Breaking News

Eks Kabag Ops Polres Solsel Dituntut Hukuman Mati atas Kasus Pembunuhan Berencana Kasatreskrim

Eks Kabag Ops Polres Solok Selatan AkP Dadang Dituntut Hukuman Mati Atas Kasus Polisi Tembak Polisi (Dok: Mond)

D'On,
Padang – Sidang kasus penembakan berdarah yang mengguncang jajaran kepolisian Sumatera Barat kembali mencuri perhatian publik. Mantan Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, Kompol (nonaktif) Dadang Iskandar, resmi dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Padang, Rabu (27/8/2025), JPU Moch Taufiq Yanu Arsyah menyatakan Dadang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Kasatreskrim Polres Solok Selatan saat itu, AKP Ryanto Ulil Anshar.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dadang Iskandar dengan pidana mati,” tegas JPU dalam tuntutannya yang dibacakan di hadapan majelis hakim.

Awal Perseteruan: Tambang Ilegal Jadi Pemicu

Kasus ini bermula dari persoalan tambang ilegal yang belakangan memang menjadi masalah serius di Solok Selatan. Menurut keterangan di persidangan, terdakwa Dadang meminta korban, AKP Ulil, agar membantu “mengamankan” kegiatan tambang ilegal yang sedang beroperasi.

Namun, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh korban. AKP Ulil dikenal sebagai perwira muda yang cukup vokal menentang praktik ilegal di wilayahnya. Penolakan tersebut rupanya menyinggung harga diri Dadang.

Puncaknya terjadi pada 22 November 2024. Di parkiran Mapolres Solok Selatan, Dadang melepaskan tembakan ke arah AKP Ulil. Aksi brutal itu sontak membuat geger anggota kepolisian lainnya.

Drama Setelah Penembakan

Usai menembak rekannya sendiri, Dadang tak langsung ditangkap. Ia kabur menggunakan mobil dinas kepolisian. Namun pelarian itu tidak berlangsung lama. Beberapa jam kemudian, ia akhirnya menyerahkan diri ke Polda Sumbar.

Fakta bahwa seorang perwira menengah polisi menembak mati atasannya sendiri di dalam lingkungan institusi kepolisian membuat kasus ini begitu menyita perhatian publik. Banyak yang menyebutnya sebagai “noda hitam dalam sejarah Polri di Sumatera Barat”.

Pasal Berat, Tuntutan Terberat

Atas perbuatannya, Dadang dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, serta Pasal 340 Jo 53 KUHP. Jaksa menilai semua unsur pidana terpenuhi.

Tak hanya itu, JPU menekankan bahwa tindakan terdakwa telah mencederai marwah kepolisian dan menimbulkan keresahan mendalam di tengah masyarakat. Oleh karena itu, hukuman mati dinilai paling pantas dijatuhkan.

Sorotan Publik: Kasus yang Mengguncang Institusi Polri

Kasus ini bukan sekadar perkara kriminal biasa. Penembakan sesama anggota kepolisian, terlebih antar perwira di dalam lingkungan Mapolres, dianggap telah memperlihatkan betapa rapuhnya integritas dan soliditas di tubuh Polri ketika berhadapan dengan kepentingan ekonomi ilegal.

Sejumlah pegiat hukum di Sumbar menyebut, kasus Dadang Iskandar adalah contoh nyata bagaimana tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga bisa menyeret aparat penegak hukum ke jurang kehancuran moral dan hukum.

Kini, semua mata tertuju pada putusan majelis hakim. Apakah tuntutan mati itu akan dikabulkan, atau hakim memiliki pertimbangan lain? Putusan ini akan menjadi catatan penting dalam sejarah peradilan pidana di Indonesia, khususnya ketika seorang aparat penegak hukum diadili karena menghilangkan nyawa koleganya sendiri.

Catatan: Sidang berikutnya dijadwalkan untuk agenda pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa dan kuasa hukumnya. Publik menanti apakah Dadang akan menyesali perbuatannya atau tetap mencari pembenaran atas aksi brutal yang dilakukannya.

(Mond)

#Polri #PolisiTembakPolisi #AKPDadang #Hukum