Dalam kesempatan yang sama, Zulhas juga kembali menegaskan pentingnya swasembada pangan sebagai fondasi utama kedaulatan nasional. Menurutnya, jika Indonesia mampu mandiri di sektor pangan, maka sepertiga permasalahan bangsa dapat diselesaikan, terutama kemiskinan.
“Tidak ada negara maju yang menggantungkan pangan dari impor. Swasembada itu kedaulatan. Kedaulatan itu kehormatan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa kelompok masyarakat termiskin di Indonesia masih terkonsentrasi di sektor pertanian, nelayan, dan peternakan. Karena itu, membangun kemandirian pangan otomatis akan berdampak langsung pada pengurangan kemiskinan struktural.
“Yang miskin itu pertanian. Nomor dua nelayan, nomor tiga peternakan. Kalau pangan berdaulat, sepertiga masalah kita bisa selesai,” kata Zulhas.
Ongkos Produksi Mahal, Indonesia Terjebak Ketergantungan Impor
Zulhas juga menyoroti tingginya biaya produksi pangan di dalam negeri yang menjadi penghambat utama tercapainya swasembada. Untuk menghasilkan 1 kilogram beras, ongkos produksi di Indonesia bisa mencapai Rp 13.000, jauh lebih mahal dibanding Vietnam yang hanya sekitar Rp 4.000 per kilogram.
Perbedaan yang mencolok ini membuat harga pangan nasional sulit bersaing dan membuka lebar pintu ketergantungan impor.
Situasi serupa terjadi pada komoditas gula. Indonesia membutuhkan ongkos produksi Rp 13.000 hingga Rp 15.000 per kilogram, sementara Thailand hanya sekitar Rp 3.000 per kilogram.
“Jaraknya jauh sekali. Dengan kondisi seperti ini, kita sulit maju dan akhirnya terus bergantung pada impor,” ujarnya.
Menurut Zulhas, tantangan terbesar pemerintah saat ini adalah menekan ongkos produksi, memperkuat petani, nelayan, dan peternak, serta membangun sistem pangan nasional yang efisien dan berdaulat.
Antara Aksi Sosial dan Agenda Besar Pangan Nasional
Viralnya video Zulhas memanggul karung beras bukan sekadar potret aksi kemanusiaan di tengah bencana, tetapi juga membuka kembali perdebatan tentang relasi aksi simbolik, kepedulian sosial, dan agenda besar kedaulatan pangan nasional.
Bagi Zulhas sendiri, semua itu bermuara pada satu prinsip: membantu tidak perlu menunggu sempurna, dan berbagi tidak membutuhkan panggung.
Di tengah bencana, kritik, dan tantangan besar pangan nasional, ia memilih tetap berjalan dengan keyakinan yang telah ia pegang sejak kecil bahwa memberi adalah kewajiban, bukan pencitraan.
(L6)
#Zulhas #Viral #Peristiwa