Breaking News

Perumda Air Minum Kota Padang Berjibaku di Tengah Bencana: Ketika Dedikasi Mengalir Lebih Deras dari Air

Kantor Perumda Air Minum Kota Padang (Dok: Mond)

D'On, Padang
- Di tengah dentum hujan yang tak kenal jeda dan aroma tanah basah yang masih menyimpan sisa-sisa kepanikan banjir bandang, para petugas Perumda Air Minum Kota Padang kembali turun ke garis depan. Mereka bukan sekadar teknisi mereka adalah penjaga denyut kehidupan kota, yang malam-malamnya lebih sering ditemani senter dan lumpur ketimbang lampu kamar.

Tigabelas intake Perumda porak-poranda dihantam banjir bandang. Pipa-pipa menganga, fondasi roboh, dan aliran air menuju rumah warga terancam terputus. Namun pada saat banyak orang memilih berteduh, mereka justru memilih maju. Seperti barisan yang memahami bahwa air tidak hanya soal kebutuhan, tapi juga soal harapan.

Bekerja di Bawah Langit yang Tidak Bersahabat

Di Kelurahan Sawahan Timur, malam itu warganya sempat pasrah. Mereka mengira aliran air akan macet berhari-hari. Namun suara mesin pompa dan teriakan koordinasi dari lokasi perbaikan menjadi pertanda lain: para petugas Perumda Air Minum sedang bekerja, meski hujan seakan ingin menghapus jejak mereka.

Kami melihat sendiri bagaimana para petugas berjuang. Ada yang berdiri di air selutut, ada yang memanggul pipa besar. Itu bukan pekerjaan biasa itu keberanian,” kata Yoza, Ketua RT 003/005 Sawahan Timur. Suaranya terdengar seperti seseorang yang baru saja menyaksikan cerita heroik di halaman rumahnya sendiri.

“Kasihan, mereka basah kuyup, tapi tetap lanjut sampai malam,” ujar Rida (41), seorang ibu rumah tangga yang sejak sore berdiri di tepi jalan, memperhatikan proses perbaikan.

Petugas Perumda Air Minum Kota Padang Berjibaku Bersihkan Lumpur Pasca Banjir Padang 


Direktur Utama Turun Langsung: Kepemimpinan yang Mengakar ke Lumpur

Di balik seluruh koordinasi itu, ada sosok yang juga memilih tidak tinggal di ruang rapat: Direktur Utama Perumda Air Minum Kota Padang, Hendra Pebrizal, yang turun langsung memantau kondisi intake di tengah cuaca ekstrem. Kehadirannya bukan seremoni lebih seperti upaya memastikan bahwa setiap keputusan diambil dari tanah tempat masalah itu tumbuh.

Kami memang harus turun, melihat kendala secara nyata. Ini bukan hanya soal perbaikan teknis, tapi memastikan air kembali mengalir ke rumah warga secepat mungkin,” ujar Hendra. Tanah, hujan, dan genangan menjadi latarnya.

Warga Sawahan Timur melihat hal ini sebagai bukti bahwa pelayanan bukan hanya slogan. “Kalau pimpinannya mau turun ke lapangan, biasanya petugasnya memang punya semangat lebih. Dan itu yang kami lihat tadi malam,” tambah Adlan (29), pemilik usaha makanan yang bergantung pada suplai air.

Luka 13 Intake, Semangat Tak Ada yang Retak

Kerusakan 13 intake sejatinya merupakan pukulan telak bagi sistem distribusi air. Namun yang mengejutkan warga bukanlah skala kerusakannya, melainkan kecepatan perbaikannya.

“Begitu banjir surut sedikit, mereka langsung bergerak. Tidak menunggu cuaca membaik,” tutur Rina (37). “Saya sampai heran, karena tiba-tiba air sudah mengalir lagi ke rumah kami.”

Beberapa petugas bahkan bekerja lebih dari 12 jam tanpa pulang. Ada yang menggigil, ada yang berlumpur dari kepala sampai kaki, namun mereka tetap mengencangkan baut dan menyambung pipa seakan-akan kota bergantung pada detik-detik itu. Karena memang itulah kenyataannya.

Ketika Pelayanan Menjadi Cerita Kemanusiaan

Ada momen kecil yang tertangkap oleh warga: seorang petugas berhenti sebentar untuk meniup lumpur yang menutup lubang pipa, lalu kembali memasang dengan ketelitian seorang ahli bedah. Bukan adegan dramatis, tetapi cukup untuk membuat warga sadar bahwa pelayanan publik pun punya kisah-kisah sunyinya sendiri.

Kami bukan hanya bekerja untuk sistem. Kami bekerja untuk keluarga-keluarga di rumah. Itu yang membuat kami tetap maju, meski hujan dan risiko cukup besar,” kata salah satu petugas yang enggan disebutkan namanya.

Terima Kasih yang Mengalir Balik

Terima kasih Perumda Air Minum Kota Padang. Kerja keras kalian terlihat. Kami benar-benar menghargai itu,” ujar Yoza, menutup kesaksiannya dengan tatapan yang sulit dibantah: tatapan seseorang yang menyaksikan dedikasi tanpa skenario.

Warga Sawahan Timur bukan satu-satunya yang mengapresiasi perjuangan ini. Ratusan pelanggan lain mengirim pesan, unggahan media sosial, dan bahkan membantu logistik kecil-kecilan untuk para petugas.

Seolah-olah, ketika aliran air kembali mengalir, rasa terima kasih pun ikut mengalir  jauh lebih deras, lebih hangat, dan lebih manusiawi.

Kota yang Bertahan Berkat Orang-Orang di Baliknya

Banjir bandang boleh saja merusak pipa, meruntuhkan intake, atau memperkeruh sungai. Namun ia gagal meretakkan semangat para petugas Perumda Air Minum Kota Padang yang memilih berdiri di garis depan. Di tengah bencana, mereka membuktikan bahwa pelayanan bukan sekadar tugas, melainkan janji.

Sementara warga Padang kembali menyalakan keran mereka dan mendengar suara air pertama yang jatuh ke bak mandi, mungkin hanya ada satu hal yang terlintas di benak mereka:

Ada orang-orang yang bekerja keras agar suara itu tetap terdengar.

(Mond)

#PerumdaAirMinum #Padang