Breaking News

TPNPB-OPM Bacok Polisi, Klaim Aksi Telah Direncanakan 4 Bulan

Sebby Sambom. phaul-heger.blogspot.com

D'On, Yahukimo, Papua
– Ketegangan di Papua kembali memuncak. Pada Rabu malam yang tampak biasa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dekai, Kabupaten Yahukimo, tiba-tiba berubah menjadi arena serangan berdarah. Seorang anggota Polres Yahukimo, Bripda Jonsua Nainggolan, menjadi korban pembacokan brutal oleh individu yang diduga anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Insiden mengejutkan itu terjadi sekitar pukul 22.00 WIT, di tengah suasana rumah sakit yang biasanya menjadi tempat perlindungan dan pemulihan. Namun malam itu, tempat penyembuhan berubah menjadi ladang kekerasan.

TPNPB-OPM Klaim Bertanggung Jawab: “Kami Sudah Mengintai Selama 4 Bulan”

Hanya beberapa jam setelah insiden, pernyataan tanggung jawab langsung dilayangkan. Dalam siaran pers tertulis yang dirilis pada Kamis, 29 Mei 2025, juru bicara TPNPB Sebby Sambom dengan lantang menyatakan bahwa aksi kekerasan tersebut adalah bagian dari operasi militer yang telah direncanakan secara sistematis.

“Kami bertanggung jawab atas penikaman terhadap Bripda Jonsua Nainggolan,” tulis Sebby.

Ia menambahkan bahwa operasi tersebut dijalankan oleh pasukan khusus di bawah komando Mayor Yosua Sobolim, Komandan Batalion Sisibia. “Polisi tidak perlu repot-repot mencari pelaku. Kami siap bertanggung jawab, dan kami menunggu Anda di jalan gunung,” tantangnya.

Sebby menyebut bahwa Bripda Jonsua telah menjadi target pengawasan mereka selama empat bulan. Ia dituduh kerap berkeliaran di sekitar RSUD Dekai dalam kapasitas yang oleh TPNPB dicurigai sebagai bentuk pemantauan militer terselubung.

Ultimatum untuk Militer: “Jangan Gunakan Rumah Sakit sebagai Pos Pengawasan”

Dalam pernyataan bernada keras, Sebby memperingatkan aparat keamanan Indonesia untuk tidak lagi menggunakan rumah sakit sebagai titik pengamanan atau basis operasi. Ia menilai keberadaan militer di fasilitas kesehatan mengganggu kebebasan sipil dan pelayanan medis bagi warga sipil.

“Pasien di RSUD Dekai berhak mendapat layanan medis tanpa intimidasi atau kehadiran militer yang menakutkan,” tegasnya.

TPNPB-OPM juga menyuarakan protes terhadap pengawalan militer terhadap tenaga medis yang bekerja di wilayah tersebut, yang mereka klaim menambah tekanan dan rasa tidak aman di lingkungan sipil.

Peringatan Keras untuk Warga: Atribut Gelap Bisa Jadi Sasaran

Tak hanya kepada aparat, TPNPB juga menyampaikan peringatan tegas kepada masyarakat sipil. Dalam himbauannya, warga diminta tidak memakai atribut yang bisa menimbulkan kecurigaan seperti helm berlapis kaca gelap, masker, atau mobil dengan kaca gelap.

Sebby menegaskan bahwa penggunaan atribut tersebut dapat dianggap sebagai upaya penyamaran aparat intelijen, dan kelompoknya, katanya, tidak akan segan melakukan tindakan mematikan jika mendeteksi ancaman semacam itu.

Situasi Mencekam, Keamanan Diperketat

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait kondisi Bripda Jonsua dan tindak lanjut dari serangan tersebut. Namun insiden ini diyakini akan memperketat penjagaan di fasilitas-fasilitas umum, terutama rumah sakit yang sebelumnya dianggap zona aman di tengah konflik berkepanjangan di Papua.

Konflik yang Tak Kunjung Padam

Serangan ini kembali memperlihatkan betapa kompleks dan mencekamnya dinamika konflik bersenjata di Papua. Bagi sebagian warga, kehidupan berjalan dalam ketidakpastian antara kebutuhan akan layanan dasar seperti kesehatan, dan ancaman dari konflik senyap yang kerap muncul tanpa aba-aba.

TPNPB-OPM, yang selama ini mengusung agenda kemerdekaan Papua dari Indonesia, semakin sering menargetkan aparat keamanan sebagai bentuk perlawanan terhadap kehadiran negara. Namun dampaknya terhadap warga sipil tak bisa diabaikan rasa takut, trauma, dan potensi salah sasaran menjadi bayang-bayang yang nyata.

(T)

#TPNPB #OPM #Teror #Peristiwa