Gema Dua Tahun Thufan Al-Aqsa Menggetarkan Kota Padang: Suara dari Hati untuk Palestina
D'On, Padang — Senja belum benar-benar jatuh di langit Padang ketika ratusan orang mulai berkumpul di Simpang Empat Bundaran Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Selasa (7/10/2025) sore itu, udara terasa berat, namun juga penuh makna. Di tengah lalu lintas yang padat, suara lantang dari pengeras suara memecah keramaian: “Bebaskan Palestina! Hentikan genosida di Gaza!”
Aksi damai yang digelar oleh Komunitas Baik Berisik Padang ini bukan sekadar agenda sosial biasa. Ia adalah gema nurani peringatan dua tahun Thufan Al-Aqsa, operasi yang menandai babak baru dalam perjuangan panjang rakyat Palestina melawan pendudukan dan kekejaman yang tak berkesudahan.
Suara yang Menggema dari Kota Minang
Tepat pukul 16.00 WIB, para peserta aksi mulai membentangkan spanduk dan poster dengan berbagai tulisan penuh semangat:
“Boikot Produk Pro-Zionis”, “Save Gaza, Save Humanity”, hingga “Solidaritas Tanpa Batas untuk Palestina”.
Meski aksi ini berlangsung di jalan utama kota, suasananya tetap damai dan tertib. Para peserta berdiri berjejer, mengibarkan bendera Palestina dan mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi, seolah ingin menunjukkan bahwa dari ujung barat Sumatra pun, suara keadilan tak akan pernah padam.
Tak hanya anggota komunitas, masyarakat umum pun turut hadir. Banyak dari mereka datang membawa anak-anak, mengajarkan arti solidaritas sejak dini. Beberapa pengendara yang lewat bahkan menepi sejenak, menurunkan kaca mobil, dan mengangkat tangan mereka tanda dukungan.
Aksi Damai, Aksi Nurani
“Ini bukan sekadar aksi politik, tapi aksi nurani,” ujar Cholifatul Almi, Koordinator Lapangan sekaligus Ketua Komunitas Baik Berisik Padang.
Menurutnya, peringatan dua tahun Thufan Al-Aqsa ini merupakan ajakan untuk membangkitkan kembali kesadaran masyarakat terhadap penderitaan rakyat Palestina.
“Kami ingin mengingatkan bahwa tragedi di Gaza bukan sekadar berita yang lewat di layar ponsel. Itu adalah penderitaan nyata manusia yang masih terus berlangsung. Kita tak boleh diam,” tegas Almi.
Aksi yang berlangsung hingga pukul 18.00 WIB ini ditutup dengan refleksi bersama dan doa untuk para syuhada Palestina. Sembari menyalakan lilin, peserta menundukkan kepala, mengheningkan cipta untuk ribuan jiwa yang telah gugur.
Dari aksi kecil ini, terkumpul donasi lebih dari Rp1.300.000, yang akan disalurkan melalui lembaga kemanusiaan untuk membantu korban perang di Gaza.
Dua Tahun Setelah Thufan Al-Aqsa: Luka yang Masih Berdarah
Nama Thufan Al-Aqsa sendiri mengandung makna mendalam badai yang berawal dari kesucian.
Operasi ini bukan sekadar serangan militer, melainkan simbol perlawanan terhadap kezaliman Zionisme, serta bagian dari perjuangan panjang rakyat Palestina membebaskan tanah dan kehormatan mereka yang dirampas.
Namun dua tahun berselang sejak peristiwa itu, Gaza masih berdarah.
Lebih dari 90 persen wilayahnya hancur, 80 persen dikuasai penjajah, dan lebih dari 200 ribu ton bahan peledak telah menghujani tanah yang disebut para nabi. Dari 76 ribu jiwa yang gugur, 20 ribu di antaranya adalah anak-anak mereka yang belum sempat mengenal arti damai.
Rumah sakit, masjid, dan kamp pengungsi luluh lantak. Bau debu, darah, dan kehilangan menyelimuti setiap sudut Gaza. Namun di balik kehancuran itu, keteguhan rakyat Palestina tetap menyala, seperti bara yang tak pernah padam.
Dunia yang Mulai Terbangun
Dunia, perlahan tapi pasti, mulai membuka mata. Di panggung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), banyak delegasi kini berani meninggalkan ruangan saat Benjamin Netanyahu berpidato sebuah isyarat kuat bahwa Israel mulai kehilangan legitimasi moral di mata dunia.
Bagi Baik Berisik Padang, momen ini menjadi bukti bahwa suara-suara kecil dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari kota Padang yang jauh dari Gaza, tetap punya makna. “Setiap langkah kecil menuju kebenaran adalah bagian dari perjuangan besar,” ujar salah satu peserta aksi, Ica Khair, dengan mata berkaca-kaca.
“Saya mungkin tidak bisa berbuat banyak. Tapi hadir di sini adalah cara saya menunjukkan bahwa saya peduli. Bahwa saya tidak tutup mata atas penderitaan mereka,” katanya lirih.
Refleksi dari Tanah yang Damai
Ketika azan magrib berkumandang, peserta aksi perlahan membubarkan diri. Namun gema solidaritas itu tetap menggantung di udara Padang yang lembap sore itu.
Mungkin bagi sebagian orang, 76 ribu jiwa hanyalah angka.
Namun bagi mereka yang hadir di bundaran itu, angka-angka itu mewakili ratusan ribu cerita yang tak sempat diselesaikan, ribuan mimpi yang dirampas oleh perang.
Kita mungkin hidup di dunia yang sama, tapi dalam suasana yang berbeda.
Bagi warga Gaza, malam berarti bertahan di bawah ledakan.
Bagi kita di sini, malam hanyalah waktu untuk beristirahat.
Dan di antara perbedaan itulah, aksi damai seperti yang digelar Baik Berisik Padang menjadi jembatan nurani pengingat bahwa kemanusiaan tak mengenal batas benua atau agama.
(*)
#AksiBelaPalestina #Demonstrasi #SumateraBarat