Luka Alam dari Udara: Kisah Banjir Bandang Agam yang Membuka Borok Ekologis Sumatra

Lahan Sawit di Nagari Tiku V Jorong Kabupaten Agam Terendam Banjir (Dok:Ist)
D'On, Agam - Dari ketinggian ratusan meter, kamera Helikopter Caracal Skadron Udara 8 merekam pemandangan yang menyesakkan dada. Hamparan perkebunan sawit di Nagari Tiku V Jorong, Kabupaten Agam, terbentang rapi nyaris simetris. Namun ketertiban pola itu hanya ilusi. Di balik hijau yang tampak teratur dari udara, tanah yang retak, kontur yang patah, dan alur sungai yang terbelah menunjukkan luka besar yang sedang ditanggung bumi.
Di bawah tepian daun-daun sawit itu, banjir bandang telah menyapu apa saja yang dilaluinya: rumah, jalan, jembatan, bahkan sejarah kampung-kampung yang dalam semalam kehilangan bentuknya.
Korban Berjatuhan, Kampung Tenggelam, Harapan Tertinggal Lumpur
Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut ratusan nyawa melayang. Puluhan kampung tenggelam hingga rata dengan lumpur. Jalan lintas terputus, listrik padam, logistik terhambat. Di posko-posko pengungsian, tangis kehilangan bercampur dengan kecemasan akan hujan berikutnya.
Setiap angka yang tercatat bukan sekadar statistik. Ia adalah cerita hidup yang terputus: seorang ibu yang melupakan seluruh harta demi menyelamatkan anaknya, seorang kakek yang terseret arus saat membantu tetangga, atau keluarga yang kini hanya punya pakaian di badan.
Dan di Balik Derasnya Hujan, Ada Kerusakan yang terungkap
Hujan ekstrem memang pemicu, tetapi para ahli sudah lama memperingatkan: curah hujan yang tinggi hanya mempercepat bencana di lanskap yang telah rusak.
Nagari Tiku V Jorong dan sejumlah daerah di sekitar kawasan hulu DAS Agam sebelumnya merupakan hutan alam lebat wilayah yang secara alami mampu menahan limpasan air dengan akar pohon besar dan vegetasi berlapis. Namun dalam dua dekade terakhir, alih fungsi hutan menjadi kebun sawit merajalela. Lereng dibuka, kontur diganggu, tanah kehilangan kekuatannya.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menguatkan kekhawatiran itu. Ia menyebut adanya temuan kayu-kayu gelondongan yang terseret arus banjir. Kayu itu diduga merupakan sisa aktivitas pembukaan lahan sawit.
“Ada indikasi pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log. Karena zero burning, kayu itu tidak dibakar, tapi dipinggirkan,” ujar Hanif.
Kayu-kayu itu, yang seharusnya masih menjadi bagian dari tubuh hutan, berubah menjadi “peluru” mematikan ketika diseret arus besar.
Hutan Tak Bisa Digantikan oleh Monokultur
Hutan alam memiliki akar yang menembus jauh ke tanah, mampu menahan air dan memperlambat aliran permukaan. Ia punya kanopi berlapis yang menahan curah hujan, serta tanah berpori yang berfungsi sebagai spons raksasa.
Sebaliknya, monokultur sawit meski hijau di mata tidak memiliki struktur ekologis yang setara. Tanah di bawahnya cepat padat, kemampuan menyerap air menurun drastis, dan ketika hujan besar datang, air tidak punya pilihan selain mengalir deras ke hilir.
Sawit dapat tumbuh dengan cepat.
Tapi ia tidak bisa menjaga bumi seperti hutan menjaganya.
Peringatan 2025: Bukan Bencana Alam, tetapi Bencana Pengelolaan Alam
Banjir bandang 2025 bukan sekadar bencana cuaca. Ini adalah peringatan paling keras bahwa tata kelola lahan, pembukaan hutan, dan pembiaran kerusakan ekologis telah mencapai titik kritis.
Bantuan darurat memang penting. Evakuasi harus terus berjalan. Korban harus diselamatkan.
Tetapi jika akar persoalan tidak disentuh, jika hulu DAS tidak dipulihkan, jika hutan tidak dikembalikan ke perannya sebagai penjaga bumi, maka tragedi berikutnya hanyalah soal waktu.
Saatnya Tidak Hanya Membenahi, tetapi Mengubah
Pemulihan bencana harus bergerak dari hilir ke hulu:
- Rehabilitasi hutan di daerah rawan longsor.
- Reformasi tata kelola lahan, terutama perizinan perkebunan di kawasan berisiko.
- Penegakan hukum terhadap pembukaan hutan ilegal.
- Restorasi sungai dan daerah tangkapan air.
Bumi telah berbicara lantang. Kita telah mendengarnya lewat deru banjir bandang dan raungan helikopter penyelamat.
Pertanyaannya kini: apakah kita berani menjawabnya dengan perubahan nyata?
(Mond)
#BanjirSumbar #PembabatanHutan #SumateraBarat