Breaking News

OTT KPK: Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Peras Kepala Dinas, Tenyata Baru Empat Bulan Menjabat

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), ditetapkan sebagai salah satu tersangka hasil operasi tangkap tangan (OTT). Hal itu diumumkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (20/12/2025). (Dok Ist)

D'On, Jakarta
  — Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menampar wajah penegakan hukum di Indonesia. Kali ini, lembaga antirasuah itu menangkap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), yang diduga kuat terlibat praktik pemerasan terhadap sejumlah pejabat daerah.

Ironisnya, Albertinus belum genap empat bulan menjabat sebagai Kajari Hulu Sungai Utara. Ia baru dilantik pada Agustus 2025, namun dalam waktu singkat diduga telah menyalahgunakan kewenangan penegakan hukum untuk kepentingan pribadi.

Ancaman Proses Hukum Jadi Alat Pemerasan

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa KPK telah menemukan kecukupan alat bukti untuk menetapkan tiga orang jaksa sebagai tersangka.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni APN selaku Kajari Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 hingga sekarang,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

Menurut Asep, modus yang digunakan terbilang klasik namun efektif: ancaman penegakan hukum. Albertinus diduga memanfaatkan laporan pengaduan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara sebagai alat tekanan.

“Permintaan tersebut disertai ancaman, dengan modus agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tertentu tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep.

Dengan kata lain, laporan dugaan penyimpangan yang seharusnya diproses secara profesional justru dijadikan komoditas tawar-menawar.

Kepala Dinas hingga Direktur RSUD Jadi Sasaran

KPK mengungkap, praktik pemerasan tersebut menyasar sejumlah pejabat strategis di daerah. Di antaranya Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman dan Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi, serta pihak lain termasuk direktur rumah sakit umum daerah (RSUD).

Ancaman proses hukum menjadi senjata utama, sementara “jaminan” penghentian penanganan perkara ditawarkan sebagai imbalan atas sejumlah uang.

Tiga Jaksa Jadi Tersangka, Satu Masih Buron

Selain Albertinus Napitupulu, KPK juga menetapkan dua pejabat Kejari Hulu Sungai Utara lainnya sebagai tersangka, yaitu:

Asis Budianto (ASB) — Kepala Seksi Intelijen

Tri Taruna Fariadi (TAR) — Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun)

Ketiganya disangka melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam proses penegakan hukum untuk tahun anggaran 2025–2026.

“Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas Asep.

Ditahan, Satu Jaksa Menghilang

KPK langsung melakukan penahanan terhadap Albertinus Napitupulu dan Asis Budianto untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.

Namun, situasi berbeda terjadi pada tersangka ketiga.

“Untuk tersangka TAR selaku Kasi Datun, hingga saat ini belum dilakukan penahanan karena yang bersangkutan masih dalam pencarian,” ujar Asep.

Fakta bahwa seorang pejabat kejaksaan tidak diketahui keberadaannya menambah sorotan tajam publik terhadap kasus ini.

OTT Kesebelas, Uang Ratusan Juta Disita

OTT di Hulu Sungai Utara ini tercatat sebagai OTT ke-11 yang dilakukan KPK di wilayah tersebut. Operasi digelar pada 18 Desember 2025, dan sehari kemudian KPK mengumumkan penangkapan sejumlah pihak, termasuk Kajari dan Kasi Intel.

Dalam operasi itu, KPK juga menyita uang tunai senilai ratusan juta rupiah, yang diduga kuat berkaitan langsung dengan praktik pemerasan tersebut.

Tamparan Bagi Institusi Penegak Hukum

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi institusi kejaksaan, yang seharusnya berdiri di garda terdepan pemberantasan korupsi. Fakta bahwa seorang Kajari justru diduga menjadikan hukum sebagai alat pemerasan memperkuat kekhawatiran publik terhadap penyalahgunaan kewenangan di tubuh aparat penegak hukum.

KPK menegaskan penyidikan akan terus dikembangkan, termasuk menelusuri aliran dana, kemungkinan korban lain, serta dugaan keterlibatan pihak tambahan.

Kasus ini sekaligus menjadi pengingat keras bahwa jabatan, seberapa tinggi pun, tidak memberikan kekebalan dari hukum dan bahwa pengawasan terhadap aparat penegak hukum tetap menjadi keniscayaan.

(L6)

#OTTKPK #KPK #JaksaKenaOTT #Hukum #Pemerasan