Breaking News

BNPB: 303 Orang Meninggal Akibat Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar, Operasi Penyelamatan Masih Berkejaran dengan Waktu

Gambar udara ini menunjukkan jembatan rusak akibat banjir bandang di jalan utama yang menghubungkan Aceh dan Sumatra Utara di Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Indonesia pada 28 November 2025. (Chaideer MAHYUDDIN/AFP)

D'On, Jakarta
- Gelombang bencana yang menyapu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak 24–26 November 2025 telah meninggalkan jejak luka yang panjang. Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 303 korban meninggal dunia, angka yang menggambarkan skala kehancuran di tiga provinsi sekaligus sebuah rentetan tragedi yang disebut sebagai salah satu yang terburuk dalam dekade terakhir.

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, mengungkapkan angka ini dalam siaran pers Minggu (30/11/2025). “Pada hari ketiga status tanggap darurat, tercatat total 303 jiwa di Aceh, Sumbar, dan Sumut,” ujarnya. Ia menyampaikan data ini dengan nada yang tak bisa menyembunyikan beratnya situasi di lapangan.

ACEH: Gelap, Banjir, dan Ribuan Keluarga di Pengungsian

Aceh mencatat 47 korban meninggal, namun masih ada 51 orang yang belum ditemukan. Delapan lainnya menderita luka-luka. Sementara itu, arus air yang menyapu permukiman telah memaksa 48.887 kepala keluarga meninggalkan rumah mereka.

Wilayah paling terdampak Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Singkil berubah menjadi pusat pengungsian raksasa. Tenda-tenda darurat menjamur di lapangan desa, masjid, hingga halaman sekolah.
Di beberapa lokasi, gelombang lumpur yang turun dari bukit menghantam rumah-rumah seperti hembusan angin liar yang membawa reruntuhan pohon dan batu.

“Waktu itu malam. Listrik padam. Kami hanya mendengar suara air semakin besar,” ujar seorang warga Aceh Singkil, menggambarkan suasana yang terasa seperti dunia yang menahan napas.

SUMATERA BARAT: Kota Padang dan Pesisir Selatan Terhuyung oleh Longsor dan Arus Deras

Di Sumbar, jumlah korban meninggal mencapai 90 orang, dan 85 lainnya masih hilang. Sepuluh warga juga mengalami luka-luka.
Bencana ini memaksa 11.820 kepala keluarga atau 77.918 jiwa mengungsi, terutama terkonsentrasi di Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan, dua wilayah yang paling parah disapu banjir bandang dan longsor yang datang bertubi-tubi.

Di lereng perbukitan, tanah yang jenuh oleh hujan ekstrem seperti melepaskan genggamannya, menyeret rumah-rumah kayu hingga ke aliran sungai. Jalan desa berubah menjadi lorong lumpur tebal, membuat proses pencarian korban seperti berjalan di labirin licin.

SUMATERA UTARA: Dampak Terberat, 166 Korban Jiwa

Sumatera Utara menjadi wilayah dengan dampak paling fatal. 166 korban meninggal, dan 143 lainnya masih hilang. Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Kota Sibolga berada di garis depan kehancuran.
Desa-desa yang sebelumnya ramai dengan aktivitas pagi, kini hanya menyisakan suara helikopter, mesin perahu karet, dan panggilan relawan yang bersahutan di antara puing-puing.

Jembatan putus, akses jalan utama terendam, dan jaringan listrik yang runtuh membuat sebagian wilayah terisolasi total selama lebih dari 24 jam. Upaya evakuasi di beberapa titik hanya mengandalkan jalur udara karena daratan tak lagi dapat dilalui kendaraan.

Perlombaan Waktu: BNPB Percepat Operasi Darurat

Suharyanto menegaskan bahwa BNPB bersama pemerintah daerah, TNI, Polri, dan ribuan relawan tengah berada di garis paling depan, bekerja tanpa jeda.
Fokus operasi terbagi menjadi beberapa lapis:

  • Pencarian dan penyelamatan korban
  • Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi seperti air bersih, makanan, dan tempat tinggal sementara
  • Pembukaan akses wilayah terisolir, terutama yang akses daratnya hancur
  • Distribusi logistik melalui jalur darat dan udara

“Percepatan pembukaan akses dan pendataan lanjutan korban maupun kerusakan menjadi prioritas utama,” ujarnya.

Upaya ini menjadi semacam larian panjang di tengah medan yang terus berubah tanah masih labil, hujan kadang turun lagi, dan jalur distribusi kerap tersendat oleh runtuhan material.

Hujan Ekstrem Pemicu Bencana Beruntun

Bencana beruntun ini dipicu hujan ekstrem yang mengguyur Sumatera sejak akhir November. Dalam waktu kurang dari tiga hari, curah hujan di banyak wilayah melampaui batas normal, membuat sungai meluap, bukit-bukit runtuh, dan daerah pesisir terpukul gelombang air bah.

Di beberapa wilayah, warga menggambarkan banjir datang “tanpa peringatan”, sementara listrik yang padam membuat malam berubah menjadi ruang gelap penuh ketidakpastian.

Infrastruktur vital jaringan listrik, jembatan, dan jalan utama banyak yang lumpuh. Sebagian di antaranya belum bisa dipulihkan karena masih terendam atau tertutup material longsor.

(L6)

#BanjirSumatera #Peristiwa #BNPB