Nelayan Lampung Resah: Kayu Gelondongan Kapal Sumbar Terdampar Sebulan, Ganggu Pelayaran dan Ancam Mata Pencarian

Kapal Tongkang bermuatan kayu terdampar di Pantai Tanjung Setia, Pesisir Barat. | Foto: Istimewa
D'On, Pesisir Barat, Lampung — Sudah hampir sebulan nelayan di pesisir Tanjung Setia, Kabupaten Pesisir Barat, hidup dalam kegelisahan. Bukan karena cuaca ekstrem atau kondisi laut yang tak menentu, melainkan oleh tumpukan kayu gelondongan yang terus terdampar di sepanjang bibir pantai. Kayu-kayu berukuran besar itu diduga berasal dari kapal tongkang bermuatan log asal Sumatra Barat yang kandas pada 6 November 2025 lalu.
Bagi warga pesisir, kondisi itu bukan lagi sekadar pemandangan mengganggu melainkan ancaman nyata terhadap keselamatan dan keberlangsungan ekonomi mereka.
Malam Tanpa Tidur Para Nelayan
Di sebuah gubuk kecil dekat dermaga tradisional, Zainal, salah satu nelayan setempat, menceritakan bagaimana tumpukan kayu yang hanyut membuat warga harus bergiliran berjaga setiap malam.
“Kalau gelombang besar, mayoritas kayu hanyut dan bisa menabrak kapal. Sudah hampir satu bulan kami tidur tak nyenyak. Perahu harus dijaga, tidak bisa ditinggal,” ungkapnya.
Kayu-kayu berdiameter hingga puluhan sentimeter itu bergulir mengikuti ombak, menghantam apa saja yang berada di jalurnya. Untuk nelayan seperti Zainal, yang hanya mengandalkan perahu kecil bermesin tempel, benturan satu batang kayu saja sudah cukup membuat kerusakan besar.
Perahu Rusak, Nelayan Enggan Melaut
Menurut Zainal, kejadian ini bukan hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga kerugian langsung. Pada pekan-pekan awal pasca tongkang kandas, sejumlah perahu milik nelayan di Tanjung Setia rusak setelah dihantam kayu yang terhempas ke tepi pantai.
“Banyak teman-teman nelayan yang takut keluar berlayar. Kalau cuaca jelek, kayu bisa tiba-tiba muncul dan menghantam perahu. Hasil tangkapan pun turun. Padahal ini satu-satunya mata pencarian kami,” ujarnya.
Dalam kondisi normal, nelayan di Tanjung Setia bisa melaut setiap hari untuk menangkap ikan karang dan ikan pelagis kecil yang banyak terdapat di wilayah itu. Namun kini, aktivitas melaut lebih banyak dihentikan, sementara kebutuhan hidup tetap berjalan.
Harapan Ada Kompensasi dan Solusi Jangka Panjang
Warga menilai pihak perusahaan pemilik tongkang semestinya turun tangan untuk bertanggung jawab atas dampak yang terjadi. Zainal menyebut sebagian besar nelayan mengalami penurunan pendapatan yang drastis sejak tongkang kandas.
“Kalau bisa ada kompensasi. Banyak perahu tidak bisa melaut. Bukan hanya kami rugi waktu, tapi juga kebutuhan sehari-hari jadi terhambat,” katanya.
Ia juga mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait segera mencari jalan keluar konkret agar kayu-kayu yang terus terdampar tidak lagi mengancam keselamatan nelayan.
Belum Ada Penanganan Menyeluruh
Hingga kini, para nelayan mengaku belum melihat upaya signifikan dari pihak perusahaan ataupun pemerintah untuk membersihkan kayu gelondongan yang semakin menumpuk di beberapa titik pesisir. Sebagian kayu sempat dikumpulkan, namun jumlahnya terus bertambah karena sebagian lainnya masih hanyut di lautan dan terseret gelombang ke pantai.
Di musim gelombang tinggi seperti saat ini, keberadaan kayu log menjadi semakin berbahaya. Selain merusak kapal, kayu juga dapat mengganggu jalur wisata bahari di kawasan Tanjung Setia, yang terkenal sebagai destinasi selancar internasional.
Ancaman Ekonomi dan Sosial di Pesisir Barat
Situasi ini menambah daftar tekanan ekonomi bagi masyarakat pesisir. Penurunan hasil tangkapan, biaya perbaikan kapal yang rusak, hingga ketakutan berlayar telah membuat banyak keluarga nelayan berada dalam posisi sulit.
Warga berharap pemerintah dapat mengambil tindakan cepat, mulai dari membersihkan kayu-kayu, memastikan tanggung jawab perusahaan tongkang, hingga memberikan kompensasi atau bantuan sosial jangka pendek.
(Geh)
#KayuGelondongan #Peristiwa #Lampung