Breaking News

Dua Anggota DPRD Resmi Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan ASN, Polda NTT Pastikan Proses Hukum Jalan Terus

Ilustrasi pengeroyokan.

D'On, Kupang
– Kasus dugaan pengeroyokan yang menyeret dua politisi Kabupaten Kupang memasuki babak baru. Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) secara resmi menetapkan keduanya sebagai tersangka usai dilakukan gelar perkara di ruang Ditreskrimum lantai II, Selasa (26/8/2025).

Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatan kedua anggota dewan tersebut dalam peristiwa penganiayaan.

“Setelah kami gelar perkara, keduanya kami tetapkan sebagai tersangka,” tegas Kombes Patar saat konferensi pers di Kupang, Rabu (27/8).

Perubahan Pasal dari Pengeroyokan ke Penganiayaan

Awalnya, penyidik Subdit I Kamneg Ditreskrimum menjerat para terduga dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Namun, setelah dilakukan pendalaman dan analisis hukum bersama Itwasda dan Bidang Hukum Polda NTT, disepakati bahwa konstruksi pasal lebih tepat menggunakan pasal penganiayaan.

“Semula kita kenakan pasal pengeroyokan, tetapi dalam gelar perkara, pasalnya disesuaikan menjadi penganiayaan sesuai Pasal 351 ayat (1) dan Pasal 352 KUHP,” jelas Patar.

Keputusan ini menegaskan bahwa peran dan tingkat keterlibatan masing-masing tersangka berbeda, sehingga pasal yang diterapkan juga tidak sama.

Profil Tersangka dan Ancaman Hukuman

Dua politisi yang kini berstatus tersangka berasal dari partai berbeda dan menempati kursi DPRD Kabupaten Kupang.

  1. Tome da Costa (Partai Gerindra) dikenakan Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan.

    • Pasal ini berlaku untuk tindak penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau menghalangi korban dalam bekerja.
    • Ancaman hukuman: pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp4.500.
  2. Okto La’a (Partai Golkar) dikenakan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan biasa.

    • Pasal ini mengatur tindak pidana penganiayaan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh korban, meski tidak sampai mengakibatkan luka berat atau kematian.
    • Ancaman hukuman: pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda maksimal Rp4.500.

Langkah Lanjut: Pemeriksaan Ulang

Kombes Patar menegaskan, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, proses hukum tidak berhenti sampai di sini. Kedua politisi tersebut akan kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka.

“Hari ini sudah penetapan tersangka dan kami agendakan memanggil lagi kedua tersangka untuk diperiksa sebagai tersangka,” tegasnya.

Kasus yang Menyita Perhatian Publik

Kasus ini menjadi sorotan publik NTT, mengingat status keduanya sebagai wakil rakyat. Tindakan penganiayaan yang dilakukan pejabat publik memunculkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang berharap anggota dewan bisa memberi teladan.

Selain itu, penetapan status tersangka terhadap dua politisi lintas partai juga dipandang sebagai bukti bahwa aparat penegak hukum tidak pandang bulu dalam menangani kasus pidana, sekalipun pelakunya adalah pejabat.

Sejumlah kalangan aktivis hukum dan masyarakat sipil bahkan mendesak agar proses penyidikan berjalan transparan tanpa ada intervensi politik. Mereka juga menilai bahwa kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum di NTT.

Catatan Penting

Kasus ini masih terus bergulir. Jika terbukti bersalah di pengadilan, keduanya bukan hanya menghadapi ancaman pidana, tetapi juga risiko kehilangan jabatan politik. Sesuai aturan, anggota dewan yang terbukti melakukan tindak pidana dan mendapat hukuman tetap dapat diberhentikan dari posisinya.

Kini publik menanti langkah tegas aparat serta sikap resmi partai politik yang menaungi kedua legislator tersebut—apakah akan memberi sanksi internal, atau memilih menunggu putusan hukum berkekuatan tetap.

(K)

#Penganiayaan #Kriminal #AnggotaDPRDKupangAniayaASN