Hukuman Zina dalam Syariat Islam: Penjelasan Lengkap tentang Ghairu Muhshon dan Muhshon
D'On, Jakarta — Dalam khazanah hukum Islam, pelanggaran zina bukan sekadar persoalan moral pribadi. Ia dianggap sebagai retakan yang bisa membelah fondasi masyarakat jika dibiarkan. Karena itu, syariat menetapkan aturan tegas disusun dari wahyu, dipraktikkan Rasulullah ﷺ, dan disepakati ulama lintas generasi.
Pembahasan fiqih jinayah mengelompokkan pelaku zina menjadi dua kategori utama: ghairu muhshon dan muhshon. Keduanya memiliki konsekuensi hukum berbeda, setegas garis pena dalam mushaf, tidak saling tumpang tindih.
1. Zina Ghairu Muhshon
Belum Pernah Berhubungan Badan dalam Pernikahan yang Sah
Dalam istilah fiqih, “ghairu muhshon” bukan sekadar “lajang”. Ia adalah seseorang yang belum pernah berhubungan badan dalam pernikahan sah, meskipun ia pernah menikah namun berpisah sebelum jimak. Para ulama seperti Ath-Thibi dan Ibnu Katsir menetapkan syarat tambahan: merdeka, baligh, dan berakal sehat.
Hukuman: Cambuk 100 Kali + Pengasingan 1 Tahun
Syariat menetapkan hukuman hadd bagi pelaku zina kategori ini berdasarkan firman Allah:
Al-Qur’an — QS. An-Nur ayat 2
النَّوْرُ: ٢
۞ الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Terjemahan:
“Pezina perempuan dan laki-laki, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk menegakkan hukum Allah, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hendaklah hukuman keduanya disaksikan oleh sekumpulan orang-orang mukmin.”
Hadis sahih juga menetapkan pengasingan satu tahun, sebagaimana perintah Rasulullah ﷺ kepada para sahabat ketika menangani kasus zina ghairu muhshon.
2. Zina Muhshon
Pernah Berhubungan Badan dalam Pernikahan yang Sah
Kategori ini memuat orang yang sudah pernah merasakan hubungan halal—yang menjadikan pelanggarannya lebih berat. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa muhshon adalah orang merdeka, baligh, berakal, dan telah berjimak dalam pernikahan sah.
Hukuman: Rajam Hingga Meninggal Dunia
Para ulama sepakat bahwa pelaku zina muhshon dikenakan rajm (dilempari batu hingga wafat). Praktik ini telah diterapkan Rasulullah ﷺ dan para sahabat setelah beliau.
Umar bin Khathab RA meriwayatkan bahwa ayat tentang rajam pernah turun, dibaca, lalu mansukh tilawah (lafaznya dihapus) tetapi hukumnya tetap berlaku.
Berikut teks ayat yang dimaksud Umar bin Khathab RA:
Ayat Rajam (Mansukh Tilawah)
الشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوهُمَا الْبَتَّةَ نَكَالًا مِنَ اللَّهِ
Terjemahan:
“Laki-laki dan perempuan yang telah menikah, apabila mereka berzina, maka rajamlah keduanya sebagai hukuman tegas dari Allah.”
Walaupun lafaz ayat tidak lagi termasuk dalam mushaf, hukum syar‘i-nya tetap berlaku, sebagaimana ditegaskan mayoritas ulama dan dipraktikkan langsung dalam sunnah Nabi.
Perdebatan Fiqih: Rajam Saja atau Rajam + Cambuk?
Imam Ahmad berpendapat bahwa pelaku zina muhshon dikenai dua hukuman sekaligus: cambuk 100 kali dan rajam. Namun jumhur ulama menolak penggabungan tersebut karena:
- Praktik Nabi ﷺ hanya menunjukkan rajam saja.
- Hadis yang menyebut “cambuk + rajam” telah mansukh menurut para ahli hadis.
Konsekuensinya, hukuman rajam berdiri sendiri sebagai hadd bagi pelaku zina muhshon.
Penegakan di Negara Modern: Yurisdiksi Negara, Bukan Individu
Para ulama sepakat bahwa pelaksanaan hadd berada di tangan negara. Dalam masyarakat yang belum menerapkan hukum pidana Islam secara formal termasuk Indonesia hadd tidak diberlakukan dalam sistem hukum nasional.
Namun wacana ini tetap hidup dalam kajian akademik, ruang dakwah, dan diskusi keagamaan, sebagai bagian dari literatur syariat yang diwariskan sejak zaman Rasulullah ﷺ.
Pembahasan zina dalam syariat Islam bukan sekadar wacana hukuman. Ia adalah bagian dari sistem perlindungan sosial, menjaga kehormatan keluarga dan keturunan. Para ulama menulisnya dengan hati-hati; bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai pagar moral agar masyarakat tidak tergelincir di tikungan gelap yang sering tak terlihat.
(*)
#Islami #Religi #ZinaGhairuMuhshon #ZinaMuhson
