Breaking News

Surat Tegas Cak Imin ke Bahlil dan Raja Juli: Saatnya Tobat Nasuha Soal Banjir Sumatera

Menko PM Muhaimin Iskandar 

D'On, Jakarta - Menko PM Muhaimin Iskandar menggoyang meja kabinet.
Bukan dengan kemarahan, melainkan dengan secarik surat yang ia kirimkan sendiri kepada tiga koleganya: Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq.

Dalam surat itu, ada satu ajakan yang nadanya tak biasa lebih menyerupai lonceng tanduk panjang yang dibunyikan di tengah hutan basah: evaluasi total, tanpa tedeng aling-aling.

Langkah ini lahir dari duka bertubi-tubi: banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Aceh. Seakan setiap wilayah di ujung barat Nusantara digilir oleh air yang jatuh bersama murka.

Berbicara dalam Workshop Kepala Sekolah SMK untuk program SMK Go Global di Bandung, Senin 1 Desember 2025, Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin menjelaskan bahwa ajakan tersebut bukan sekadar imbauan moral. Di hadapan para pendidik, ia menyematkan istilah yang bagi warga Nahdliyin sarat makna batin: Tobat Nasuha.

“Sebagai wujud komitmen dan kesungguhan kita sebagai pemerintah. Bahasa NU-nya, Tobat Nasuha. Itu kuncinya,” ujar Cak Imin dari podium, seperti terlihat dalam siaran YouTube Kemenko Pemberdayaan Masyarakat.

Namun “tobat” dalam konteks pemerintah bukan ritual yang diucapkan, melainkan audit atas jejak kebijakan menggeser bangku, membalik meja, dan memeriksa setiap keputusan yang pernah ditandatangani terkait tata kelola alam.

Ia menegaskan bahwa bencana demi bencana bukan sekadar tanda alam yang tergelincir, tetapi akumulasi kelalaian manusia kelalaian yang menurutnya telah membuat “kiamat” tidak lagi metaforis.

“Dari sejak kita berpikir, melangkah, dan berbuat. Kiamat bukan sudah dekat. Kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri,” ucapnya, tajam seperti udara dingin yang mengiris pegunungan Sumatra.

Ketua Umum PKB tersebut menyoroti bahwa setiap akhir tahun, kalender Indonesia seperti membawa kutukan berulang: hujan ekstrem, tanah runtuh, sungai meluap, lalu korban meninggal yang jumlahnya bertambah seperti deretan angka yang enggan berhenti.

Siklus ini, tegasnya, harus diputus, dan satu-satunya cara adalah membangun ulang cara berpikir pemerintah terhadap alam dari hulu hingga hilir, dari izin lahan hingga pengawasan, dari ambisi ekonomi hingga batas-batas kesanggupan bumi menopangnya.

“November–Desember ini selalu jadi musim rawan. Maka, kebijakan-kebijakan harus dievaluasi total supaya November tahun depan tidak mengulang halaman yang sama,” tutupnya.

Nada itu bukan ancaman, bukan pula ratapan melainkan peringatan yang datang dari tengah badai: bahwa negara harus berhenti menambal banjir dengan pidato, dan mulai membedah akar kerusakannya sampai tuntas.

(L6)

#CakImin #Nasional #BahlilLahadalia #RajaJuliAntoni