Kolaborasi Relawan Salurkan Donasi dan PFA untuk Penyintas Banjir di Sumatera Barat Dari Sembako hingga Pelukan Psikologis bagi Anak-Anak Korban Bencana
Sakato Community Hub
D'On, SUMATERA BARAT — Di tengah lumpur yang belum sepenuhnya mengering dan rumah-rumah yang masih menyisakan jejak amukan banjir, secercah harapan hadir dari tangan-tangan relawan. Enam komunitas anak muda Sumatera Barat memilih untuk tidak tinggal diam. Mereka bergerak, berkolaborasi, dan menyatukan tenaga demi satu tujuan: membantu para penyintas bangkit kembali, terutama anak-anak yang kehilangan rasa aman akibat bencana.
Sejak 29 November, enam komunitas relawan Forum Indonesia Muda Regional Padang, Sakato CommunityHub, Senyum Anak Nusantara Chapter Padang, Growth Community, Sijunjung Muda Berkarya, dan Bersama Indonesia menggagas aksi kemanusiaan terpadu. Tidak hanya menyalurkan bantuan logistik, mereka juga membawa pendekatan yang jarang disentuh dalam situasi darurat: Psychological First Aid (PFA) bagi anak-anak korban banjir dan longsor.
Ketika Kolaborasi Menjadi Kekuatan
Aksi ini lahir dari kesadaran bahwa bencana tidak bisa dihadapi secara sendiri-sendiri. Setiap komunitas membawa peran, tenaga, dan sumber daya masing-masing, lalu melebur dalam satu gerakan bersama.
“Bekerja dalam kolaborasi membuat jangkauan bantuan jauh lebih luas. Kami bisa saling mengisi, saling menguatkan, dan memastikan tidak ada wilayah yang terlewat,”
ujar Abi Julianda, salah satu relawan yang terlibat langsung di lapangan.
Dengan semangat gotong royong, relawan bergerak dari kota ke kabupaten, menembus medan sulit, dan menyusuri daerah-daerah yang aksesnya terbatas akibat kerusakan infrastruktur.
Bantuan yang Menjawab Kebutuhan Dasar
Bagi para penyintas, bantuan logistik bukan sekadar barang melainkan penopang hidup di tengah keterbatasan. Relawan mendistribusikan sembako berupa beras, mie instan, minyak goreng, hingga makanan siap saji yang dapat langsung dikonsumsi oleh warga terdampak.
Tak luput dari perhatian, anak-anak yang harus tetap melanjutkan pendidikan meski dalam kondisi darurat juga menerima perlengkapan sekolah, mulai dari tas, buku tulis, alat tulis, hingga kebutuhan belajar lainnya.
Bagi sebagian anak, bantuan sederhana itu menjadi penanda bahwa mereka belum dilupakan.
Menyentuh Luka yang Tak Terlihat: Trauma Anak-Anak
Namun banjir tidak hanya merusak rumah dan harta benda. Ia juga meninggalkan luka yang tak kasat mata—terutama pada anak-anak.
Menyadari hal tersebut, relawan menghadirkan Psychological First Aid (PFA) sebagai bagian penting dari pemulihan. Program ini dirancang untuk membantu anak-anak mengelola rasa takut, cemas, dan trauma pascabencana.
“Banjir bukan hanya menghancurkan lingkungan fisik, tetapi juga mengguncang kondisi mental anak-anak. PFA hadir agar mereka kembali merasa aman dan didengar,”
tutur Aprilla Ar-Rahma, Koordinator Program PFA.
Di pos pengungsian, relawan menggelar kegiatan sederhana namun bermakna: menggambar, mewarnai, bermain, bercerita, hingga konseling ringan. Tawa kecil anak-anak perlahan kembali terdengar—menjadi tanda awal pemulihan.
Menjangkau Wilayah-Wilayah Paling Terdampak
Distribusi bantuan difokuskan pada wilayah yang mengalami dampak paling parah dan sulit dijangkau:
-
Kota Padang
- Kecamatan Pauh (Batu Busuk)
- Kecamatan Nanggalo (Banda Gadang, Gurun Laweh, Lapai)
-
Kabupaten Agam
- Kecamatan Palembayan (Nagari Salareh Aia)
- Kecamatan Malalak (Nagari Malalak Timur)
- Kecamatan Tanjung Raya/Maninjau (Jorong Bancah)
-
Kabupaten Pesisir Selatan
- Kecamatan IV Nagari Bayang Utara (Dilan, Pancung Taba, Ngalau Gadang)
Relawan turun langsung dari rumah ke rumah dan ke lokasi pengungsian untuk memastikan bantuan benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.
“Kami memprioritaskan daerah yang sulit dijangkau dan belum banyak tersentuh bantuan. Prinsip kami sederhana: tepat sasaran dan penuh empati,”
ungkap Pegi Aulia dari Forum Indonesia Muda.
Medan Sulit, Niat Tak Pernah Surut
Perjalanan relawan tidak selalu mulus. Jalan rusak, cuaca yang berubah cepat, dan akses yang terbatas menjadi tantangan tersendiri. Namun semua itu tidak menyurutkan langkah mereka.
“Kami tahu medan berat, tapi kebutuhan warga jauh lebih berat. Selama masih ada yang membutuhkan, kami akan terus bergerak,”
kata Suci Febriani Irem dari Sakato CommunityHub.
Semangat solidaritas menjadi bahan bakar utama di tengah keterbatasan.
Harapan di Tengah Pemulihan
Aksi kolaboratif ini masih terus berjalan. Para relawan berharap, bantuan yang diberikan baik fisik maupun psikologis dapat membantu para penyintas kembali menata kehidupan mereka.
Di tengah bencana, kolaborasi enam komunitas ini menjadi bukti bahwa kemanusiaan tumbuh paling kuat saat diuji. Bagi anak-anak Sumatera Barat, bantuan ini bukan sekadar sembako dan permainan, melainkan pesan sederhana yang bermakna dalam: kalian tidak sendiri.
(*)
#BanjirSumbar #SumateraBarat #SakatoComunnityHub