OPM Jadikan Wamena Zona Perang: Akumulasi Kekecewaan dan Peringatan Terbuka pada Pemerintah
D'On, Wamena, Papua — Ketegangan di jantung Pegunungan Tengah Papua kembali memuncak. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) secara terbuka mengumumkan rencana penetapan Kota Wamena sebagai zona operasi militer atau yang mereka sebut sebagai zona perang. Kota yang dikenal sebagai "Kota Seribu Rawa" ini akan menjadi medan perlawanan baru OPM terhadap apa yang mereka sebut sebagai penindasan sistematis terhadap Orang Asli Papua (OAP).
Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, dalam pernyataan tertulis pada Sabtu, 7 Juni 2025. Ia menegaskan, langkah ini bukan keputusan emosional, tetapi hasil dari akumulasi kekecewaan yang mendalam terhadap kebijakan pemerintah daerah, khususnya Bupati Jayawijaya, Atenius Murib.
Pemeriksaan Identitas yang Dianggap Mengintimidasi
Menurut Sebby, kebijakan Bupati Atenius Murib yang memerintahkan aparat keamanan untuk memeriksa identitas setiap warga di Wamena menjadi pemicu utama ketegangan. Ia menyebut, kebijakan tersebut sangat diskriminatif dan menciptakan stigma negatif terhadap warga Papua yang tidak memiliki kartu identitas resmi.
“Mereka yang tidak membawa KTP langsung dicap sebagai bagian dari kelompok separatis. Ini adalah bentuk intimidasi terang-terangan terhadap rakyat Papua,” ujar Sebby.
Bahkan, lanjut Sebby, kebijakan ini telah memicu reaksi keras dari markas mereka di Kodap Ndugama-Derakma, yang belakangan diketahui menjadi dalang di balik penyerangan terhadap aparat keamanan di Wamena.
Sebby menyampaikan ultimatum tegas kepada Bupati Jayawijaya: mundur dari jabatan, karena menurutnya, sang bupati telah kehilangan legitimasi di mata rakyat Papua.
Respons Pemerintah: Tidak Ada Ruang untuk Separatis di Kota Damai
Di pihak lain, Bupati Jayawijaya, Atenius Murib, belum memberikan tanggapan atas tudingan tersebut secara langsung. Namun, dalam pernyataan resmi pasca penyerangan aparat oleh OPM di RSUD Wamena, Murib dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi kelompok separatis yang mengganggu ketenangan masyarakat.
“Wamena adalah kota pendidikan, pembangunan, ekonomi, dan kesehatan. Masyarakat di sini berhak hidup damai tanpa bayang-bayang kekerasan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa tindakan OPM yang menyerang fasilitas umum dan aparat penegak hukum tidak bisa ditoleransi dan akan ditindak secara hukum.
Ketegangan Internal OPM: Egianus Kogoya Disinggung
Menariknya, dalam keterangannya, Sebby juga menyinggung soal Egianus Kogoya, salah satu komandan lapangan TPNPB yang dikenal ekstrem dan telah beberapa kali melakukan penyerangan ke Wamena tanpa seizin markas pusat.
Sebby menegaskan bahwa tindakan Egianus tersebut tidak mewakili organisasi secara resmi. Ia meminta Egianus untuk menghentikan aksinya dan kembali ke wilayah operasinya di Nduga.
“Kami memiliki struktur komando dan prosedur organisasi. Tidak bisa sembarangan perang tanpa konsolidasi dan koordinasi. Kami minta Egianus pulang dan selesaikan masalah internal terlebih dahulu,” ungkap Sebby.
Pernyataan ini menunjukkan adanya retakan internal dalam tubuh TPNPB-OPM, sebuah dinamika yang bisa berdampak besar terhadap arah gerakan mereka ke depan.
Situasi Wamena: Di Persimpangan Jalan
Kota Wamena kini berada di ambang ketidakpastian. Sebagai salah satu pusat peradaban di Pegunungan Tengah Papua, Wamena selama ini dikenal sebagai kota yang menjadi pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, dan layanan kesehatan bagi masyarakat dari berbagai suku di wilayah sekitarnya.
Namun dengan ancaman status baru sebagai zona operasi militer oleh OPM, masa depan kota ini menjadi tanda tanya besar. Apakah Wamena akan menjadi medan konflik baru antara aparat negara dan kelompok bersenjata? Ataukah akan lahir ruang dialog demi menghindari pertumpahan darah lebih lanjut?
Satu hal yang pasti: suara-suara dari Wamena sedang bergaung keras. Dan dunia harus mendengarkan.
(T)
#OPM #Papua #KKB