Sidang Lanjutan Penembakan di Polres Solok Selatan: Saksi Ungkap Ketegangan, Letusan Senjata, dan Dugaan Konflik Tambang Ilegal
Suasana sidang lanjutan kasus penembakan Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Rabu (14/5) di PN Padang. (SUYUDI/PADEK)
D'On, Padang – Kasus penembakan yang menggemparkan institusi kepolisian di Polres Solok Selatan kembali memasuki babak penting. Rabu, 14 Mei 2025, sidang lanjutan digelar dengan menghadirkan empat saksi kunci dari internal kepolisian, menggambarkan secara dramatis detik-detik insiden berdarah yang terjadi pada malam kelam 22 November 2024.
Di ruang sidang yang dipenuhi ketegangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membuka jalannya persidangan dengan menghadirkan empat anggota Polres Solok Selatan: Iptu Abdul Rahim (kini bertugas di Polda Sumbar), Ipda Bagas, Khairul Rizaldi, dan Syafriadi. Kesaksian mereka menggambarkan atmosfer mencekam malam terjadinya tembakan antara dua anggota polisi sendiri peristiwa yang nyaris tak terbayangkan dalam lingkungan kepolisian yang seharusnya menjunjung tinggi kedisiplinan dan profesionalisme.
Dua Kali Letusan di Malam Sunyi
Iptu Abdul Rahim membuka kesaksiannya dengan menceritakan bahwa ia terbangun dari tidurnya karena suara dua kali letusan senjata api. Rumah dinasnya yang berada tak jauh dari Mapolres Solok Selatan membuatnya langsung siaga.
“Suara tembakan itu begitu jelas. Setelah itu, saya menerima telepon dari Aipda Tommy. Ia terdengar panik dan meminta saya segera ke kantor. Ia mengatakan, ‘Pak Dadang dan Ryanto Ulil saling tembak.’ Saya langsung bersiap dan menuju ke lokasi,” tutur Abdul Rahim.
Namun yang membuat suasana semakin dramatis, di tengah perjalanan menuju kantor, Abdul Rahim justru berpapasan dengan sosok yang disebutkan dalam telepon—terdakwa Dadang. Dadang tengah mengendarai mobil seorang diri. Abdul Rahim mengaku membunyikan klakson panjang sebagai isyarat, namun Dadang hanya melaju tanpa menoleh.
Sesampainya di kantor, Abdul Rahim langsung dihadapkan pada pemandangan yang mengejutkan anggota polisi, Ryanto Ulil, tergeletak bersimbah darah dengan luka tembak di wajah. “Kapolres langsung memerintahkan saya membawa korban ke rumah sakit. Tapi karena pertimbangan jarak dan kondisi korban, kami putuskan membawanya ke puskesmas terdekat,” tambahnya.
Abdul Rahim juga mengungkap adanya suara tembakan lain yang terdengar dari arah rumah dinas Kapolres Solok Selatan malam itu, menunjukkan bahwa insiden tersebut lebih kompleks dari yang diduga sebelumnya.
Dugaan Konflik Kepentingan Tambang Ilegal
Sidang semakin memanas ketika saksi berikutnya, Ipda Bagas, membeberkan isi percakapan telepon yang ia terima dari terdakwa Dadang sebelum tragedi penembakan terjadi. Saat itu, Bagas dan timnya tengah melakukan operasi penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal galian C.
“Pak Dadang menelepon saya. Ia meminta agar operasi dihentikan karena tambang itu katanya miliknya. Ia minta bantuan, tapi saya tidak berani melakukannya karena kami sedang menjalankan perintah pimpinan,” jelas Bagas.
Kesaksian Bagas membuka kemungkinan adanya konflik kepentingan pribadi terkait aktivitas tambang ilegal yang mungkin menjadi latar belakang ketegangan di antara sesama aparat penegak hukum. Saksi lain, Khairul Rizaldi, juga menegaskan bahwa ia mendengar suara tembakan dari arah rumah dinas Kapolres pada malam yang sama, membuat situasi semakin misterius dan mengundang tanda tanya besar soal dinamika internal yang sedang berlangsung.
Bantahan dan Permintaan Maaf Terdakwa
Di hadapan majelis hakim, terdakwa Dadang membantah keras tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam praktik pembekingan tambang ilegal. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal kepemilikan lahan, pasir, atau aktivitas galian yang sedang diselidiki.
“Saya hanya mengenalkan seseorang bernama Samsuardi kepada Boni. Urusan harga pasir, siapa pemiliknya, saya tidak tahu,” ujar Dadang dengan nada datar.
Namun di balik bantahan itu, Dadang tak menampik kesalahannya dalam insiden yang berujung pada jatuhnya korban jiwa. Dengan suara lirih, ia menyampaikan permintaan maafnya.
“Saya benar-benar menyesal. Saya memohon maaf kepada institusi Polri dan keluarga almarhum Ryanto Ulil. Tidak pernah terpikirkan kejadian ini akan terjadi,” ucapnya dengan wajah tertunduk.
Lanjutan Sidang dan Penantian Jawaban
Majelis hakim menetapkan bahwa sidang akan dilanjutkan pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan dari pihak JPU. Perlahan, satu per satu potongan puzzle tragedi ini mulai tersusun. Namun, pertanyaan besar masih menggantung: apakah insiden ini semata soal salah paham di antara rekan satu korps, atau ada kepentingan yang lebih besar dan gelap di balik suara letusan senjata yang memecah malam di Mapolres Solok Selatan?
(Mond)
#PolisiTembakPolisi #Penembakan #Hukum