Sidang Etik Briptu Danang Penumpang Rantis yang Tewaskan Affan Kurniawan Disanksi Patsus
Tampang 7 anggota Brimob yang naik mobil rantis
D'On, Jakarta – Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri menggelar sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) yang menyita perhatian publik. Sidang ini menghadirkan Briptu Danang Setiawan, anggota Korps Brimob Polri, yang dinilai lalai hingga mengakibatkan tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, dalam insiden memilukan pada aksi unjuk rasa di Jakarta, 28 Agustus 2025 lalu.
Briptu Danang bukanlah pengemudi kendaraan taktis (rantis) Brimob yang melindas korban, melainkan salah satu penumpang. Namun, kelalaiannya dianggap fatal karena tidak mengingatkan Komandan Kompi (Danyongas) Kompol Kosmas K. Gae maupun Bripka Rohmad selaku pengemudi, padahal situasi kala itu tengah memanas dan membutuhkan kewaspadaan ekstra.
Suasana Tegang di Ruang Sidang Divpropam
Sidang digelar di ruang sidang Divpropam Polri, Gedung TNCC lantai 1 Mabes Polri, Selasa (30/9). Komisi sidang dipimpin langsung oleh Brigjen Agus Wijayanto, dengan Kombes Heri Setyawan sebagai wakil ketua, serta tiga anggota lainnya: AKBP Rusdi Batubara, AKBP Christian Tonato, dan Kompol Djoko Suprianto.
Untuk memperkuat proses sidang, dihadirkan empat saksi penting yakni Aipda M. Rohyani, Bripda Mardin, Bharaka Yohanes, dan Bharaka Jana Edi Bintoro. Masing-masing memberikan kesaksian terkait suasana di lapangan saat kericuhan terjadi, serta peran Briptu Danang dalam peristiwa itu.
Menurut keterangan Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago, persidangan berjalan dengan transparan dan menghadirkan fakta-fakta yang mempertegas kelalaian Briptu Danang.
Kelalaian yang Memakan Korban
Dari hasil pemeriksaan, Briptu Danang terbukti tidak mengingatkan komandan maupun pengemudi rantis untuk lebih waspada di tengah kericuhan unjuk rasa. Kelalaian tersebut berujung fatal: Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang kebetulan berada di lokasi, tewas terlindas kendaraan taktis Brimob.
“Perbuatan Briptu Danang dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf c Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri,” ujar Kombes Erdi.
Pasal tersebut menekankan kewajiban setiap anggota Polri untuk menjaga profesionalitas, kewaspadaan, dan menghindari tindakan atau kelalaian yang dapat merugikan masyarakat maupun institusi.
Putusan: Etik dan Administratif
Majelis KKEP akhirnya menjatuhkan dua jenis sanksi.
-
Sanksi Etik
- Perbuatan Briptu Danang dinyatakan sebagai tindakan tercela.
- Ia diwajibkan menyampaikan permintaan maaf, baik secara lisan di hadapan sidang KKEP, maupun tertulis kepada pimpinan Polri.
-
Sanksi Administratif
- Penempatan di tempat khusus selama 20 hari.
- Hukuman tersebut telah dijalani Briptu Danang sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Biroprovos Divpropam Polri dan Korbrimob Polri.
Meski tidak diberhentikan dari dinas, sanksi ini menegaskan bahwa institusi Polri tidak menoleransi kelalaian yang menimbulkan korban jiwa.
Transparansi dan Komitmen Polri
Kombes Erdi menegaskan, putusan majelis menunjukkan keseriusan Polri dalam menegakkan kode etik serta menjaga profesionalitas anggotanya.
“Sidang KKEP ini menunjukkan bahwa setiap anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik akan diproses secara transparan dan diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Pernyataan ini sekaligus meneguhkan komitmen Polri untuk membangun kepercayaan publik di tengah sorotan tajam masyarakat terhadap kinerja aparat dalam menangani aksi-aksi unjuk rasa.
Pelajaran Berharga bagi Institusi
Sidang ini tidak hanya menjadi proses pembinaan bagi Briptu Danang, tetapi juga sinyal peringatan keras bagi seluruh anggota Polri.
“Polri ingin memastikan setiap tindakan anggota di lapangan harus sesuai SOP, sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat maupun institusi. Putusan ini diharapkan menjadi pelajaran berharga,” ujar Erdi.
Dalam sidang, Briptu Danang yang sebelumnya bertugas sebagai Bintara Angkutan Batalyon D Pelopor Satbrimob Polda Metro Jaya, menyatakan menerima putusan tersebut tanpa bantahan.
Refleksi di Balik Kasus
Kasus ini menegaskan bahwa dalam situasi kericuhan, kelalaian sekecil apa pun bisa berakibat besar. Kematian Affan Kurniawan menjadi pengingat tragis bahwa aparat penegak hukum dituntut untuk selalu waspada, profesional, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Sidang etik Briptu Danang bukan hanya soal menjatuhkan sanksi, tetapi juga menguji komitmen Polri untuk tidak menutup mata terhadap kesalahan internal. Publik kini menunggu, apakah langkah ini benar-benar akan memperkuat kultur profesionalisme di tubuh kepolisian, atau hanya berhenti sebagai formalitas.
(L6)