Banjir Bandang dan Longsor Agam: 3.878 Warga Masih Mengungsi, Dampak Bencana Terparah dalam Sejarah Daerah
D'On, AGAM, SUMATERA BARAT — Luka akibat bencana hidrometeorologi yang melanda Kabupaten Agam belum juga mengering. Meski beberapa pekan telah berlalu sejak banjir bandang dan tanah longsor menerjang wilayah itu pada akhir November 2025, ribuan warga masih harus bertahan di pengungsian, hidup dalam ketidakpastian akan masa depan mereka.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam mencatat, hingga Minggu (21/12/2025), sebanyak 3.878 warga masih mengungsi. Mereka adalah korban yang rumahnya rusak akibat terjangan banjir bandang dan longsor, serta warga yang bermukim di zona merah rawan bencana dan dinilai belum aman untuk kembali.
“Sebanyak 3.878 warga masih mengungsi karena rumahnya rusak, berada di zona merah, dan alasan keselamatan lainnya,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Agam, Rahmat Lasmono, di Lubuk Basung.
Ribuan Pengungsi Tersebar di Enam Kecamatan
Rahmat merinci, ribuan pengungsi tersebut tersebar di sejumlah kecamatan yang terdampak cukup parah. Kecamatan Tanjung Raya menjadi wilayah dengan jumlah pengungsi terbanyak, mencapai 2.118 orang. Disusul Palembayan dengan 1.023 orang, Malalak 330 orang, Matur 156 orang, Palupuh 198 orang, serta Ampek Koto 53 orang.
Para korban kini menempati berbagai lokasi darurat, mulai dari pos pengungsian, masjid, mushala, hingga gedung sekolah. Sejumlah keluarga harus hidup berdesakan, mengandalkan bantuan logistik sembari menunggu kepastian relokasi atau perbaikan rumah.
Dapur Umum Jadi Tumpuan Hidup Pengungsi
Untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi, BPBD bersama pemerintah daerah dan relawan membuka dapur umum di beberapa titik. Distribusi bahan pokok dilakukan secara berkala agar para korban tetap bisa bertahan di tengah kondisi sulit.
“Selama berada di lokasi pengungsian, kebutuhan bahan pokok warga dipenuhi melalui dapur umum dan distribusi logistik yang terus dilakukan,” jelas Rahmat.
Namun, tantangan di lapangan masih besar. Selain keterbatasan ruang pengungsian, sejumlah wilayah juga mengalami krisis air bersih. BPBD mencatat, lima kecamatan terdampak mengalami kesulitan air bersih, sehingga distribusi air bersih menjadi salah satu prioritas penanganan darurat.
Akses Terbuka, Tak Ada Lagi Warga Terisolasi
Kabar baiknya, seluruh akses jalan yang sebelumnya terputus akibat longsor kini telah berhasil dibuka. Alat berat dikerahkan untuk menyingkirkan material longsoran, sehingga tidak ada lagi warga yang terisolasi.
“Akses jalan sudah terbuka, dan saat ini tidak ada lagi warga yang terisolasi,” ungkap Rahmat.
Meski demikian, dampak bencana yang ditinggalkan terbilang sangat masif dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terparah dalam sejarah Kabupaten Agam.
Korban Jiwa Ratusan, Puluhan Masih Hilang
BPBD Agam mencatat 192 orang meninggal dunia akibat bencana tersebut. Hingga kini, 72 orang masih dinyatakan hilang dan belum ditemukan, sementara empat orang korban masih menjalani perawatan medis.
Dari sisi kerusakan fisik, bencana ini menghancurkan ribuan bangunan dan infrastruktur vital. Tercatat:
- 367 unit rumah rusak ringan
- 287 unit rumah rusak sedang
- 851 unit rumah rusak berat
Selain rumah warga, bencana juga merusak 21 titik jalan, 28 jembatan, 27 unit tempat ibadah, serta 114 fasilitas pendidikan, yang berdampak langsung pada aktivitas ekonomi, sosial, dan pendidikan masyarakat.
Lahan Pertanian Hancur, Ribuan Ternak Mati
Tak hanya merenggut nyawa dan tempat tinggal, bencana ini juga memukul keras sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi warga Agam. Sebanyak 2.044 hektare lahan pertanian terdampak, sementara 5.481 ekor ternak dilaporkan mati terseret banjir dan longsor.
Kerusakan juga terjadi pada 156 unit infrastruktur pertanian, mulai dari irigasi hingga sarana produksi, yang dikhawatirkan akan berdampak panjang terhadap ketahanan pangan dan pendapatan petani.
Pemulihan Masih Panjang
Pemerintah daerah bersama BPBD kini fokus pada penanganan darurat, pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, serta pendataan lanjutan untuk tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun, dengan skala kerusakan yang begitu luas, proses pemulihan dipastikan membutuhkan waktu panjang, biaya besar, dan dukungan dari berbagai pihak.
Di tengah keterbatasan, ribuan warga Agam masih menunggu satu hal sederhana namun krusial: kepastian untuk kembali hidup dengan aman dan bermartabat di tanah mereka sendiri.
(Mond)
#BanjirSumbar #KabupatenAgam #SumateraBarat
