Breaking News

FGSI Dukung Rencana Penyederhanaan Kurikulum 2013 karena Materi Pelajaran Sulit Dintuntaskan


D'On, Jakarta,- 
Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) menyatakan mendukung rencana penyederhanaan Kurikulum 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, Kurikulum 2013 memang sudah saatnya disederhanakan, terlebih di tengah adanya kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19. "Tidak dalam kondisi pandemi saja Kurikulum 2013 sulit dituntaskan, apalagi di saat bencana seperti saat ini," papar Retno, Minggu (27/9).

Ada sejumlah catatan yang diajukan FSGI apabila pemerintah memutuskan untuk menyederhanakan Kurikulum 2013. Pertama, kata Retno, penyederhanaan adalah untuk mengurangi muatan kurikulum 2013 yang selama ini sarat beban dan sulit dituntaskan. "Penyederhanaan kurikulum berfokus pada pengurangan muatan, terutama materi yang tumpang tindih antar mata pelajaran terkait, bukan menghilangkan mata pelajaran tertentu," imbuhnya dalam poin kedua.

Ketiga, penyederhanaan juga diperlukan di saat pandemi Covid-19 karena PJJ menimbulkan sejumlah kendala. Mengingat, Mendikbud sempat menyatakan bahwa tak ada penyederhanaan kurikulum hingga 2022.

Selanjutnya, Retno mengatakan alasan lain penyederhanaan selama pandemi adalah karena jam belajar setiap mata pelajaran sudah banyak dikurangi. Terkait pelajaran sejarah, catatan FSGI di poin kelima ialah untuk Matpel Sejarah, penyederhanaan dilakukan untuk penguatan muatan sejarah lokal dalam konteks sejarah nasional Indonesia. Termasuk, dilakukan penguatan pembelajaran sastra untuk Matpel Bahasa dan Sastra Indonesia.

Retno mengatakan, ini menjadi momentum bagi FSGI untuk memberikan sejumlah masukan kepada Kemendikbud, di antaranya untuk mata pelajaran Sejarah serta Bahasa dan Sastra Indonesia. "Penguatan pendidikan kesusastraan penting, sebab, generasi muda dapat belajar budaya lewat sastra. Karena selama ini, pembelajaran sastra lemah. Sastra yang berkembang justru penguasaan teori-teori," papar Retno.

Begitupun kurikulum Sejarah, ia mengatakan harus memasukan aneka pengetahuan dan kearifan lokal yang telah lahir dari rahim peradaban manusia Indonesia sendiri selama berabad-abad. “Peserta didik lebih banyak belajar peristiwa sejarah di luar lokal di mana mereka bertempat tinggal. Siswa yang belajar sejarah maritim tidak mengenal lokalnya sebagai wilayah maritim, terkecuali mereka yang tinggal di wilayah kerajaan maritim besar Indonesia dan tercantum dalam buku teks pelajaran sejarah,” ujar Retno. Padahal, lanjut dia, dengan memahami kontribusi nenek moyangnya dalam berbagai peristiwa sejarah Indonesia, akan menimbulkan perasaan kedekatan yang positif pada diri siswa sebagai ahli waris kehidupan bangsa. 

(kompas.com)