Rekonstruksi Kasus Tragis Putri Apriyani: Polisi Muda Bunuh Mahasiswi, Keluarga Tuntut Pasal 340 KUHP
Tersangka Bripda Alvian M. Sinaga saat rekonstruksi kasus pembunuhan di Indramayu. (12/9/2025)
D'On, Indramayu – Rekonstruksi kasus pembunuhan sadis terhadap mahasiswi Putri Apriyani (24) yang dilakukan anggota Unit Tipikor Satreskrim Polres Indramayu (kini nonaktif), Bripda Alvian M. Sinaga (23), akhirnya digelar pada Jumat (12/9/2025). Namun, jalannya rekonstruksi justru menimbulkan pertanyaan besar dari pihak keluarga korban karena berlangsung tertutup dan tidak di lokasi sebenarnya.
Reka ulang digelar di Lapangan Tembak Polres Indramayu, bukan di tempat kejadian perkara yakni kos-kosan Rifda 4 kamar nomor 9, Blok Ceblok, Desa Singajaya, Kecamatan Indramayu. Polisi beralasan hal itu dilakukan demi keamanan. Namun, keputusan tersebut justru memantik kekecewaan mendalam dari keluarga korban.
Tuntutan Penerapan Pasal 340 KUHP
Paman korban, Muhammad Tamsin, dengan tegas menyuarakan agar penyidik menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, bukan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa yang saat ini dikenakan pada tersangka.
Menurutnya, perbedaan pasal tersebut sangat krusial. Pasal 338 hanya mengancam pelaku dengan pidana maksimal 15 tahun penjara, sementara Pasal 340 memungkinkan hukuman yang jauh lebih berat, mulai dari pidana mati, penjara seumur hidup, hingga penjara 20 tahun.
“Kalau Pasal 340 tidak diterapkan, keluarga tidak akan puas. Saya sudah tahan-tahan mereka, tapi kalau dipaksa tetap Pasal 338, keluarga bisa geruduk Polres Indramayu. Bahkan sampai persidangan pun bisa ramai,” tegas Tamsin, Selasa (16/9).
Keluarga Korban Dilarang Menyaksikan Rekonstruksi
Ketegangan semakin memuncak ketika kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, mengungkapkan bahwa pihak keluarga sama sekali tidak diberi akses untuk menyaksikan jalannya rekonstruksi.
“Rekonstruksi ini dijaga ketat, keluarga korban tidak diberi akses. Padahal kalau mereka diberikan kesempatan menyaksikan, justru akan baik bagi polisi agar tidak muncul kecurigaan adanya perlakuan khusus kepada pelaku,” kata Toni.
Menurut Toni, dalam KUHAP memang hanya diatur soal pendampingan tersangka oleh penasihat hukum, namun tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang keluarga korban untuk menyaksikan.
“Kalau tidak ada larangan, seharusnya polisi juga tidak punya kewenangan untuk melarang,” tambahnya.
Motif: Uang Rp 32 Juta dan Keputusasaan Seorang Polisi Muda
Dari keterangan yang dihimpun, motif pembunuhan ini bermula dari masalah keuangan. Alvian disebut telah menghabiskan uang milik keluarga korban sebesar Rp 32 juta. Uang itu sejatinya akan dipakai keluarga Putri untuk menggadaikan sawah, namun raib digunakan pelaku, bahkan ditambah dengan utang di koperasi menggunakan nama temannya.
Dalam adegan rekonstruksi, Toni memaparkan, Alvian sempat bangun tidur sekitar pukul 03.30 WIB dan merasa putus asa. Tekanan mental karena uang yang telah dihabiskan membuatnya nekat menghabisi nyawa Putri.
“Dia membekap korban dengan bantal lalu mencekiknya hingga tewas,” ungkap Toni.
Tragisnya, setelah itu sekitar pukul 05.00 WIB, Alvian sempat pergi ke Polres Indramayu untuk bunuh diri, namun gagal. Ia kembali ke kos, mendapati korban sudah tak bernyawa, lalu berusaha menghilangkan jejak kejahatannya dengan membakar jasad Putri.
“Dia bilang ingin ikut terbakar biar seolah-olah ikut mati, tapi karena kepanasan akhirnya keluar kamar sekitar jam 08.00 dan kabur,” tutur Toni.
Tubuh Putri hangus terbakar hampir seluruhnya, menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan menyulut gelombang desakan agar kasus ini diproses dengan pasal terberat.
Polisi Belum Beri Pernyataan Resmi
Hingga berita ini diturunkan, Polres Indramayu belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil rekonstruksi maupun kepastian pasal yang akan diterapkan terhadap Bripda Alvian M. Sinaga. Publik kini menunggu sikap tegas aparat penegak hukum, apakah akan menjerat pelaku dengan Pasal 338 KUHP yang lebih ringan, atau Pasal 340 KUHP yang sesuai desakan keluarga dan memiliki implikasi hukuman jauh lebih berat.
Kasus ini tidak hanya menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga mencoreng wajah institusi kepolisian. Seorang aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru menjadi pelaku tindak pidana keji.
Catatan: Keluarga korban berencana terus mengawal kasus ini hingga persidangan, bahkan mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika aparat penegak hukum dinilai tidak adil dalam menangani kasus tersebut.
(K)
#Pembunuhan #Kriminal #Polri