Naturalisasi Jadi Tragedi: FAM Pamer Paspor Kilat, Dunia Tertawa
Pemain Naturalisasi Malaysia Facundo Garces
Dirgantaraonline - Malaysia kembali jadi bahan tertawaan dunia sepak bola. Kali ini bukan karena kalah telak di lapangan, tapi karena drama naturalisasi yang berubah jadi sandiwara murahan. Facundo Garcés, pemain yang digadang-gadang jadi tembok kokoh Harimau Malaya, justru menorehkan luka sebelum sempat mengangkat pedang. Saking kecewanya, ia bahkan menghapus bendera Malaysia dari bio Instagram-nya. Satu klik, satu simbol hilang, dan seluruh mimpi “bola kilat naturalisasi” FAM runtuh seketika.
Padahal FAM dulu menjual Garcés dengan iklan bombastis. Katanya, ia punya darah Malaysia dari nenek moyang. Katanya, ia bangga bela Jalur Gemilang. Katanya, dia “lebih Malaysia dari yang Malaysia”. Ternyata semua hanya brosur murahan ala pedagang jamu di pasar malam: janji perkasa, hasilnya malah bikin lemas.
FIFA pun tak mau diajak ikut wayang. Mereka memberi sanksi: larangan main setahun. Bukannya jadi pilar masa depan, Garcés malah jadi patung taman. Bukannya jadi simbol kejayaan, ia justru simbol betapa bodohnya FAM dalam jual-beli identitas.
Ironinya, FAM masih bisa tersenyum sambil menepuk dada, seolah sedang berkata: “Tak apa, setidaknya kami trending.” Inilah level kebanggaan yang paling rendah: bukan prestasi, melainkan jadi bahan olok-olok dunia.
Media Vietnam pun ikutan menyindir. Mereka menulis dengan nada geli: Garcés bingung, di klub dia orang Argentina, di Malaysia dia pura-pura jadi anak Melaka. Dua paspor, dua drama, tapi sama-sama gagal. Bahkan database resmi pun kelabakan. Saking absurdnya, dunia bingung apakah Garcés ini lebih cocok menari tango atau berjoget zapin.
Fans Malaysia? Mereka sudah tak tahu harus tertawa atau menangis. Ada yang marah, ada yang menyalahkan Garcés, ada yang maki FIFA. Tapi ada juga yang cuma menghela napas, karena sudah terbiasa dipermalukan FAM. Bagaimana mau percaya? Setiap kali dijual mimpi, hasil akhirnya selalu sama: kucing pincang dipaksa jadi harimau.
Sepak bola itu identitas, bukan paspor kilat. Ia lahir dari akar, bukan dari dokumen palsu. Tapi FAM tampaknya lebih suka jalan pintas: cari pemain instan, tempelkan bendera, lalu jual ke publik sebagai pahlawan. Begitu ketahuan palsu, semua bubar. Fans terluka, negara malu, FAM tetap duduk nyaman di kursinya, pura-pura sibuk “evaluasi”.
Kini Garcés sudah pergi, bendera Malaysia lenyap dari bio Instagram seperti bekas stiker murahan yang dikelupas dari motor butut. Yang tersisa hanya rasa malu nasional, tawa tetangga, dan wajah FAM yang sekali lagi dipermalukan di panggung dunia.
Kalau sepak bola Malaysia ingin dikenal, seharusnya lewat prestasi. Tapi tampaknya FAM lebih suka dikenal lewat kebodohan. Dan untuk itu, dunia berterima kasih karena butuh hiburan murah, dan FAM selalu siap tampil sebagai badut utama.
Penulis: Osmond Abu Khalil
#FAM #Sepakbola #Olahraga #Malaysia