Breaking News

Perpol Kapolri Dinilai Berpotensi Lahirkan Konflik Kepentingan

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah)

D'On, Jakarta -
 Di tengah komitmen reformasi sektor keamanan dan penguatan supremasi sipil, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 justru memantik kontroversi serius. Aturan yang diteken langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu dinilai berpotensi membuka ruang konflik kepentingan, memperluas pengaruh kelembagaan Polri ke ranah sipil, serta bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengatur penugasan anggota Polri aktif di luar struktur organisasi kepolisian, baik di dalam maupun luar negeri. Secara spesifik, regulasi tersebut membuka jalan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan manajerial dan nonmanajerial di 17 kementerian dan lembaga negara, tanpa kewajiban mengundurkan diri atau pensiun dari institusi kepolisian.

SETARA Institute: Ancaman terhadap Reformasi Polri

SETARA Institute menilai kebijakan tersebut sebagai langkah mundur dalam agenda reformasi Polri pasca-Reformasi 1998. Alih-alih memperkuat fungsi utama kepolisian seperti pemolisian demokratis, penegakan hukum berbasis hak asasi manusia (HAM), serta peningkatan profesionalisme sumber daya manusia Perpol ini justru dinilai mendorong ekspansi kekuasaan institusional Polri ke wilayah sipil.

“Daftar 17 kementerian dan lembaga itu berpotensi mengalihkan fokus institusi Polri dari tugas utamanya, sekaligus melahirkan berbagai konflik kepentingan,” tegas Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, dalam keterangan resmi, Jumat (12/12/2025).

Menurut Ikhsan, penempatan polisi aktif di jabatan sipil berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan, mengaburkan batas antara otoritas sipil dan aparat keamanan, serta melemahkan prinsip akuntabilitas demokratis.

“Kemajuan Kecil”, tapi Minim Pembatasan

Meski kritis, SETARA Institute mengakui Perpol ini memiliki satu sisi positif: adanya upaya formalisasi aturan yang sebelumnya bersifat abu-abu. Sejak Undang-Undang Polri Tahun 2002 diberlakukan, daftar kementerian dan lembaga yang dapat diisi anggota Polri sebenarnya telah ada, namun tanpa batasan teknis yang jelas.

Namun, menurut SETARA, Perpol ini gagal menjawab persoalan krusial.

“Harus ada pembatasan yang tegas, mulai dari relevansi jabatan, jumlah maksimal anggota Polri yang dapat ditempatkan, jenis jabatan yang boleh diduduki, hingga batas waktu penugasan,” ujar Ikhsan.
Tanpa pembatasan tersebut, kebijakan ini berisiko menciptakan ‘migrasi diam-diam’ anggota Polri ke jabatan sipil, sekaligus merugikan jenjang karier aparatur sipil negara (ASN) di kementerian dan lembaga terkait.

Mahfud MD: Bertentangan dengan Putusan MK

Kritik keras juga datang dari Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Ia secara tegas menyatakan bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

Menurut Mahfud, MK telah menegaskan konstitusionalitas Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri:
anggota Polri yang akan menduduki jabatan di institusi sipil wajib mengundurkan diri atau pensiun dari kepolisian.

“Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri. Jika polisi aktif masuk ke institusi sipil, maka harus berhenti atau pensiun,” tegas Mahfud saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (14/12/2025).

Mahfud menilai Perpol tersebut berpotensi mengabaikan dan bahkan melangkahi putusan MK, yang bersifat final dan mengikat. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mencederai prinsip negara hukum dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Daftar 17 K/L dan Kewenangan Kapolri

Dalam Bab II Pasal 2, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengatur bahwa Pelaksana Tugas Anggota Polri dapat menduduki jabatan di dalam maupun luar negeri.
Pasal 3 huruf b bahkan membuka peluang penempatan anggota Polri di organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing di Indonesia.

Sementara itu, untuk penugasan dalam negeri, 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota Polri antara lain:

  • Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan
  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Kementerian Hukum
  • Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
  • Kementerian Kehutanan
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan
  • Kementerian Perhubungan
  • Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
  • Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
  • Lembaga Ketahanan Nasional
  • Otoritas Jasa Keuangan
  • PPATK
  • BNN
  • BNPT
  • BIN
  • BSSN
  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Lebih jauh, Pasal 19 memberikan kewenangan luas kepada Kapolri untuk menerbitkan keputusan dan surat perintah penugasan anggota Polri, baik di dalam maupun luar negeri.

Ironisnya, Perpol ini diteken setelah Mahkamah Konstitusi secara eksplisit melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun.

Tarik Ulur Kekuasaan dan Masa Depan Reformasi Polri

Kontroversi Perpol Nomor 10 Tahun 2025 menegaskan masih kuatnya tarik ulur antara semangat reformasi dan kecenderungan ekspansi kekuasaan aparat keamanan ke ranah sipil. Tanpa koreksi serius, kebijakan ini dikhawatirkan bukan hanya melemahkan reformasi Polri, tetapi juga menggerus prinsip supremasi sipil dan konstitusionalisme di Indonesia.

Publik kini menanti: apakah Perpol ini akan direvisi, diuji secara hukum, atau justru menjadi preseden baru yang mengaburkan batas antara aparat keamanan dan birokrasi sipil.

(T)

#Perpol #Nasional #SETARAInstitute #MahfudMD