Breaking News

Ricuh Berdarah di Arena Tajen Bali: Penyelenggara Tewas, Tradisi Terkoyak Konflik

Ilustrasi arena tajen di Bali. Foto: Dok. Istimewa

D'On, Bangli, Bali –
Suasana di Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang biasanya tenang mendadak berubah mencekam pada Sabtu sore (15/6) sekitar pukul 17.00 WITA. Arena tajen sabung ayam tradisional Bali yang biasanya menjadi bagian dari ritual adat.mendadak ricuh dan berujung tragis. Seorang penyelenggara tajen, Komang Alam Sutawan (35), meregang nyawa dalam insiden berdarah yang mengguncang masyarakat setempat.

Insiden bermula dari sebuah cekcok antara Komang Alam dengan seorang warga bernama I Wayan Ludes. Tidak ada yang menduga bahwa pertemuan keduanya di arena sabung ayam itu akan berubah menjadi perkelahian hebat yang membawa petaka. Menurut keterangan sementara dari pihak kepolisian, adu argumen yang dipicu oleh kesalahpahaman itu berujung pada kekerasan fisik yang membuat keduanya babak belur.

“Komang Alam Sutawan dibawa ke RSU Bangli dan dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis. Sementara itu, I Wayan Ludes mengalami luka serius dan harus dirujuk ke RSUP Prof. IGNG Ngoerah Denpasar untuk penanganan lebih lanjut,” ujar Kasi Humas Polres Bangli, AKP Wayan Sarta dalam keterangan resmi, Minggu (15/6).

Situasi yang sempat memanas di lokasi kejadian kini dilaporkan sudah kondusif. Polisi telah memasang garis pembatas dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) guna mengusut tuntas motif di balik perkelahian tersebut.

“Kami masih mendalami kasus ini, termasuk menggali keterangan dari para saksi yang berada di lokasi saat kejadian. Motif awal mengarah pada kesalahpahaman pribadi, namun tidak menutup kemungkinan ada faktor lain,” lanjut AKP Wayan Sarta.

Tajen: Antara Sakralitas dan Kontroversi

Tajen bukanlah sekadar hiburan atau ajang perjudian. Dalam tradisi Bali, tajen adalah bagian tak terpisahkan dari ritual keagamaan. Dikenal sebagai Tabuh Rah, tradisi ini memiliki makna simbolik meneteskan darah ke tanah sebagai bentuk persembahan dalam upacara Bhuta Yadnya. Darah ayam dianggap sebagai media untuk menenangkan roh-roh negatif dan menjaga keseimbangan kosmis antara manusia dan alam.

Menurut situs resmi Desa Sedang, Badung, Tajen Nyuh dan Tajen Taluh merupakan jenis tajen yang dijalankan sebagai bagian dari tahapan upacara. Biasanya dilakukan setelah pertunjukan tari kincang-kincung, tarian sakral bersenjata tombak dan keris yang menandai puncak rangkaian upacara piodalan (perayaan hari besar pura).

Namun seiring waktu, penyelenggaraan tajen sering kali melenceng dari fungsi sakralnya. Praktik perjudian kerap membayangi tradisi ini, menyebabkan ketegangan sosial dan bahkan kekerasan seperti yang terjadi di Desa Songan.

Suara Warga dan Refleksi Kultural

Tragedi ini memantik perbincangan hangat di kalangan masyarakat Bali, terutama menyangkut bagaimana menjaga kemurnian tradisi sekaligus menghindari penyalahgunaan. Beberapa warga mengaku prihatin atas insiden tersebut, apalagi jika benar motifnya hanya karena salah paham di tengah acara yang seharusnya sarat makna spiritual.

“Sungguh ironis. Tajen sebagai bagian dari yadnya mestinya membawa harmoni, bukan pertumpahan darah yang sia-sia,” ujar I Made Wirata, tokoh adat dari kawasan Kintamani.

Polisi Janji Usut Tuntas, Masyarakat Diharap Tenang

Polres Bangli menyatakan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung dan masyarakat diminta untuk tidak berspekulasi. Semua pihak diminta bersabar hingga hasil resmi autopsi dan pemeriksaan saksi-saksi selesai.

“Kami akan mengungkap kasus ini secara profesional. Tidak ada yang kebal hukum,” tegas AKP Wayan Sarta.

Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa bahkan dalam tradisi yang paling sakral, potensi konflik bisa terjadi jika nilai-nilai dasar seperti saling menghormati dan pengendalian diri dilupakan.

(KS)

#Tajen #JudiSabungAyam #Bali #Penikaman