Breaking News

Di Tengah Lumpur dan Duka, Anggota DPRD Padang Pariaman Justru Lakukan Kunker ke Sleman

Banjir besar di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. (Novia Harlina)

D'On, Padang Pariaman
Sementara bau lumpur masih menempel di pakaian warga, sementara tangis keluarga yang kehilangan kerabat masih pecah di tenda pengungsian, sejumlah anggota DPRD Padang Pariaman, Sumatera Barat, memilih berada ratusan kilometer dari kampung mereka: melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pemerintahan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (2/12/2025).

Keberangkatan para wakil rakyat ini berlangsung ketika penanganan banjir bandang di Padang Pariaman belum sepenuhnya tertangani. Waktu yang terasa ganjil—seolah para legislator itu berjalan dengan kalender yang berbeda dari warganya sendiri.

Korban Tewas Bertambah, Warga Berjuang Sendiri

Padang Pariaman adalah salah satu wilayah yang paling porak-poranda akibat banjir bandang. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar mencatat tujuh orang meninggal dunia. Seorang warga masih hilang, dan 11 lainnya terluka.

Lebih pedih lagi, sebanyak 26 jenazah ditemukan hanyut di aliran Sungai Batang Anai, yang diduga kuat merupakan korban banjir bandang dari kawasan Padang Panjang. Arus sungai menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya semburan air dan material yang turun dari lereng.

Tak hanya itu, 3.192 jiwa terpaksa mengungsi, sementara lebih dari 15 ribu warga terdampak langsung. Mereka bertahan di tenda-tenda darurat yang diterpa angin malam yang menusuk. Rumah-rumah yang dulu menjadi tempat aman kini hancur: 21 unit rusak berat, 22 rusak sedang, 15 rusak ringan, 25 terendam, dan 36 unit bahkan hanyut tanpa jejak.

Sektor pertanian urat nadi ekonomi banyak keluarga pun lumpuh. 612 hektare sawah, 166 hektare ladang, serta kolam-kolam ikan milik warga rusak. Infrastruktur publik ikut terseret arus: 10 fasilitas pendidikan, tiga rumah ibadah, satu jaringan irigasi, 21 jembatan, dan 16 ruas jalan rusak atau putus.

Bencana ini bukan sekadar catatan angka; ia adalah luka yang masih basah.

Namun Para Wakil Rakyat Justru ke Sleman

Di tengah suasana bencana yang masih mengungkung, rombongan anggota DPRD Padang Pariaman tiba di Sleman untuk melakukan kunjungan kerja hingga 6 Desember 2025. Sebuah ironi yang mencolok, ketika sebagian warga malah harus menunggu kepastian bantuan, kehadiran, dan empati.

Ketua DPRD Padang Pariaman, Aprinaldi, memberikan penjelasan bahwa para anggota sudah “turun ke dapil masing-masing” sebelum keberangkatan. Ia menyebut kunjungan itu dilakukan setelah mereka membantu masyarakat sejak 25 November hingga 1 Desember 2025.

“Dan juga sebenarnya kawan-kawan yang kunjungan ke Sleman sudah turun ke dapilnya, sudah membantu masyarakat pasca bencana,” ujar Aprinaldi, Rabu (3/12/2025).

Ia menambahkan bahwa para legislator tersebut berasal dari Komisi I dan Komisi IV, serta ada anggota yang dapilnya “tidak terdampak bencana.”

Namun pembelaan tersebut terasa timpang ketika dibandingkan kondisi di lapangan. Penanganan bencana masih jauh dari selesai. Ribuan pengungsi masih bertahan di lokasi sementara. Infrastruktur vital masih belum kembali berfungsi. Dan warga, yang biasanya mengandalkan wakil rakyat sebagai penghubung dengan pemerintah, justru melihat kursi-kursi dewan itu kosong.

Surat Permohonan Kunjungan Mengalir Bertahap

Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkab Sleman, Rohmiyanto, mengungkapkan bahwa permohonan kunjungan dua komisi DPRD Padang Pariaman diajukan dalam waktu berbeda.

Komisi I mengirim surat pada 18 November 2025, sedangkan Komisi IV baru mengajukan pada 28 November 2025 dan diterima tiga hari kemudian.

“Penerimaannya kami satukan saja,” kata Rohmi kepada wartawan.

Rangkaian tanggal itu menunjukkan bahwa sebagian permohonan kunjungan bahkan diajukan saat bencana telah berlangsung—membuat publik bertanya: apakah agenda kunjungan lebih penting daripada krisis kemanusiaan yang terjadi di daerah sendiri?

Rasa Empati yang Dipertanyakan

Perjalanan dinas legislator adalah hal biasa. Namun waktunya di tengah masyarakat yang masih berjibaku membersihkan puing-puing hidup mereka membuat langkah ini terasa hambar, menjauh dari denyut rasa kemanusiaan.

Kehadiran wakil rakyat saat bencana bukan sekadar soal “sudah turun ke lapangan.” Ia soal berada bersama warga pada fase kritis, ketika kehadiran fisik adalah bentuk empati paling dasar, dan ketika keputusan-keputusan cepat bisa menyelamatkan nyawa.

Kunker ke Sleman mungkin sah secara administratif. Tapi secara moral ketika ratusan keluarga masih mencari kepastian dan ribuan lainnya terkatung-katung agenda itu terasa seperti lembaran kalender yang jatuh pada hari yang salah.

(Mond)

#DPRDPadangPariaman #Viral #BencanaAlam