Terungkap! Fakta Mengejutkan di Balik Kasus Penyiksaan Bocah di Jaksel: “Ayah Juna” Ternyata Pasangan Sesama Jenis
Orangtua Penyiksa Bocah di Jaksel Ternyata Pasangan Sesama Jenis
D'On, Jakarta – Kasus penyiksaan anak berusia 7 tahun berinisial MK di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, semakin mengungkap fakta-fakta mencengangkan. Setelah sebelumnya publik digemparkan dengan kondisi MK yang ditemukan penuh luka dan terlantar di lorong pasar, kini polisi membongkar identitas sebenarnya dari sosok yang selama ini dikenal sebagai “Ayah Juna”.
Ternyata, sosok tersebut bukanlah seorang pria, melainkan perempuan yang berhubungan sesama jenis dengan ibu kandung korban.
Fakta Baru Terungkap: “Ayah Juna” Bukan Laki-Laki
Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP M Prasetyo, menjelaskan bahwa tersangka berinisial EF alias YA (40) bukanlah suami dari ibu korban. Selama ini EF menyamar dan memperkenalkan diri dengan nama “Yusuf Arjuna” atau akrab dipanggil “Ayah Juna”.
“Mereka bukan pasangan suami istri, melainkan pasangan sejenis. EF ini sebenarnya seorang perempuan yang selama ini mengaku bernama Yusuf Arjuna,” ungkap Prasetyo, Minggu (14/9/2025).
Pengakuan tersebut menambah panjang daftar kejanggalan dalam kasus ini. Sebab, banyak pihak selama ini mengira bahwa EF adalah sosok ayah tiri yang ikut membesarkan korban.
Dua Tersangka: Ibu Kandung dan Pasangan Sesama Jenis
Dalam kasus ini, polisi menetapkan dua tersangka utama, yaitu SNK (42) ibu kandung korban, serta pasangannya, EF. Keduanya diduga kuat melakukan serangkaian penyiksaan terhadap MK hingga menimbulkan luka-luka serius.
Kasus ini mendapat perhatian publik lantaran melibatkan hubungan sesama jenis yang disembunyikan di balik identitas palsu. Tak hanya itu, tindakan mereka yang tega menyiksa anak tak berdosa menambah amarah masyarakat.
Kondisi Korban: Luka, Dehidrasi, dan Trauma Mendalam
Peristiwa tragis ini bermula pada Rabu, 11 Juni 2025, ketika warga menemukan MK dalam kondisi memprihatinkan. Bocah malang itu tampak tertidur di atas tumpukan kardus di lorong sempit Pasar Kebayoran Lama.
Tubuhnya penuh luka, beberapa di antaranya diduga akibat benda tajam. Selain itu, kondisi fisiknya sangat lemah akibat dehidrasi. Saat pertama kali ditemukan, MK nyaris tak bisa berbicara jelas karena kelelahan dan trauma yang begitu dalam.
Seorang saksi mata mengatakan bahwa anak tersebut sempat mengaku disiksa oleh orang tuanya. Namun, lantaran kondisinya lemah, MK tidak mampu memberikan keterangan detail terkait bentuk penyiksaan yang dialaminya.
Tuntutan Keadilan dan Trauma yang Menyisa
Kasus ini memicu gelombang reaksi keras dari masyarakat, terutama pegiat perlindungan anak. Mereka menilai bahwa penyiksaan yang dilakukan terhadap MK tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang akan sulit hilang.
Pakar hukum pidana menegaskan bahwa kedua pelaku bisa dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari penganiayaan terhadap anak di bawah umur hingga undang-undang perlindungan anak. Ancaman hukuman yang menanti bisa mencapai belasan tahun penjara.
Luka Sosial yang Lebih Dalam
Lebih dari sekadar kasus kriminal, tragedi ini menyingkap masalah sosial yang kompleks: penyalahgunaan identitas, hubungan rumah tangga yang tidak sehat, serta lemahnya pengawasan terhadap anak. MK, yang seharusnya tumbuh dalam kasih sayang, justru menjadi korban kekerasan dari orang terdekatnya sendiri.
Kini, perhatian publik tertuju pada pemulihan kondisi MK, baik secara medis maupun psikologis. Banyak pihak berharap pemerintah dan lembaga perlindungan anak segera turun tangan memberikan pendampingan intensif, agar masa depan bocah malang ini tidak hancur akibat luka yang ia derita.
(Mond)
#KekerasanTerhadapAnak #Kriminal