Vonis Berat untuk 11 Terdakwa Korupsi Lahan Tol Padang–Sicincin: Rugikan Negara Rp27 Miliar
Gedung Pengadilan Negeri Padang (Dok: Ist)
D'On, Padang – Drama hukum besar-besaran terjadi di Pengadilan Negeri Padang. Sebanyak 11 orang terdakwa kasus korupsi ganti rugi lahan proyek strategis nasional Tol Padang–Pekanbaru seksi Kapalo Hilalang–Sicincin–Lubuk Alung–Padang akhirnya menerima vonis dari majelis hakim. Hukuman bervariasi, mulai dari 1 tahun hingga 7 tahun penjara, disertai denda dan kewajiban membayar uang pengganti.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dedi Kuswara itu digelar dengan pengawalan ketat. Hakim secara tegas menyatakan bahwa seluruh terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis Terberat jatuh kepada Syaiful, yang dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hakim menyebut perannya krusial dalam skema pengalihan aset pemerintah daerah menjadi klaim milik pribadi untuk pencairan ganti rugi.
Tak jauh berbeda, tiga terdakwa lainnya, Yuhendri, Syamsir, dan Zainuddin, masing-masing divonis 5 tahun penjara.
Vonis Menengah diterima Bakri, yang diganjar 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Yang memberatkan, Bakri juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp3,4 miliar, dengan ancaman penjara tambahan 3 tahun jika tidak membayar.
Vonis Ringan-Menengah diberikan kepada Arlia Mursida, M. Nur, dan Amroh. Ketiganya divonis 1,5 tahun penjara, denda Rp50 juta subsider 3 bulan, plus kewajiban membayar uang pengganti yang nominalnya akan dipotong dari hasil penyitaan.
Vonis Ringan dijatuhkan kepada Marina dan Suharmen, masing-masing hanya 1 tahun penjara.
Sementara itu, Zainuddin alias Buyung Ketek divonis 2 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 3 bulan, serta membayar uang pengganti Rp382.378.692 (dikurangi Rp3 juta yang sudah disita), dengan ancaman penjara tambahan 2 tahun 6 bulan jika tak membayar.
Modus Operandi: Mengubah Aset Daerah Jadi Klaim Pribadi
Kasus ini bermula pada 2020, ketika proyek pembangunan Tol Padang–Pekanbaru memasuki tahap pembebasan lahan di Kabupaten Padang Pariaman. Tanah yang akan diganti rugi sebenarnya adalah aset Pemerintah Daerah, bukan milik perorangan.
Hal ini bahkan telah ditegaskan oleh Asisten III Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman. Namun, para terdakwa—dengan peran dan tingkat keterlibatan berbeda—tetap memproses ganti rugi seolah-olah tanah tersebut adalah milik mereka atau pihak yang mereka wakili.
Skema ini membuat negara mengalami kerugian Rp27 miliar, sebagaimana dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Uang negara yang seharusnya untuk proyek pembangunan infrastruktur vital malah mengalir ke kantong pribadi.
Pertimbangan Hakim
Hakim menyatakan tidak ada alasan pemaaf atau pembenar yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana para terdakwa.
“Para terdakwa sadar betul bahwa tanah tersebut adalah aset pemerintah daerah, namun tetap memproses pencairan ganti rugi,” tegas Dedi Kuswara di persidangan.
Majelis hakim menilai perbuatan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kelancaran proyek strategis nasional yang ditunggu masyarakat.
Catatan Kritis: Cermin Bobroknya Tata Kelola Aset
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan aset daerah. Proyek tol yang seharusnya mempercepat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi justru menjadi ladang korupsi. Fakta bahwa peringatan resmi dari pejabat Pemkab diabaikan memperlihatkan adanya dugaan kolusi terstruktur di tingkat lokal.
Vonis ini diharapkan menjadi peringatan keras bahwa setiap upaya menggerogoti dana publik, apalagi untuk proyek strategis nasional, akan dibalas dengan hukuman tegas.
(Mond)
#KorupsiTolPadangSicincin #Korupsi #Hukum #SumateraBarat