Keroyok Dua Mata Elang hingga Tewas, Dua Anggota Yanma Polri Dipecat Tidak Hormat Empat Polisi Lainnya Didemosi Lima Tahun, Seluruh Terlibat Ajukan Banding

Kabag Penum Div Humas Polri, Kombes Erdi A. Chaniago, saat menyampaikan keterangan soal sanksi sidang etik bagi 6 pelaku yang mengeroyok dua mata elang.
D'On, Jakarta — Kepolisian Negara Republik Indonesia menjatuhkan sanksi tegas terhadap enam anggota Yanma Polri yang terlibat dalam pengeroyokan terhadap dua orang debt collector atau yang dikenal sebagai mata elang, hingga berujung pada kematian korban. Dua anggota dijatuhi sanksi paling berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), sementara empat lainnya dikenai sanksi demosi selama lima tahun.
Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar secara internal. Namun, seluruh anggota yang disanksi menyatakan mengajukan banding atas keputusan majelis etik.
“Sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH sebagai anggota Polri. Atas putusan tersebut, kedua pelanggar menyatakan banding,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago, dalam keterangannya di Div Humas Polri, Rabu (17/12).
Dua Anggota Dipecat, Empat Didemosi
Dua anggota Yanma Polri yang dijatuhi sanksi PTDH adalah Brigadir IAM dan Bripda AMZ. Keduanya dinilai memiliki peran sentral dalam peristiwa pengeroyokan yang menyebabkan dua korban meninggal dunia.
Sementara itu, empat anggota lainnya yakni Bripda MIAB, Bripda ZGW, Bripda BN, dan Bripda JLA dijatuhi sanksi administratif berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun. Sama seperti dua rekannya, keempat anggota tersebut juga menyatakan banding.
“Sanksi administratif berupa mutasi yang bersifat demosi selama lima tahun,” jelas Erdi.
Terungkap di Sidang: Berawal dari Motor Dicegat Debt Collector
Dalam sidang KKEP, terungkap secara rinci kronologi serta peran masing-masing anggota Polri dalam peristiwa tragis tersebut.
Kombes Erdi menjelaskan bahwa Bripda AMZ merupakan pemilik sepeda motor Yamaha NMAX warna hitam yang saat itu dicegat dan diambil oleh dua orang debt collector. Aksi pencegatan tersebut diduga memicu emosi Bripda AMZ.
Merasa tidak terima, Bripda AMZ kemudian mengabarkan peristiwa itu kepada Brigadir IAM melalui grup WhatsApp.
“Bripda AMZ adalah pemilik kendaraan NMAX hitam yang dicegat dan diberhentikan oleh pihak debt collector, kemudian menginformasikan kejadian tersebut kepada Brigadir IAM,” kata Erdi.
Ajakan Senior Berujung Pengeroyokan
Setelah menerima informasi dari Bripda AMZ, Brigadir IAM kemudian meneruskan kabar tersebut kepada empat anggota Yanma Polri lainnya. Dari sinilah rangkaian pengeroyokan bermula.
Keempat anggota yakni Bripda MIAB, Bripda ZGW, Bripda BN, dan Bripda JLA disebut datang dan terlibat karena ajakan senior, tanpa menjadi pengambil keputusan utama.
“Empat anggota yang disebutkan di atas mempunyai peran hanya mengikuti ajakan dari seniornya, yaitu Brigadir IAM,” ungkap Erdi.
Meski demikian, Majelis Kode Etik menilai tindakan mereka tetap melanggar disiplin berat dan mencoreng institusi Polri, sehingga sanksi demosi tetap dijatuhkan.
Komitmen Polri: Tak Ada Toleransi Pelanggaran Berat
Kasus ini kembali menegaskan komitmen Polri untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran hukum dan etik, terlebih jika berujung pada hilangnya nyawa manusia.
Pengeroyokan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap warga sipil dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip profesionalisme, perlindungan HAM, serta kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
Meski para terduga pelanggar mengajukan banding, proses etik dan hukum akan terus berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
Peristiwa ini sekaligus menjadi pengingat keras bahwa status sebagai anggota Polri tidak memberikan kekebalan hukum, dan setiap tindakan yang melanggar hukum akan berujung pada konsekuensi berat, termasuk pemecatan tidak hormat dari institusi Bhayangkara.
(K)
#MataElang #DebtCollector #Polri #PTDH