Densus 88 Bongkar Fakta Mencengangkan: 110 Anak di 23 Provinsi Direkrut Jaringan Terorisme Lewat Dunia Maya
D'On, Jakarta - Sebuah temuan mencengangkan kembali mengusik rasa aman publik. Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap adanya 110 anak berusia 10 hingga 18 tahun yang diduga telah terjerat jaringan terorisme. Fakta ini bukan hanya mengkhawatirkan, tetapi juga menunjukkan bagaimana kelompok ekstrem masih terus berevolusi, menyasar kelompok paling rentan: anak-anak.
Temuan itu disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa (18/11/2025). Dengan nada serius, ia menegaskan bahwa fenomena ini kini telah menjadi fokus penyelidikan intensif.
“Hingga saat ini, Densus 88 mencatat ada sekitar 110 anak di 23 provinsi yang diduga terekrut oleh jaringan terorisme,” ujar Trunoyudo.
Jaringan Perekrut: Tangan-Tangan yang Bekerja dalam Senyap
Penyelidikan Densus 88 tak berhenti pada angka-angka. Aparat telah mengantongi dan menangkap sejumlah orang yang diduga menjadi perekrut. Mereka adalah:
- FW alias YT (47)
- LM (23)
- PP alias BMS (37)
- MSPO (18)
- JJS alias BS (19)
Kelima orang ini disebut aktif mengincar anak-anak, mendekati mereka secara personal, lalu menanamkan ideologi radikal sedikit demi sedikit. Yang membuat ancaman ini semakin sulit dipantau adalah cara mereka bekerja.
Modus Baru: Ruang Digital Jadi Lahan Perekrutan
Jika dulu perekrutan dilakukan lewat pertemuan tertutup, kini kelompok teror memanfaatkan ruang yang lebih dekat dengan keseharian anak-anak: media sosial, gim online, dan aplikasi pesan instan.
Melalui percakapan santai, permainan daring, hingga komunitas virtual yang tampak tidak mencurigakan, para perekrut menyusupkan doktrin secara perlahan. Anak-anak yang belum memiliki filter kuat dengan mudah terpengaruh, apalagi ketika perekrut menyamar sebagai teman sebaya, mentor, atau tokoh yang mereka kagumi.
Pendekatan ini dianggap jauh lebih efektif karena:
- Anak-anak menghabiskan banyak waktu di dunia maya.
- Orang tua sulit mengawasi setiap interaksi digital.
- Ruang digital memberi ilusi anonim yang memudahkan manipulasi.
Respons Negara: Empat Langkah Strategis
Untuk menutup celah yang dimanfaatkan para ekstremis, Polri menegaskan pentingnya kerja bersama. Ada empat langkah strategis yang direkomendasikan:
-
Pembatasan dan pengawasan penggunaan media sosial anak.
Tidak lagi cukup hanya memberi gadget; orang tua perlu aktif mengawasi pola komunikasi dan komunitas digital anak. -
Pembentukan tim terpadu lintas kementerian/lembaga.
Kolaborasi nasional diperlukan agar deteksi dini bisa berjalan efektif dan respons cepat bisa dilakukan tanpa tumpang tindih kewenangan. -
Penyusunan SOP bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dengan SOP yang jelas, penanganan kasus dapat dilakukan lebih cepat, terukur, dan terkoordinasi. -
Peningkatan kepedulian masyarakat.
Polri menekankan bahwa masyarakat adalah garda terdepan pencegahan. Kewaspadaan orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan lingkungan sekitar sangat diperlukan.
Dalam konferensi pers itu, Trunoyudo menegaskan komitmen Polri:
“Polri berkomitmen melindungi anak-anak Indonesia bersama seluruh kementerian dan lembaga.”
(B1)
#Densus88 #Terorisme #Polri
