Istana Angkat Bicara Soal Penyitaan Lahan BMKG oleh Kelompok Mengaku Ormas: “Ini Bukan Soal Ormas, Ini Premanisme!”
Kepala Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi di Kantor PCO, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
D'On, Jakarta – Awan kelabu kembali menyelimuti dunia hukum dan ketertiban Indonesia. Di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi dan stabilitas ekonomi, sebuah kasus penyitaan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Tangerang Selatan memantik kegelisahan publik. Aksi tersebut diduga dilakukan oleh kelompok yang mengklaim diri sebagai bagian dari organisasi masyarakat (ormas). Namun Istana dengan tegas menolak pelabelan itu.
Kepala Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi, dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (26/5), menyerukan pentingnya pelurusan istilah. Ia menekankan bahwa publik, termasuk media, harus berhati-hati dalam menggunakan label “ormas” karena tidak semua kelompok yang mengklaim diri demikian layak menyandang predikat tersebut.
“Teman-teman, mari kita samakan persepsi. Jangan gegabah menyebut ormas. Karena ormas itu banyak, dan sebagian besar justru berkontribusi positif untuk bangsa. PWI itu ormas. AJI itu ormas. NU, Muhammadiyah, itu semua ormas. Tapi apakah mereka melakukan tindakan seperti menyita lahan milik negara? Tentu tidak,” tegas Hasan.
Pernyataan itu merujuk pada insiden terbaru di mana sekelompok orang mengatasnamakan diri sebagai ormas mengambil alih lahan BMKG tanpa dasar hukum yang sah. Aksi ini menimbulkan kegaduhan dan menuai kecaman dari berbagai pihak.
Fokus Pemerintah: Hancurkan Premanisme
Menurut Hasan, fokus pemerintah saat ini bukan pada label, melainkan pada tindakan. Istana, lanjutnya, memandang insiden seperti ini sebagai bentuk nyata dari premanisme, dan tidak peduli apakah pelakunya individu, kelompok liar, atau organisasi yang memiliki struktur.
“Yang menjadi perhatian utama pemerintah adalah tindakan premanisme. Premanisme tidak mengenal bentuk, apakah itu dilakukan sendiri, berkelompok, atau mengatasnamakan organisasi. Intinya adalah penggunaan kekuatan atau intimidasi untuk mengambil hak orang lain secara melawan hukum,” katanya.
Hasan juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi langsung kepada aparat penegak hukum untuk bersikap tegas. Negara, katanya, tidak boleh tunduk pada gaya kekuasaan jalanan.
“Presiden menilai bahwa premanisme ini mengancam tidak hanya ketertiban umum, tapi juga masa depan ekonomi bangsa. Banyak investor potensial yang batal masuk atau mundur karena mereka melihat betapa rawannya kepastian hukum kita terhadap aksi-aksi seperti ini,” ungkap Hasan.
Premanisme dan Ancaman terhadap Iklim Investasi
Isu ini memang bukan hanya soal sengketa lahan. Lebih luas lagi, ia mencerminkan tantangan struktural dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Jika kelompok-kelompok tertentu bisa secara terang-terangan menyita aset negara tanpa takut hukum, maka apa jaminan keamanan bagi investor swasta? Apa jaminan bagi masyarakat biasa?
Hasan menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memandang serius persoalan ini karena menyangkut kredibilitas negara di mata dunia internasional.
“Arahan Presiden jelas: premanisme harus diberantas hingga ke akar. Tidak ada tempat bagi siapapun yang mencoba merusak ketertiban dan mengambil keuntungan pribadi dengan cara intimidatif,” tuturnya.
Menjaga Citra Ormas Sejati
Di sisi lain, Hasan juga mengingatkan bahwa penyematan label “ormas” secara sembarangan berpotensi merusak citra ribuan organisasi masyarakat yang sah, legal, dan aktif berkontribusi dalam pembangunan nasional.
“Bayangkan jika setiap pelaku kekerasan disebut ormas, maka citra NU, Muhammadiyah, dan lainnya akan rusak. Ini tidak adil bagi mereka. Oleh karena itu, mari kita bedakan antara organisasi masyarakat dan kelompok preman yang sekadar memakai label demi kepentingan mereka sendiri,” tutupnya.
Pernyataan Hasan seolah menjadi sinyal bahwa pemerintahan Prabowo tak akan ragu mengambil tindakan keras terhadap siapa pun yang merusak tata hukum dan ketertiban sosial, tanpa terkecuali.
Catatan Redaksi:
Insiden di lahan BMKG ini menjadi momentum penting bagi negara untuk menegaskan batas antara kebebasan berserikat dan pelanggaran hukum. Dalam negara hukum, setiap tindakan harus tunduk pada aturan, bukan intimidasi. Pemerintah kini ditantang untuk membuktikan bahwa hukum benar-benar menjadi panglima.
(Mond)
#PCO #Premanisme #Ormas #Nasional