Satgas Damai Cartenz Tangkap 8 Anggota Kelompok Bersenjata Penyerang Guru dan Nakes di Yahukimo
Salah satu tersangka penyerangan guru dan nakes di Yahukimo dalam pemeriksaan tim penyidik Satgas Damai Cartenz. Dok. Ops Damai Cartenz.
D'On, Yahukimo, Papua Pegunungan – Langit kelabu yang menaungi pegunungan Yahukimo seakan menggambarkan duka yang masih menggantung di wilayah ini. Setelah berbulan-bulan dibayangi teror, angin keadilan mulai berembus. Tim gabungan Satgas Operasi Damai Cartenz dan Satreskrim Polres Yahukimo akhirnya berhasil membekuk delapan orang yang diduga terlibat dalam penyerangan brutal terhadap tenaga pendidik dan tenaga kesehatan di wilayah pedalaman Yahukimo pada Maret 2025 lalu.
Penangkapan ini bukan perkara sepele. Mereka yang ditangkap bukan pelaku kriminal biasa, melainkan anggota aktif dari kelompok sipil bersenjata yang dikenal sebagai Batalyon Eden Sawi Yali, sayap bawah Kodap XVI Yahukimo, yang dipimpin oleh tokoh separatis Elkius Kobak. Batalyon ini dikomandoi oleh Ohion Helembo, alias Bapa Simpan, salah satu nama yang telah lama masuk dalam daftar pengawasan aparat keamanan karena sepak terjangnya dalam jaringan kekerasan di Papua.
Tiga Tersangka Sudah Terbukti, Lima Lainnya Masih Didalami
Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigjen Faizal Ramadhani, dalam keterangannya pada Sabtu (12/7/2025), mengungkapkan bahwa dari delapan orang yang diamankan, tiga di antaranya telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Aris Pahabol, DH, dan NS. Kelimanya masih dalam proses pendalaman intensif oleh tim penyidik gabungan.
"Penanganan kasus ini akan terus kami kembangkan. Tujuan kami bukan hanya menangkap pelaku lapangan, tapi juga mengurai seluruh jaringannya hingga ke akar," tegas Faizal.
Menurut Faizal, kasus ini adalah bagian dari rangkaian serangan yang bertujuan mengacaukan program pembangunan dan pelayanan publik di Papua, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan—dua sektor krusial yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat pedalaman.
Menyerang Simbol Kemanusiaan: Guru dan Tenaga Medis
Penyerangan terhadap guru dan tenaga kesehatan ini dianggap sebagai tindakan pengecut dan keji. Para korban saat itu tengah menjalankan misi mulia: memberikan layanan pendidikan dan medis bagi warga di daerah-daerah terpencil, tanpa perlindungan, hanya berbekal semangat pengabdian.
"Ini adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Mereka (para korban) bukan aparat keamanan, bukan musuh. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan yang mengabdikan diri untuk anak-anak dan masyarakat Papua," ujar Faizal dengan nada penuh penekanan.
Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap guru dan nakes bukan hanya bentuk pelanggaran hukum, tapi juga bentuk penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Stabilitas Papua Pegunungan Jadi Taruhan
Kepala Satgas Humas Operasi Damai Cartenz, Kombes Yusuf Sutejo, turut menambahkan bahwa pengungkapan ini menjadi bukti keseriusan aparat dalam menjaga stabilitas keamanan di wilayah Papua Pegunungan. Menurut Yusuf, konflik bersenjata di wilayah tersebut tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga menghambat laju pembangunan dan memperpanjang penderitaan masyarakat.
"Kami terus melakukan pengejaran terhadap sisa anggota kelompok ini. Kami juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang menyesatkan. Negara hadir di sini untuk melindungi rakyatnya," ungkap Yusuf.
Tim investigasi saat ini masih menggali informasi dari lima tersangka lainnya yang telah diamankan, serta memetakan keterkaitan antara kelompok Batalyon Eden Sawi Yali dengan jaringan kelompok kriminal bersenjata (KKB) lainnya di wilayah pegunungan tengah Papua.
Teror yang Menciptakan Ketakutan dan Ketertinggalan
Penyerangan terhadap guru dan tenaga kesehatan bukan semata kekerasan fisik—ia menyisakan luka psikologis dan menanam benih ketakutan yang dalam. Banyak guru dan nakes akhirnya memilih mengungsi atau berhenti bertugas, membuat akses layanan dasar di daerah tersebut semakin sulit dijangkau.
"Serangan semacam ini adalah bentuk nyata dari upaya menciptakan ketakutan yang sistematis. Kelompok bersenjata itu sengaja ingin Papua tertinggal, agar mereka bisa terus menebar pengaruh di atas penderitaan warga," tambah Faizal.
Pemerintah, kata dia, tidak akan tinggal diam. Penindakan akan dilakukan dengan tegas, namun tetap mengedepankan prinsip penegakan hukum yang profesional dan proporsional.
Papua Butuh Damai, Bukan Darah
Peristiwa ini sekali lagi menjadi pengingat bahwa stabilitas di Papua bukan sekadar soal keamanan, tetapi juga soal rasa aman yang memungkinkan guru mengajar tanpa takut, dan nakes merawat tanpa waswas. Dalam perjuangan panjang menuju Papua yang damai dan sejahtera, kehadiran negara bukan hanya dinanti tapi sangat dibutuhkan.
Penangkapan delapan orang ini adalah langkah awal. Jalan masih panjang, namun setiap langkah maju menuju keadilan adalah kemenangan kecil bagi rakyat Papua yang merindukan kedamaian.
(Mond)
#KKB #SatgasDamajCartenz #Teroris