Breaking News

Oknum Guru Bejatkan Tiga Santriwati di Dharmasraya Jadi Korban Cabul

Oknum Guru Pesantren Cabuli 3 Santriwati (Dok: Polres Dharmasraya)

D'On, Dharmasraya
– Di tengah dinginnya udara dini hari, suasana sebuah pondok pesantren di Kabupaten Dharmasraya biasanya dipenuhi lantunan ayat suci dan doa para santri yang bangun untuk menunaikan salat tahajud. Namun di balik ketenangan itu, tersimpan kisah kelam yang kini menggemparkan masyarakat.

Seorang guru yang seharusnya menjadi pembimbing moral dan panutan justru tega menodai kehormatan tiga santriwati di bawah bimbingannya. Dalihnya? Mengajak hafalan Al-Qur’an dan ibadah malam. Namun di balik itu, terselubung niat bejat yang akhirnya terungkap ke publik.

Penangkapan yang Mengguncang

Pelaku, SW (43), warga Jorong Telaga Biru, Nagari Koto Ranah, Kecamatan Koto Besar, ditangkap polisi setelah laporan dari orang tua korban memicu penyelidikan intensif. Jumlah korban bukan satu, melainkan tiga santriwati yang masih di bawah umur.

“Setelah menerima laporan, kami langsung bergerak. Korban dimintai keterangan, alat bukti dikumpulkan, dan SW segera kami amankan. Bukti kuat membuatnya langsung ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kasat Reskrim Polres Dharmasraya, Iptu Evi Hendri Susanto, mewakili Kapolres AKBP Purwanto Hari Subekti, Jumat (8/8).

Modus di Balik Dini Hari

Hasil penyelidikan mengungkap modus yang sama pada setiap korban: memanfaatkan momen dini hari saat sebagian besar santri tertidur, dengan dalih membangunkan untuk tahajud atau menghafal Al-Qur’an.

  • Aksi pertama terjadi Selasa (22/4) pukul 04.30 WIB. Korban tertidur di mushala saat menghafal surat pendek. SW memarahi korban, membawanya ke bagian belakang yang sepi, lalu mengancam.
    “Sudah nikmati saja, kamu diam saja. Kalau tidak mau, hafalanmu tidak akan saya tambah,” ucap SW, seperti ditirukan polisi.

  • Aksi kedua berlangsung Senin (26/5) pukul 03.30 WIB. Korban tidur di asrama. SW membangunkan dengan menyelinap ke ranjang korban, lalu memasukkan tangannya ke dalam baju santri tersebut.
    “Alah, jangan lebay. Ikuti saja mau bapak, kalau tidak nanti ilmu yang saya berikan tidak akan mendapat keberkahan,” rayunya, memanipulasi keyakinan agama korban.

  • Aksi ketiga dilakukan Senin (2/6) pukul 03.30 WIB. Modus sama, tapi kali ini SW menggunakan kedua tangannya. Korban yang terkejut mencoba menepis, namun kembali dibujuk dengan kata-kata yang merendahkan.

Luka yang Tak Sembuh oleh Waktu

Ketiga korban kini dalam pendampingan psikologis. Menurut seorang warga yang mengenal para korban, mereka mengalami trauma berat. “Mereka jadi takut ketika dini hari, bahkan untuk sekadar ke mushala,” ujarnya.

Tokoh agama setempat, Ustaz H. M. Ridwan, mengecam keras perbuatan tersebut.
“Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap amanah Allah. Seorang guru di pesantren harusnya menjadi penjaga kehormatan murid, bukan perusaknya. Hukuman seberat-beratnya layak dijatuhkan,” tegasnya.

Jerat Hukum Mengintai

Atas perbuatannya, SW dijerat Pasal 289 dan 296 KUHP serta Pasal 76 E UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

“Pelaku sudah kami amankan di Mapolres. Proses hukum akan kami kawal hingga tuntas,” tegas Iptu Evi.

Pesantren Tak Lagi Aman?

Kasus ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama. Banyak orang tua yang mulai mempertanyakan keamanan anak mereka di pesantren. Meski demikian, pihak kepolisian mengimbau agar masyarakat tidak menggeneralisasi semua pesantren.

Kasus SW menjadi peringatan bahwa predator seksual bisa bersembunyi di balik jubah kehormatan, bahkan di tempat yang dianggap paling suci sekalipun. Waspada dan berani melapor menjadi kunci melindungi generasi muda dari tangan-tangan kotor yang mengatasnamakan agama.

(Mond)

#Pencabulan #Asusila #Dharmasraya