Breaking News

Geng Tokuryu: Wajah Baru Dunia Hitam Jepang, Lebih Kejam, Anonim, dan Mematikan daripada Yakuza

Ilustrasi anggota Yakuza Jepang. (adobe stock/adobe sstock)

D'On, TOKYO
— Dunia kriminal Jepang tengah memasuki era baru yang jauh lebih gelap dan sulit dilacak. Jika selama puluhan tahun Yakuza menjadi simbol tunggal kejahatan terorganisir Negeri Sakura dengan hierarki ketat, ritual kehormatan, dan tato sebagai identitas kini bayangan itu memudar. Sebagai gantinya, muncul Tokuryu, generasi baru sindikat kriminal yang bergerak tanpa wajah, tanpa loyalitas, dan tanpa belas kasihan.

Tokuryu bukan sekadar pengganti Yakuza. Mereka adalah mutasi kejahatan modern: cair, anonim, berbasis teknologi, dan brutal. Kepolisian Jepang menyebut mereka sebagai ancaman paling serius terhadap keamanan nasional dalam satu dekade terakhir.

Kejahatan Tanpa Wajah, Tanpa Aturan

Istilah Tokuryu berasal dari gabungan kata tokumei (anonim) dan ryudo (fleksibel). Nama ini mencerminkan cara kerja mereka: tidak ada struktur jelas, tidak ada anggota tetap, dan hampir tidak ada yang saling mengenal.

Berbeda dengan Yakuza yang menuntut kesetiaan seumur hidup, Tokuryu beroperasi dengan sistem “sekali pakai”. Setiap kejahatan dijalankan oleh tim ad hoc yang dibentuk cepat, dibubarkan lebih cepat lagi. Setelah misi selesai, mereka menghilang, memutus seluruh jejak menuju otak kejahatan.

Model ini membuat Tokuryu nyaris kebal terhadap metode penindakan konvensional.

Yami Baito: Jerat Digital bagi Anak Muda

Salah satu senjata utama Tokuryu adalah yami baito lowongan kerja paruh waktu ilegal yang disebar masif melalui media sosial dan aplikasi pesan terenkripsi.

Iklan itu tampak polos:

“Penghasilan tinggi.”
“Uang cepat, dibayar harian.”
“Tanpa pengalaman.”

Tak ada kata “kejahatan”. Tak ada ancaman. Namun begitu pelamar terjerat, pintu keluar nyaris tertutup.

Para rekrutan kebanyakan anak muda putus sekolah, pecandu judi, pekerja seks, hingga figur publik kelas bawah seperti anggota boy band dipaksa melakukan aksi kriminal: menjadi kurir uang hasil penipuan, pelaku perampokan, hingga eksekutor kekerasan.

Banyak dari mereka baru sadar telah masuk dunia hitam saat ancaman fisik mulai dilayangkan.

Mesin Penipuan yang Menghancurkan Lansia

Aktivitas utama Tokuryu adalah penipuan dan penggelapan terorganisir, terutama melalui phone scam yang menyasar lansia kelompok paling rentan di Jepang yang menua cepat.

Kerugiannya fantastis. Dalam periode Januari hingga Juli, total kerugian mencapai US$ 474 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun, melampaui angka tahun sebelumnya. Ini bukan kejahatan sporadis, melainkan industri kriminal yang terorganisir dengan presisi.

Pengakuan Mengejutkan dari Dalam Penjara

Takanori Kuzuoka (28), mantan perekrut dan operator Tokuryu, kini mendekam di balik jeruji. Dari selnya, ia membuka tabir dunia gelap yang pernah ia bangun.

“Saya tidak melihat masa depan di Yakuza,” ujarnya dingin. “Apa gunanya menjadi Yakuza di zaman sekarang?”

Ia bekerja untuk pemimpin bertopeng—secara harfiah dan metaforis. Ia tak tahu siapa bosnya, hanya menerima instruksi digital. Setiap hari, ia memposting iklan lowongan mencurigakan di platform X, menjaring korban demi korban.

“Mereka sangat naif,” katanya.

Namun pengakuan paling mengerikan datang saat ia menceritakan salah satu aksinya: menyerang seorang ibu, mengikat dua anaknya dengan lakban, dan memeras uang tunai US$ 191.000. Tanpa ritual. Tanpa kode. Tanpa penyesalan.

Yakuza Tersingkir oleh Zaman

Ironisnya, Yakuza justru membenci cara Tokuryu beroperasi.

Seorang anggota senior Yakuza mengakui organisasinya kehilangan daya tarik. “Anak muda tidak mau lagi hidup di bawah aturan ketat dan ritual kuno,” katanya.

Undang-undang anti-Yakuza yang diberlakukan sejak 1992 hingga 2011 mempercepat kejatuhan mereka. Anggota Yakuza kini hanya 18.800 orang, turun 80 persen dibandingkan puncaknya pada 1992. Mereka bahkan kesulitan membuka rekening bank, menyewa rumah, atau memiliki ponsel.

Tokuryu menawarkan sesuatu yang Yakuza tidak bisa: uang cepat tanpa komitmen.

Hangure: Jembatan Gelap Dunia Legal dan Ilegal

Fenomena Tokuryu juga melahirkan kelompok Hangure—geng semi-Yakuza yang beroperasi di zona abu-abu antara bisnis legal dan ilegal. Polisi menduga Hangure menjadi motor penggerak Tokuryu, bahkan ada indikasi aliran dana Tokuryu mengalir ke Yakuza lama yang kehabisan napas finansial.

Ini menciptakan simbiosis gelap: Yakuza bertahan hidup dari uang Tokuryu, sementara Tokuryu memanfaatkan jaringan lama tanpa terikat aturan lama.

Polisi Jepang Berpacu dengan Waktu

Kepolisian Tokyo tak tinggal diam. Pada Oktober 2025, satuan tugas khusus beranggotakan 100 petugas dibentuk khusus untuk memburu Tokuryu.

Namun tantangannya luar biasa. Menurut Yuichi Sakurai, pensiunan detektif kejahatan terorganisir, Tokuryu adalah mimpi buruk penyidik.

“Mereka membentuk ‘kelompok proyek’ sekali pakai,” jelasnya. “Saat satu orang tertangkap, ia tidak tahu apa-apa. Tidak tahu nama, tidak tahu struktur, tidak tahu siapa bosnya.”

Dunia Hitam Tanpa Masa Lalu, Tanpa Masa Depan

Tokuryu menandai berakhirnya romantisme dunia kriminal Jepang. Tidak ada kehormatan, tidak ada kesetiaan, tidak ada identitas. Yang ada hanya uang, ancaman, dan algoritma.

Di balik layar ponsel dan iklan kerja palsu, Tokuryu membuktikan bahwa kejahatan modern tidak lagi butuh tato atau sumpah darah. Cukup koneksi internet, orang-orang putus asa, dan keberanian untuk melampaui batas kemanusiaan.

Dan bagi Jepang, ini baru permulaan.

(B1)

#Tokuryu #Yakuza #Internasional #GengKriminalJepang #Jepang