Breaking News

Gatot Nurmantyo Bongkar Tekanan Politik di Balik Pilihan Prabowo Gandeng Gibran: "Sang Paman Mengancam"

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo 

D'On, Jakarta –
Pernyataan mengejutkan datang dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang mengungkap sisi lain dari keputusan besar dalam Pilpres 2024: mengapa Prabowo Subianto memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Menurut Gatot, keputusan tersebut bukan sekadar strategi politik biasa, tetapi dilatari tekanan kekuasaan yang sangat kuat dan penuh intrik di belakang layar.

Dalam video yang viral di media sosial pada Minggu (13/7/2025), Gatot tampil blak-blakan mengupas dinamika politik yang menurutnya berlangsung jauh dari sorotan publik. Ia meyakini, secara pribadi, Prabowo sebenarnya tidak menginginkan Gibran sebagai pendampingnya dalam Pilpres. Namun, situasi yang terjadi saat itu memaksanya untuk mengambil keputusan yang sangat sulit.

“Secara naluri saya yakin beliau (Prabowo) tidak mau, apalagi kondisi seperti ini,” ucap Gatot dengan nada tegas.

Dramatisnya Drama Usia di Mahkamah Konstitusi

Gatot menyoroti peran penting Mahkamah Konstitusi (MK) dalam membuka jalan bagi Gibran masuk dalam bursa cawapres. Ia mengingatkan publik bahwa sebelumnya MK mengabulkan gugatan terkait batas usia minimum capres dan cawapres—putusan yang secara langsung memberi ruang bagi Gibran yang saat itu belum genap 40 tahun.

Namun yang lebih menarik, menurut Gatot, muncul pula gugatan lain yang justru menyoal batas usia maksimum capres-cawapres. Jika gugatan itu dikabulkan MK, maka batas maksimal usia yang ditentukan bisa saja menggugurkan pencalonan Prabowo Subianto yang saat itu telah berusia 72 tahun.

“Dan masuk lagi gugatan yang terkait batas maksimum. Ini umpamanya kalau nanti MK memutuskan bahwa untuk menjadi Presiden atau Wapres, batas maksimalnya 70 tahun. Berarti akan ada Capres yang gagal. Apa maknanya? Sang paman mengancam Prabowo. Lu bisa juga nggak jadi,” ungkap Gatot tanpa tedeng aling-aling.

Pernyataan “sang paman” yang dilontarkan Gatot pun menjadi sorotan publik. Banyak yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah tokoh berpengaruh dalam lingkaran kekuasaan, yang memiliki kedekatan personal dengan Gibran dan keluarganya.

Deklarasi Mendadak Tanpa Gibran: Balapan Melawan Waktu

Gatot juga menyoroti momen deklarasi pasangan Prabowo–Gibran yang berlangsung secara mendadak, bahkan tanpa kehadiran Gibran di lokasi acara. Hal itu, menurutnya, menjadi indikator bahwa ada tekanan waktu dan urgensi politik yang tidak bisa ditunda.

“Makanya kau lihat kemarin sore pada saat deklarasi, kan berpacu dengan waktu itu. Maka sore-sore walaupun tanpa Gibran, dideklarasikan itu,” jelasnya.

Gatot menyebut proses deklarasi itu bukan keputusan yang muncul dari musyawarah politik biasa, melainkan karena ada ancaman yang menghantui di balik layar kekuasaan. Menurutnya, dinamika hukum yang digiring di MK kala itu menjadi alat tawar-menawar politik tingkat tinggi.

MK sebagai Alat Politik?

Pernyataan Gatot semakin mempertegas pandangan banyak kalangan bahwa Mahkamah Konstitusi, yang semestinya menjadi benteng konstitusi, justru terseret dalam arus kepentingan elite.

“Keputusan MK kala itu sangat mempengaruhi jalur politik dan kekuasaan,” tegas Gatot.

Ia menyiratkan bahwa putusan MK tidak semata-mata berbasis hukum, tetapi turut diwarnai oleh manuver politik dan tekanan dari tokoh-tokoh tertentu.

Publik Menanti Penjelasan Lebih Lanjut

Pernyataan Gatot Nurmantyo ini langsung memantik diskusi hangat di media sosial dan ruang-ruang publik. Banyak pihak meminta klarifikasi lebih lanjut, terutama siapa sebenarnya sosok "sang paman" yang ia maksud, serta sejauh mana tekanan politik yang dialami Prabowo saat memutuskan menggandeng Gibran.

Meski belum ada tanggapan resmi dari kubu Prabowo maupun Gibran, pernyataan ini berpotensi membuka kembali diskursus soal integritas demokrasi, independensi lembaga hukum, dan legitimasi proses pencalonan dalam Pilpres 2024.

Kini, publik bukan hanya bertanya soal siapa yang menang dalam pemilu, tapi juga bagaimana proses politik itu dijalankan—dan siapa saja yang bermain di belakangnya.

(Fajar)

#Politik #Nasional #GatotNurmantyo