Breaking News

Tragedi Malam di Pancur Batu: Mahasiswi UINSU Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual oleh Asisten Dosen Berkedok Ustaz

Ilustrasi Pelecehan Seksual 

D'On, Medan, Sumatera Utara
Sebuah peristiwa memilukan kembali mengguncang dunia pendidikan di Sumatera Utara. Seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, berinisial NA (18), melaporkan seorang pria yang dikenal sebagai ustaz, sekaligus asisten dosen di kampusnya, atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi di sebuah hotel kawasan Pancur Batu, Deli Serdang.

Pelaku yang dilaporkan adalah Abu Hasan Al-Asyari, seorang figur yang dikenal luas di lingkungan NA. Ia bukan hanya sering tampil sebagai penceramah agama di kampung halaman korban di Kabupaten Batu Bara, tetapi juga dikabarkan aktif mengajar di beberapa kampus di Medan sebagai dosen, termasuk sebagai asisten dosen di UINSU  meski status ini kini tengah diperdebatkan.

Peristiwa Malam yang Mengubah Segalanya

Kejadian bermula pada malam Rabu, 9 April 2025. NA yang tinggal di indekos, mengaku dihubungi oleh Abu Hasan secara tiba-tiba. Kepada ayahnya, IL, korban menceritakan bahwa pelaku menyatakan sudah berada di dekat tempat kos dan mengajaknya keluar. Karena sudah saling mengenal cukup lama, NA tidak merasa curiga dan memenuhi ajakan tersebut.

Namun, perjalanan malam itu berubah menjadi mimpi buruk. Pelaku membawa korban menyusuri Jalan Letjen Jamin Ginting menuju arah Berastagi. Di tengah perjalanan, Abu Hasan sempat berhenti untuk membeli makanan dan minuman  ayam goreng, nasi, serta minuman kemasan. Korban mengaku dipaksa menelan makanan dan minuman tersebut, bahkan sampai tersedak.

Tak lama setelah menenggak minuman itu, tubuh korban mulai melemah. Dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar, korban merasa mulai diraba-raba oleh pelaku di bagian dada hingga area sensitifnya  suatu pelecehan yang menurut pengakuan korban terjadi selama mereka masih di dalam mobil.

Pelecehan Berlanjut di Hotel

Setibanya di sebuah hotel di wilayah Pancur Batu, pelaku berbicara dengan petugas resepsionis, kemudian kembali ke mobil dan membawa NA masuk ke kamar. Di sanalah, dugaan pelecehan semakin nyata dan mengerikan.

Menurut pengakuan korban, pelaku mulai mencumbunya secara paksa, menanggalkan pakaian korban dan mendekap tubuhnya. Saat itu, korban dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar, namun bersikeras bahwa hubungan seksual tidak sempat terjadi karena dirinya tengah menstruasi. Hal ini menyelamatkannya dari kemungkinan pemerkosaan secara fisik, namun tidak dari trauma psikis yang mendalam.

“Kalau anak saya tidak sedang halangan, mungkin sudah terjadi hubungan badan,” kata IL, sang ayah, dengan suara bergetar menahan emosi saat diwawancarai pada Selasa, 29 April 2025.

Korban mengaku sempat tertidur karena pengaruh minuman, lalu terbangun dan meminta pelaku untuk mengantarkannya pulang. Pelaku menurut, namun pagi harinya NA baru benar-benar menyadari apa yang terjadi padanya  tubuhnya lemas, pikirannya kacau, dan rasa trauma mulai menghantui.

Modus Berkedok Kitab dan Keagamaan

Dari penuturan keluarga, diketahui bahwa Abu Hasan tidak datang sebagai orang asing. Ia telah membangun hubungan sejak Februari 2025, dimulai dari perkenalan di kampung korban sebagai seorang ustaz yang memperkenalkan kitab-kitab keagamaan.

Korban bahkan sempat makan siang bersama pelaku dalam pertemuan kedua. Saat itu, pelaku berjanji akan membawa istrinya, namun nyatanya ia datang sendiri. Hal ini mulai membuat korban merasa curiga, namun tidak menyangka akan menjadi sasaran pelecehan.

“Modusnya itu pakai kitab. Mengajak diskusi agama, seolah-olah ingin membimbing, padahal justru menjadi predator,” ujar IL penuh kegeraman.

Yang lebih mengejutkan, saat korban menolak ajakan pelaku untuk berhubungan badan, pelaku sempat menyombongkan bahwa banyak mahasiswi lain yang ‘mau’ dengannya tanpa paksaan. Pernyataan ini membuat keluarga korban semakin yakin bahwa tindakan pelaku bukan peristiwa tunggal, melainkan mungkin bagian dari pola predator seksual yang terselubung dalam wujud sosok agamis.

Laporan Polisi dan Klarifikasi Pihak Kampus

Kasus ini kini telah dilaporkan ke Polda Sumatera Utara dengan nomor laporan LP/B/637/IV/2025/SPKT/Polda Sumut, tertanggal 29 April 2025. Polisi, melalui Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon, menyatakan telah menerima laporan dan akan segera menindaklanjutinya.

“Laporannya sudah kami terima dan akan diproses,” ujarnya.

Namun, dari pihak kampus muncul pernyataan berbeda. Subhan Dawawi, Ketua Tim Kerjasama Kelembagaan dan Humas UINSU, menegaskan bahwa Abu Hasan Al-Asyari bukan dosen tetap di universitas tersebut. Meski demikian, tidak ada penjelasan apakah ia memang terdaftar sebagai asisten dosen atau tidak.

“Sudah kami konfirmasi ke bagian kepegawaian, tidak ada dosen tetap atas nama tersebut,” ungkapnya.

Harapan Akan Keadilan

IL, ayah korban, berharap aparat penegak hukum bisa bersikap tegas terhadap pelaku yang telah mencederai martabat anaknya. Ia menuntut agar pelaku diproses hukum seadil-adilnya dan tidak dilindungi oleh status sosial maupun kedok keagamaan.

“Ini bukan hanya soal anak saya, ini tentang perlindungan bagi semua anak-anak perempuan di kampus. Kalau tidak ditindak, akan ada korban berikutnya,” ujarnya tegas.

Kasus ini menyisakan banyak luka, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi masyarakat yang mempercayai sosok agama sebagai panutan moral. Tragedi ini menjadi peringatan keras bahwa kekuasaan, status, dan simbol keagamaan kerap disalahgunakan oleh segelintir oknum demi memuaskan hasrat pribadi.

(*)

#UINSU #PelecehanSeksual #Kriminal