Breaking News

Banjir Sumbar: 23 Warga Meninggal, 12 Hilang, dan 3.900 Keluarga Mengungsi, BNPB Sebut Solok dan Padang Alami Dampak Paling Berat

Data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD Padang, Kecamatan Koto Tangah menjadi wilayah dengan jumlah terdampak terbesar, yaitu 20.983 warga. Tampak dalam foto, warga bertahan di tepi sungai saat banjir melanda Padang, Provinsi Sumatra Barat, pada Kamis 27 November 2025. (REZAN SOLEH/AFP)

D'On, Jakarta
- Laporan terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperlihatkan gambaran muram situasi banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat. Kepala BNPB Suharyanto mengungkapkan, hingga Jumat (28/11/2025), tercatat 23 korban jiwa, 12 warga masih hilang, serta 4 orang mengalami luka-luka.

Di tengah kabar itu, angka pengungsian ikut melonjak sekitar 3.900 kepala keluarga (KK) terpaksa meninggalkan rumah mereka yang terendam lumpur dan air bah.

Gelombang pengungsian terbesar terjadi di Padang Pariaman, yang menjadi episentrum pelarian warga. “Data terakhir, sekitar 3.208 KK berada di tempat pengungsian hanya dari wilayah ini saja,” ujar Suharyanto. Sementara itu, Kota Solok mencatat kurang lebih 600 KK yang mengungsi akibat rumah rusak, akses terputus, dan ancaman longsor susulan.

Skala Bencana: Sumbar Lebih Ringan, Tapi Tetap Mengkhawatirkan

Meski kondisi Sumatera Barat cukup parah, BNPB menyebut dua provinsi tetangga—Sumatera Utara dan Aceh mengalami dampak yang lebih besar. Yang paling berat adalah Sumatera Utara, terutama Tapanuli Tengah, yang hingga kini masih berjuang memulihkan jaringan transportasi dan komunikasi.

“Sejumlah jalur transportasi di ketiga provinsi ini masih membutuhkan perbaikan. Ada titik yang longsor, ada pula jembatan yang putus dan perlu segera disambungkan kembali,” kata Suharyanto.

Di Sumbar sendiri, tercatat lima jembatan rusak, beberapa di antaranya merupakan penghubung vital antarwilayah. Longsor juga terjadi di berbagai titik, memaksa petugas bekerja siang malam membuka akses yang terkunci material tanah dan batu.

Komunikasi Lebih Stabil, Tapi Tetap Mengandalkan Sistem Darurat

Berbeda dengan Aceh dan Sumut yang mengalami gangguan komunikasi lebih luas, jaringan di Sumbar relatif bertahan.
“Untuk komunikasi HP dan internet, kondisi di Sumatera Barat lebih baik dibanding dua provinsi lain. Namun, kami tetap mengaktifkan sistem komunikasi darurat, termasuk melalui Starlink,” jelasnya.

Upaya ini memastikan koordinasi penanganan bencana tetap berjalan di tengah medan yang menantang dan cuaca yang kerap berubah tiba-tiba.

Bantuan Logistik Mengalir: Starlink, Genset, hingga Tenda Lapangan

BNPB memastikan distribusi bantuan logistik berjalan lancar. Beragam kebutuhan dasar mulai dari sembako, alat kebersihan, kasur lipat, makanan siap saji, hingga tenda keluarga telah dikirimkan ke lokasi-lokasi pengungsian.

Suharyanto juga menyampaikan bahwa bantuan dari Presiden Prabowo telah tiba di Sumatera Barat. “Yang terdata di kami antara lain perangkat komunikasi Starlink, 18 unit genset, 30 unit LCR (perahu karet ringan), serta paket permakanan dan tenda lapangan,” ungkapnya.

Bantuan tersebut menjadi penyangga penting di hari-hari awal bencana, ketika banyak warga kehilangan akses terhadap air bersih, listrik, dan tempat tinggal yang aman.

Pemulihan Berjalan, Informasi Terus Diperbarui

BNPB menjanjikan pembaruan data secara berkala, mengingat situasi di lapangan masih sangat dinamis. Proses pencarian korban hilang terus dilakukan, sementara relawan, TNI-Polri, dan berbagai lembaga kemanusiaan bergerak dari satu titik ke titik lain untuk memastikan bantuan tidak terputus.

“Informasi terkait seluruh penanggulangan, baik banjir maupun longsor di Sumatera, akan kami sampaikan berkala,” tegas Suharyanto.

Di tengah angka-angka yang dingin, Sumatera Barat kini menjadi panggung ketahanan warganya yang kembali merapikan hidup di antara puing, lumpur, dan air yang belum sepenuhnya surut.

(L6)

#BanjirSumateraBarat #BNPB #BencanaAlam