Kasus Dugaan Korupsi PT BIP Mandek, LBH Padang Soroti Lambannya Kinerja Kejari: “Publik Bisa Kehilangan Kepercayaan!”
LBH Padang, Alfi Syukri, M.H
D'On, Padang — Kasus dugaan korupsi yang menyeret nama PT Benal Ichsan Persada (PT BIP) kembali mengemuka, memantik keresahan publik dan sorotan tajam dari kalangan pemerhati hukum. Meski telah memasuki tahap penyidikan sejak lebih dari setahun lalu, hingga kini Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang belum menunjukkan perkembangan signifikan. Proses hukum yang stagnan membuat publik bertanya-tanya: apakah penegakan hukum benar-benar sedang berjalan, atau justru sedang dibungkam?
Modus Kredit Modal Kerja yang Diselewengkan
Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan kredit modal kerja yang dikucurkan oleh salah satu bank milik negara (BUMN) kepada PT BIP. Perusahaan yang beralamat di kawasan strategis By Pass, Padang, ini diketahui dipimpin oleh BSN, seorang tokoh yang kini duduk sebagai anggota DPRD Sumatera Barat. Posisi strategis BSN di lembaga legislatif daerah menambah kerumitan perkara ini—menimbulkan kekhawatiran akan potensi intervensi politik dalam proses hukum.
Menurut informasi, dana kredit modal kerja tersebut tidak digunakan sesuai peruntukan yang disepakati. Diduga, dana itu dialihkan untuk kepentingan yang tidak berkaitan dengan aktivitas usaha perusahaan, yang kemudian menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Sudah Setahun Disidik, Belum Ada Tersangka
Sejak 27 Juni 2024, Kejari Padang resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Langkah itu tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan (SPRiNDIK) bernomor: SPRiNT-01/L.3.10/Fd.1/06/2024. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, informasi yang beredar menyebut puluhan saksi telah diperiksa, termasuk pejabat bank penyalur kredit dan beberapa anggota legislatif yang diduga mengetahui jalannya perkara.
LBH Padang: “Jaksa Terlalu Lamban, Ini Ancaman Bagi Kepercayaan Publik”
Lambannya proses hukum ini menuai kritik pedas dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Alfi Syukri, M.H., salah satu pengacara publik dari LBH, secara tegas menyatakan bahwa Kejari Padang terkesan tidak serius dan tidak tegas dalam menyelesaikan kasus yang sudah menjadi perhatian publik luas.
“Sudah lama kasus ini diekspos, tapi belum juga ada kepastian hukum. Kok bisa begini? Apa kejaksaan sudah kehilangan taringnya?” ujar Alfi kepada wartawan pada Rabu, 23 Juli 2025, di Padang.
Alfi mengingatkan bahwa Presiden Prabowo dan Jaksa Agung telah dengan tegas menginstruksikan seluruh jajaran kejaksaan untuk memprioritaskan pemberantasan korupsi, termasuk di daerah.
“Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal integritas. Jika kejaksaan daerah tidak bisa menjalankan instruksi pusat, maka kepercayaan publik akan terkikis habis,” tegasnya.
Dugaan Upaya Tutup Kasus dan Lindungi Tokoh Politik
Salah satu poin kritis yang disoroti LBH Padang dan masyarakat sipil adalah keberadaan BSN yang hingga kini belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, dari informasi yang diperoleh, BSN diduga kuat menjadi aktor sentral dalam proses pencairan dan penggunaan kredit yang bermasalah tersebut.
“Kalau sudah puluhan saksi diperiksa, alat bukti cukup, kerugian negara jelas, lalu tunggu apalagi? Tetapkan tersangka! Jangan sampai masuk angin atau seolah menunggu waktu sampai publik lupa,” tambah Alfi.
Desas-desus soal adanya skenario pengalihan tanggung jawab hukum ke pihak lain juga mencuat. Beberapa tokoh masyarakat menilai ada upaya untuk “menyelamatkan” BSN dan menggantinya dengan pihak lain agar tidak tercoreng secara politik.
Desakan Transparansi dan Ekspos Berkala
LBH Padang juga meminta Kejari Padang untuk membuka ruang transparansi melalui ekspos perkara secara berkala. Hal ini dinilai penting untuk memastikan tidak ada permainan atau tekanan politik yang menyusup di balik layar proses penyidikan.
“Buka ke publik, jangan diam. Ekspos perkara secara berkala agar masyarakat bisa mengawal dan melihat langsung bagaimana penegakan hukum dijalankan,” desak Alfi.
Kerugian Negara Fantastis: Rp48 Miliar
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara dirugikan sebesar Rp48 miliar dalam perkara ini. Angka ini bukan sekadar nominal, melainkan cerminan nyata betapa buruknya pengelolaan keuangan publik jika tidak diawasi secara ketat.
“Angka Rp48 miliar itu bukan hanya soal uang, tapi soal pendidikan yang gagal dibangun, infrastruktur yang tak bisa dikerjakan, dan hak rakyat yang dikhianati,” jelas Alfi dengan nada geram.
Ujian Integritas Kejaksaan di Sumbar
Kasus PT BIP kini menjadi barometer penting bagi publik untuk menilai integritas dan profesionalisme Kejaksaan Negeri Padang, bahkan Kejati Sumbar. Penanganan perkara ini tidak bisa setengah hati. Jika Kejari Padang tidak segera menunjukkan langkah nyata, desakan agar Kejati Sumbar mengambil alih bisa saja mencuat.
Para pengamat hukum menegaskan, kejaksaan di daerah harus bersih dan bebas dari tekanan, karena mereka adalah garda terdepan penegakan hukum di tingkat lokal.
Harapan Publik Belum Padam
Di tengah ketidakpastian yang menyelimuti proses hukum ini, masyarakat masih menaruh harapan agar kejaksaan tidak kehilangan arah. Ketegasan, keberanian, dan transparansi menjadi kunci. Jika kasus ini dibiarkan mandek, bukan hanya uang negara yang hilang, tetapi juga kepercayaan rakyat kepada institusi penegak hukum.
“Tuntaskan, jangan takut, dan jangan diam,” tutup Alfi, mewakili suara banyak warga Sumbar yang ingin keadilan tidak hanya dijanjikan, tapi diwujudkan.
(Mond)
#Korupsi #LBHPadang #KejariPadang