Breaking News

Mensesneg: Warga Boleh Manfaatkan Kayu Gelondongan Bekas Banjir Sumatera, Asal Koordinasi dengan Pemerintah

Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana banjir dan longsor di Aceh Tamiang mengakibatkan kerusakan sebanyak 2.800 unit rumah, 127 fasilitas umum, 62 gedung atau kantor, 54 fasilitas pendidikan, 40 fasilitas kesehatan, 33 rumah ibadah, dan dua jembatan. Tampak dalam foto, warga beristirahat sambil mencari sisa-sisa rumah mereka yang terkubur di bawah tumpukan pohon tumbang yang disapu banjir bandang, di desa Lintang Baru di Aceh Tamiang, Sumatera Utara, pada Kamis 11 Desember 2025. (Aditya Aji/AFP)

D'On, Jakarta 
— Pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir besar di sejumlah wilayah Sumatera. Namun, pemanfaatan tersebut tidak boleh dilakukan secara sepihak dan harus melalui koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar tetap tertib, legal, dan mendukung proses rehabilitasi pascabencana.

Penegasan ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers terkait pemulihan situasi pascabencana yang digelar di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

“Jadi, kalau masyarakat ingin memanfaatkan, tentunya dikoordinasikan dengan pemerintahan terkait di setiap jenjangnya,” kata Prasetyo Hadi di hadapan awak media.

Respons Pemerintah atas Fenomena di Media Sosial

Pernyataan tersebut muncul di tengah maraknya unggahan di media sosial yang memperlihatkan warga menggergaji dan mengangkut kayu gelondongan sisa banjir di beberapa daerah terdampak. Aktivitas ini memicu beragam reaksi publik mulai dari simpati terhadap upaya warga bertahan hidup, hingga kekhawatiran akan potensi pelanggaran hukum dan eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan.

Menanggapi fenomena tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pemanfaatan kayu bekas bencana bukanlah tindakan terlarang, selama dilakukan sesuai aturan dan dalam kerangka pemulihan wilayah terdampak.

Payung Regulasi Sudah Disiapkan

Prasetyo Hadi mengungkapkan, pemerintah pusat telah menyiapkan payung regulasi untuk mengatur pemanfaatan kayu gelondongan yang terbawa banjir, khususnya di tiga provinsi di Sumatera yang terdampak bencana besar.

Ia menjelaskan, Kementerian Kehutanan bergerak cepat dengan menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh pemerintah provinsi, serta pemerintah kabupaten dan kota.

“Beberapa hari setelah kejadian bencana di tiga provinsi, Kementerian Kehutanan telah membuat surat edaran yang ditujukan kepada seluruh pemerintah provinsi maupun pemkab/pemkot berkenaan dengan pemanfaatan kayu-kayu,” ujarnya.

Surat edaran tersebut menjadi dasar hukum dan pedoman teknis agar pemanfaatan kayu dilakukan secara terkendali, transparan, dan bertanggung jawab.

Fokus untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Lebih jauh, Mensesneg menekankan bahwa regulasi ini bukan semata-mata soal pemanfaatan ekonomi, melainkan bagian dari strategi percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Kayu gelondongan yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk:

  • Pembangunan hunian sementara (huntara)
  • Pembangunan hunian tetap (huntap)
  • Sarana pendukung pemulihan kehidupan masyarakat terdampak

Dengan pengelolaan yang tepat, kayu yang sebelumnya menjadi bagian dari bencana justru dapat berubah menjadi sumber daya pemulihan bagi korban banjir.

Tekankan Ketertiban dan Koordinasi

Prasetyo Hadi menegaskan, aturan ini disusun untuk memastikan tidak terjadi penjarahan, konflik kepentingan, atau penyalahgunaan sumber daya alam di tengah situasi darurat.

“Aturan tersebut disusun untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam berjalan tertib, terkoordinasi, dan sesuai ketentuan,” tegasnya.

Ia juga menyebut bahwa sosialisasi kebijakan telah dilakukan kepada pemerintah daerah di seluruh tingkatan, agar pelaksanaan di lapangan berjalan selaras dan tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Pemerintah Minta Warga Tidak Bertindak Sendiri

Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak mengambil inisiatif sendiri tanpa sepengetahuan aparat desa, kecamatan, atau pemerintah daerah. Koordinasi diperlukan untuk memastikan:

  • Kayu yang dimanfaatkan bukan berasal dari kawasan hutan lindung
  • Tidak menimbulkan konflik antarmasyarakat
  • Pemanfaatan benar-benar untuk kepentingan pemulihan, bukan komersialisasi ilegal

Langkah ini diharapkan mampu menyeimbangkan kepentingan kemanusiaan, kelestarian lingkungan, dan kepastian hukum dalam situasi pascabencana.

Bencana sebagai Ujian Tata Kelola

Banjir besar yang melanda Sumatera tidak hanya menguji ketangguhan masyarakat, tetapi juga ketepatan kebijakan dan kecepatan respons pemerintah. Dengan adanya regulasi pemanfaatan kayu gelondongan ini, pemerintah berharap pemulihan dapat berlangsung lebih cepat tanpa mengorbankan prinsip tata kelola yang baik.

Di tengah duka dan kerusakan, kayu-kayu sisa banjir diharapkan tidak menjadi sumber masalah baru, melainkan bagian dari solusi untuk bangkit kembali.

(L6)

#KayuGelondongan #Nasional #BencanaSumatera