Eks Lokalisasi yang Sudah Ditutup, Masih Jadi Sarang Praktik Gelap: 17 Perempuan Muda Asal Jabar Terjaring Operasi Pekat di Pucuk Jambi
Ilustrasi ( Foto: Istimewa )
D'On, Jambi – Dalam dinginnya malam Minggu (4/5) dinihari, kesunyian eks lokalisasi Pucuk di kawasan Payosigadung, Kota Jambi, pecah oleh suara langkah aparat gabungan. Operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) yang digelar Polresta Jambi bersama Dinas Sosial berhasil menjaring 17 perempuan muda berusia antara 20 hingga 23 tahun. Tempat itu, yang resmi ditutup oleh Pemerintah Kota Jambi sejak 2014, ternyata masih menyimpan denyut praktik yang sudah seharusnya berakhir satu dekade lalu.
Operasi itu bukan sekadar penertiban. Di balik angka-angka dan prosedur, tersimpan kisah-kisah perempuan muda yang datang dari berbagai sudut Jawa Barat dengan harapan kehidupan yang lebih baik namun justru terjebak dalam lingkaran yang mungkin tak mereka pilih sendiri.
“Mereka Masih Sangat Muda”
Kepala Polresta Jambi, Komisaris Polisi Boy Sutan Binanga Siregar akrab disapa Boim menyatakan bahwa penyerahan para perempuan tersebut kepada Dinas Sosial adalah bagian dari prosedur perlindungan dan pembinaan. “Kami tidak sekadar menangkap lalu melepas. Mereka akan mendapatkan pendampingan dan pembinaan sebelum dipulangkan ke kampung halaman masing-masing,” ujarnya, Rabu (7/5).
Menurut data awal yang dihimpun aparat bersama Dinas Sosial, seluruh perempuan yang diamankan bukan berasal dari Jambi, melainkan dari berbagai daerah di Jawa Barat. Indikasi kuat mengarah pada praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang masih menjangkau jaringan lintas provinsi.
Sehari di Rumah Singgah, Masa Depan Masih Tanda Tanya
Usai ditangkap, ke-17 perempuan itu langsung dibawa ke Rumah Singgah milik Dinas Sosial Kota Jambi. Di sana, mereka menjalani asesmen psikologis dan pemeriksaan kesehatan tahapan yang menentukan bagaimana negara memperlakukan mereka: sebagai pelaku atau sebagai korban.
Ahmad Fikri Aiman, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Jambi, menegaskan bahwa pihaknya fokus pada pendekatan kemanusiaan. “Selama sehari mereka kami beri perlindungan. Setelah itu, mereka akan dipulangkan ke kampung halaman masing-masing dengan pendampingan,” katanya.
Namun, pertanyaan besar yang belum terjawab adalah: siapa yang membawa mereka ke Jambi? Dan untuk tujuan apa?
Polisi Dalami Dugaan Perdagangan Orang
Komisaris Polisi Hendra Wijaya Manurung, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Jambi, menyatakan bahwa pihaknya tengah mendalami kemungkinan jaringan perdagangan manusia di balik kasus ini. “Kami tidak bisa langsung menyimpulkan, tapi indikasi TPPO cukup kuat. Mereka datang dari luar daerah, berada di lokasi yang seharusnya sudah ditutup, dan ditemukan pada waktu-waktu yang mencurigakan,” jelasnya.
Jika terbukti, maka kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik gelap yang masih menjadikan tubuh perempuan muda sebagai komoditas.
Tutup Sudah, Tapi Masih Berdetak
Eks lokalisasi Pucuk, meski telah ditutup resmi sejak 2014, belum sepenuhnya "mati". Seolah bayang-bayang masa lalunya masih hidup, diam-diam menjadi tempat pertemuan mereka yang putus asa mencari uang, dan mereka yang mengeksploitasi kelemahan itu.
Apa yang terjadi di Pucuk adalah peringatan: bahwa penutupan secara administratif tidak serta-merta mematikan praktik lama. Tanpa pengawasan ketat dan langkah pemberdayaan nyata, tempat seperti itu bisa hidup kembali dalam senyap, menunggu untuk kembali menjadi titik rawan eksploitasi.
Refleksi: Antara Prosedur dan Keadilan Sosial
Kasus ini menyisakan banyak pertanyaan: apakah kita cukup hanya dengan menangkap dan memulangkan? Di mana akar dari keberadaan perempuan-perempuan muda itu di tanah yang asing? Apakah mereka korban, atau produk dari sistem yang gagal memberi mereka pilihan lain?
Di tengah sorotan kamera dan tumpukan berkas laporan, ada 17 perempuan muda yang masa depannya kini menggantung di persimpangan antara kembali ke asal atau terjebak kembali ke jalan yang sama.
(Mond)
#Prostitusi #PucukJambi #Lokalisasi #Jambi