Breaking News

Sopir Bus Cahaya Trans Jadi Tersangka Laka Maut di Tol Krapyak Semarang, 16 Penumpang Tewas

Gilang Ihsan Faruq, sopir bus yang jadi tersangka kecelakaan maut tertunduk saat dihadirkan dalam konferensi pers pada Selasa malam.

D'On, SEMARANG
— Tragedi kecelakaan maut yang merenggut 16 nyawa penumpang bus Cahaya Trans di Exit Tol Krapyak, Kota Semarang, akhirnya memasuki babak hukum. Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang resmi menetapkan sopir bus sebagai tersangka setelah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam.

Sopir bernama Gilang Ihsan Faruq (22), yang masih tergolong muda dan minim pengalaman, dihadirkan dalam konferensi pers di Pos Satlantas Polrestabes Semarang, kawasan Simpang Lima, Selasa malam (23/12/2025). Gilang tampak mengenakan baju tahanan berwarna merah dengan tangan terborgol. Pelipis kirinya masih diperban, menandakan luka yang ia alami saat kecelakaan terjadi.

Penetapan Tersangka Berdasarkan Gelar Perkara

Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol. Muhammad Syahduddi, menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menggelar perkara dan menemukan bukti permulaan yang cukup.

“Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, baik dari penumpang selamat, pihak perusahaan otobus, maupun saksi di sekitar lokasi kejadian. Barang bukti terkait kendaraan dan kondisi TKP juga telah diamankan,” ujar Syahduddi.

Menurutnya, seluruh rangkaian pemeriksaan mengarah pada dugaan kuat adanya kelalaian dalam mengemudi yang berujung pada kecelakaan fatal.

Kronologi Detik-detik Kecelakaan

Syahduddi memaparkan, kecelakaan terjadi ketika bus melaju dengan kecepatan cukup tinggi di jalur Simpang Susun Tol Krapyak, Senin (22/12/2025) sekitar pukul 00.30 WIB. Bus tersebut baru saja keluar dari ruas tol setelah menempuh perjalanan panjang dari Jawa Barat.

“Sopir tidak sempat melakukan pengereman. Ia hanya berupaya menurunkan persneling, namun upaya tersebut gagal,” jelasnya.

Dalam situasi panik, Gilang kemudian melakukan manuver mendadak dengan membanting setir ke arah kiri. Namun nahas, saat itu posisi bus berada di lajur kanan, sehingga kendaraan kehilangan keseimbangan.

“Manuver mendadak tersebut menyebabkan kendaraan kehilangan kontrol, terguling, dan terjadilah kecelakaan,” kata Syahduddi.

Hasil olah tempat kejadian perkara menunjukkan tidak ditemukan bekas pengereman di lokasi kecelakaan, memperkuat dugaan bahwa bus melaju tanpa pengendalian optimal sebelum terguling.

Minim Pengalaman dan Tidak Kenal Medan

Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa Gilang baru bekerja sebagai sopir bus selama satu hingga dua bulan. Ia juga mengaku baru dua kali melintasi jalur Simpang Susun Krapyak, sehingga belum memahami karakter jalan yang memiliki kontur dan tikungan khas.

“Yang bersangkutan merupakan sopir cadangan. Sopir utama saat itu sedang beristirahat,” ungkap Kapolrestabes.

Meski demikian, polisi memastikan bahwa Gilang tidak dalam kondisi mengantuk ketika kecelakaan terjadi. Faktor kelelahan tidak ditemukan dalam hasil pemeriksaan awal.

Perjalanan Panjang Sebelum Tragedi

Bus Cahaya Trans diketahui berangkat dari rest area KM 102 Subang, Jawa Barat, sekitar pukul 21.00 WIB. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, bus memasuki wilayah Semarang dan mengalami kecelakaan fatal sesaat setelah keluar dari tol.

Benturan keras dan posisi bus yang terbalik menyebabkan korban mengalami luka berat. Sebanyak 16 penumpang dinyatakan meninggal dunia, seluruhnya akibat cedera parah di bagian kepala, berdasarkan hasil pemeriksaan medis.

Tragedi ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan kembali menyoroti persoalan keselamatan transportasi darat, khususnya bus antarkota.

Permintaan Maaf Sopir

Dalam konferensi pers tersebut, Gilang tampak tertunduk dan dengan suara bergetar menyampaikan permohonan maaf kepada para korban dan keluarga yang ditinggalkan.

“Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga korban atas kelalaian saya dalam mengemudi yang mengakibatkan mereka kehilangan anggota keluarga. Saya benar-benar menyesal,” ucapnya.

Terancam Hukuman Berat

Atas perbuatannya, Gilang dijerat Pasal 310 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur kelalaian pengemudi hingga mengakibatkan korban luka berat dan meninggal dunia.

Kasus ini masih terus dikembangkan. Polisi juga membuka kemungkinan menelusuri tanggung jawab pihak perusahaan otobus, terutama terkait sistem rekrutmen, pelatihan sopir, serta manajemen keselamatan perjalanan.

Tragedi Tol Krapyak menjadi pengingat pahit bahwa satu kelalaian di balik kemudi dapat berujung pada hilangnya banyak nyawa  dan meninggalkan luka mendalam bagi banyak keluarga.

(K)

#Peristiwa #Kecelakaan #POCahayaTrans