Bulgaria Lumpuh, Generasi Z Mengguncang Kekuasaan: Amarah Anak Muda Meledak Lawan Korupsi
D'On, Sofia, Bulgaria — Jalan-jalan utama ibu kota Sofia berubah menjadi lautan manusia. Spanduk-spanduk penuh sindiran, teriakan kemarahan, dan dentuman musik pop bercampur dengan pekik perlawanan. Sejak 1 Desember 2025, Bulgaria berada dalam situasi nyaris lumpuh akibat gelombang protes terbesar dalam beberapa dekade terakhir dipimpin bukan oleh serikat pekerja atau partai oposisi, melainkan oleh Generasi Z.
Ribuan anak muda turun ke jalan membawa satu pesan yang kini viral di seluruh negeri:
“Kalian telah membuat marah generasi yang salah.”
Aksi ini bukan letupan sesaat. Ia adalah akumulasi kekecewaan panjang terhadap korupsi sistemik, arogansi elite politik, serta masa depan yang terasa semakin sempit bagi generasi muda Bulgaria. Anggaran negara yang kontroversial menjadi pemantik, namun kemarahan publik telah lama mengendap menunggu satu percikan untuk meledak.
Dan percikan itu datang dalam bentuk dua video viral.
Dua Video, Satu Ledakan Amarah
Martin Atanassov, siswa SMA berusia 18 tahun yang kini menjadi salah satu figur penggerak demonstrasi, menyebut dua rekaman tersebut sebagai simbol negara yang “telah ditaklukkan oleh oligarki.”
Video pertama memperlihatkan parlemen Bulgaria mengesahkan undang-undang penting terkait aset perusahaan minyak Rusia, Lukoil, hanya dalam 26 detik tanpa debat, tanpa kehadiran oposisi, tanpa transparansi.
Video kedua merekam proses pengesahan anggaran negara yang dilakukan diam-diam saat jam istirahat makan siang, diduga untuk menghindari massa demonstran yang telah mengepung gedung parlemen.
“Sejak kecil, semua orang di Bulgaria tumbuh dengan cerita tentang betapa korupnya negara ini tentang model Borissov dan Peevski,” kata Atanassov kepada Deutsche Welle.
“Kami muak melihatnya terus terjadi di depan mata kami.”
Nama Boyko Borissov, perdana menteri tiga periode, dan Delyan Peevski, oligarki berpengaruh yang telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat dan Inggris, menjadi simbol utama kemarahan publik. Bagi para demonstran, keduanya bukan sekadar individu, melainkan representasi sistem yang dianggap membajak negara.
Pemerintah Goyah, Jalanan Membara
Pemerintah mencoba meredam situasi dengan merevisi rancangan anggaran: menunda kenaikan pajak dan kontribusi sosial selama dua tahun. Namun langkah itu dinilai kosmetik.
“Anggaran hanyalah alasan kami turun ke jalan,” ujar Atanassov.
“Masalah sesungguhnya adalah kami tidak melihat masa depan untuk tinggal di Bulgaria, memulai bisnis, atau membangun keluarga.”
Pernyataan itu mencerminkan krisis yang lebih dalam. Meski ekonomi Bulgaria tumbuh sejak bergabung dengan Uni Eropa, negara ini masih terperosok dalam peringkat kedua terendah Indeks Persepsi Korupsi Transparency International 2024, hanya sedikit lebih baik dari Hungaria.
Kemarahan publik tak mereda. Ribuan demonstran bersiap kembali memenuhi jalanan pada Rabu ini, sementara parlemen menghadapi ancaman mosi tidak percaya dari koalisi oposisi pada akhir pekan.
TikTok, Influencer, dan Bahasa Baru Perlawanan
Yang membedakan gelombang protes kali ini adalah wajah dan bahasanya.
Menurut Balkan Free Media Initiative, interaksi konten terkait demonstrasi di TikTok melonjak drastis hingga 488.000 pengguna, meningkat 70 kali lipat sejak malam pertama aksi. Protes tidak lagi hanya terjadi di jalan, tetapi juga di layar ponsel.
Andrea Banda Banda, influencer gaya hidup dengan hampir 100.000 pengikut, menjadi salah satu suara paling berpengaruh. Di antara konten fesyen dan kesehariannya, ia menyelipkan edukasi tentang demokrasi, hak warga negara, dan bahaya normalisasi korupsi.
“Kita berada di momen yang sangat sulit,” kata Andrea.
“Ketika begitu banyak orang mengidentifikasi diri dengan kita, diam soal politik bukan lagi pilihan.”
Bahasa protes pun berevolusi. Spanduk bertuliskan “Ajak pacarmu berkencan di protes ini”, meme satir politisi, hingga humor gelap khas Gen Z menjadi senjata ampuh menggabungkan budaya pop dengan kritik politik tajam.
Ancaman Politik dan Jalan Buntu Kekuasaan
Ilmuwan politik dari Universitas Sofia St. Kliment Ohridski, Daniel Smilov, menyebut situasi ini sebagai “bahan yang sangat mudah terbakar.” Pemerintah berupaya membingkai gerakan ini sebagai anti-Euro, terutama menjelang rencana adopsi mata uang euro pada 2026. Namun tudingan itu ditolak mentah-mentah oleh para demonstran.
“Tanpa pemilu, akan sangat sulit untuk bergerak maju,” ujar Smilov.
“Krisis kepercayaan ini terlalu dalam untuk diselesaikan dengan tambalan kebijakan.”
Di tengah kerumunan puluhan ribu orang di alun-alun pusat Sofia, seorang demonstran mengangkat tinjunya ke udara—sebuah gestur sederhana yang kini menjelma simbol perlawanan nasional. Bulgaria mungkin sedang diguncang krisis, tetapi satu hal menjadi jelas: Generasi Z tidak lagi bersedia diam.
Dan ketika generasi yang lahir dan tumbuh di era digital memutuskan untuk melawan, getarannya terasa jauh melampaui batas negara.
(AP)
#Internasional #Peristiwa #Bulgaria
